Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Cita-Cita di Atas Dua Roda

7 Mei 2015   10:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:17 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_415646" align="alignnone" width="640" caption="Anak-anak SD sudah biasa mengendarai kendaraan bermotor saat berangkat dan pulang sekolah (dok.pri)."][/caption]

"Saya mengaku tak lebih jago dari anak kelas 4 SD" itu yang terucap saat melihat sebut saja Dimas anak kelas 4 SD sedang mengendarai motor sambil memboncengkan ibunya. Bak pedang bermata dua, antara kebutuhan dan aturan perundang-undangan. Di sebuah sekolah di lembah antara gunung Merbabu, Andong, dan Telomoyo banyak ditemui anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar mengedari sepeda motor untuk kesehariannya bahkan sekolah. Ironi antara hambatan jarak rumah yang jauh, kebutuhan dan peraturan.

Mungkin dikota-kota besar, anak-anak yang masih di bangku SD atau SMP setiap berangkat sekolah masih diantar orang tuanya dengan naik sepeda motor. Lain kisah ditempat saya berdiri saat itu. Anak-anak SD sudah terbiasa mengedarai sepeda motor untuk berangkat dan pulang sekolah. Anak-anak yang duduk di kelas 4 hingga kelas 6 bukan hal yang asing lagi dengan kuda besi dari yang matic, semia atau manual.

Beragam alasan muncul saat saya bertanya pada mereka. Ada yang mengaku rumahnya jauh, ada yang bilang buat gaya-gayaan, ada mengatakan biar kedua orang tuanya tidak menjemput karena sibuk diladang dan lain sebagainya. Alasan yang bisa diterima akal sehat jika melihat situasi geoagrafi, akses transportasi, dan budaya di sana. Tidak adanya fasilitas angkutan umum, jarang yang cukup jauh bagi anak-anak SD sekitar 2-3Km, dan kesibukan orang tuanya di ladang karena mayoritas adalah petani.

[caption id="attachment_415647" align="alignnone" width="640" caption="Pulang sekolah mereka masih piket, selayaknya anak-anak sekolah yang lain (dok.pri)."]

143096804916915965
143096804916915965
[/caption]

Saya mencoba menemui guru-guru mereka yang saban hari bergelut dengan anak-anak ini. Sepertinya guru mereka begitu paham dengan situasi yang ada disini. Awalnya sekolah memang melarang seluruh murid-muridnya naik dan membawa sepeda motor ke sekolahan. Awalnya anak-anak ini masih kucing-kucingan dengan tetap membawa sepeda motor namun menitipkan dirumah-rumah penduduk di sekitar sekolahan. Lambat laun anak-anak ini sudah memarkirkan kendaraannya di pelataran parkir sekolahan.

Tidak bisa dipungkiri beragam masalah membelit anak-anak ini. Dari jarak sekolah yang cukup jauh dan minimnya sarana transportasi ke sekolah. Di lain sisi, orang tua mereka memberikan angin segar dan kebebasan kepada anak-anaknya. Orang tua tidak ingin anak-anak mereka terlambat sekolah dan susah payah berjalan ke sekolah, dilain sisi orang tuanya bisa ke ladang seharian penuh tanpa harus antar jemput. Jika orang tua bersimbiosis mutualisme dengan anak-anaknya, pihak sekolah mau bagaimana lagi.

Sesaat saya bertanya pada anak-anak ini yang sedang memainkan gas sepeda motornya. Mereka bercerita jika pernah jatuh, pernah tabrakan  dan beberapa insiden kecelakaan yang lain. Bukannya mereka jera dengan tragedi tersebut, tetapi membuatnya semakin menjadi-jadi. Selama orang tua memberikan kendaraan, maka mereka akan bebas melanggang kemana saja.

Aturan hukum tentang lalu lintas jelas-jelas tidak memperbolehkan anak-anak dibawah umur untuk mengendarai kendaraan umum, terlebih di jalan raya. Untuk mendapatkan surat ijin mengemudi harus memenuhi beragam prasyarat dan salah satunya adalah usia. Namun, di negeri ini apa yang tidak mungkin berkaitan dengan aturan main. Jangankan larangan mengendarai kendaraan untuk anak-anak, para petugas yang seharusnya tegas masih saja dikelabuhi dengan pencurian umur demi mendapatkan surat ijin mengemudi.

Sangat kompleks jika harus menuduh salah satu pihak siapa yang bertanggung jawab terhadap fenomena ini. Mungkin yang jauh lebih berkompeten adalah bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak menjalani kehidupan yang normal sesuai dengan kaidah dan aturan yang ada. Peran pendidik di sekolah harus mempu membekali generasi bangsa ini dengan ilmu dan pengetahuan agar anak-anak ini mengerti bagaimana seharusnya dan sebaiknya bertindak. Aparat penegak hukum juga harus tegas, menindak setiap pelanggaran yang terjadi. Pemerintah adalah penanggung jawab utama bagaimana menyediakan anak-anak ini fasilitas selayaknya mereka dapatkan agar tidak terbebani oleh permasalahan yang seharusnya bukan porsi untuk anak-anak ini.

[caption id="attachment_415648" align="alignnone" width="640" caption="Meskipun pernah jatuh, anak-anak ini tak pernah jera untuk tetap berkendara (dok.pri)."]

14309681391820312766
14309681391820312766
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun