Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Campur Tangan Manusia dan Zookori untuk Pulihkan Keseimbangan Alam

25 Maret 2015   14:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:03 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_405243" align="aligncenter" width="600" caption="Batu awalnya adalah bukit yang kini jadi lembah, dan lembahnya jadi bukit. Perubahan lansekap ini karena adanya penambangan oleh PT.NNT, efek sampingnya adalah perubahan ekosistem asli (dok.pri)."][/caption]

Batu Hijau merupakan salah satu kawasan di sisi selatan pulau Sumbawa-NTB. Awalnya daerah berbukit ini adalah hutan yang lebat, tetapi semenjak adanya ekplorasi mineral tambang oleh PT.NNT berubah menjadi area tambang. Ekosistem yang awalnya bukit, kini berubah menjadi lembah, dan lembah berubah menjadi bukit. Yang seketika itu menjadi korban adalah mereka yang tingga dipermukaan bumi, baik flora ataupun fauna. Jika berpikir jauh ke belakang, ratusan bahkan jutaan tahun yang lalu seperti apakah tempat ini..?. NTB, NTT adalah pulau-pulau karang, karena aktivitras tektonik dan vulkanik terjadilah pengangkatan benua. Semula dasar laut kini menjadi daratan.

[caption id="attachment_405246" align="aligncenter" width="600" caption="Penampakan Homo Floresiensis yang ditemukan di Liang Bua di Flores. Keberdaannya kini punah, karena tidak mampu bertahan dari perubahan (dok.pri)."]

14272665641302003624
14272665641302003624
[/caption]

Pertanyaan berikutnya, lantas siapa yang pertama tinggal di sini?. Yang pasti dari mahluk hidup dasar laut, pantai, payau, rawa-rawa hingga daratan pernah tinggal di sana. Saat ini kontur yang berbukit, tentu saja flora dan fauna terestriallah yang tinggal. Tahun 2001 di Flores, yakni pulau di timur Sumbawa di temukan Homo Floresiensis. Manusia kerdil (kurang dari 90 cm) dari flores yang diperkirakan berasal dari 94.000 hingga 13.000 tahun yang lalu. Kemungkinan mereka lah manusia pertama yang tinggal di sana, atau jauh lebih tua. Fakta yang menarik, Homo floresiensis telah menjadi fosil, artinya mereka tidak ada lagi dan kemungkinan punah di sebabkan banyak faktor, seperti penyakit, bencana alam, kelaparan dan lain sebagainya. Kisah selanjutnya bagaimana dengan flora dan fauna yang di batu hijau yang ekosistemnya berubah.

Dahulu belum ada campur tangan manusia beserta teknologinya, sehingga setiap ada perubahan akan berdampak besar terhadap orgnisme yang menghuni. Organisme tersebut bisa bermigrasi atau pindah, bertahan hidup di tempat, atau punah. Bukit Batu Hijau yang semula adalah hutan kini menjadi gurun berupa bebatuan, karena aktivitas pertambangan. Alhasil campur tangan manusia berikut teknologinya bisa meminimalisir dampak buruk dari organisme asli. Yang terjadi bukahlah hal yang besar perubahahnnya, hanya beberapa sisi saja yang mengalami perubahan, tetapi tetap saja mempunyai pengaruh.

[caption id="attachment_405247" align="aligncenter" width="600" caption="Awar-awar (Ficus septica) adalah tumbuhan yang banyak ditemukan di Batu Hijau. Sangat jarang penyebaran tumbuhan ini oleh manusia, kebanyakan oleh binatang (dok.pri)."]

14272667281526492675
14272667281526492675
[/caption]

Untuk mengembalikan lahan pasca tambang bukanlah perkara yang mudah dan cepat. Reklamasi lahan, agar bisa ditanami, dan kembali seperti semula sepenuhnya adalah campur tangan manusia. Namun jika dicermati, tenaga manusia itu seberapa dibanding kekuatan masa penghuni hutan. Manusia hanya sebatas memperbaiki, tetapi untuk membuat kembali seimbang butuh peran dari mahluk-mahluk penghuni hutan yang akan berperan sebagai agen penyebar. Contoh sederhanya; petugas PT.NNT akan menanam sekian banyak pohon Ketapang (terminalia cattapa), setelah pohon ini berbuah siapa yang akan memperbanyak biji dan menyebarkannya agar ke seluruh penjuru hutan. Pekerjaan ini hanya sanggup dilakukan oleh mahluk penunggu hutan dari sub ordo Macrochiroptera, atau yang biasa kita sebut sebagai kalong atau codot.

[caption id="attachment_405249" align="aligncenter" width="600" caption="Buku Kelelawar Batu HIjau, satu dari sekian buku yang menginventaris fauna yang ada di Batu Hijau yang diterbitkan oleh PT.NNT. Sangat jarang ditemukan perusahaan tambang yang membuat buku semacam ini, dan ini adalah salah satu wujud kepedulian dan tanggung jawab lingkungan (dok.pri)."]

14272668291261735521
14272668291261735521
[/caption]

Kelelawar di bagi menjadi 2 sub ordo yakni Macrochiroptera (pemakan buah) dan Microchiroptera (pemakan serangga). Di Batu Hijau terdapat 11 jenis Macrochiroptera dan 14 jenis Microchiroptera. Kelelawar jenis kalong/codot memiliki peran yang luar biasa di alam yakni sebagai agen penyebaran bibit tanaman yang efektif lewat bebijian. Segalam jenis buah selalu dilirik oleh kalong ini, termasuk ketapang yang tidak enak dimakan oleh manusia. Buah yang dimakan pastinya sudah masak, artinya biji juga sudah tua. Biji-biji yang tertelan oleh kalong ini tidak akan tercerna dan akan di keluarkan bersama dengan tinjanya. Biji plus kotoran, ibarat siap disemaikan dengan pupuk alami. Inilah cara alam memulihkan habitatnya dengan bantuan kalong yang disebut dengan istilah Kiropterokori. Jenis Microchiroptera juga berperan dalam pengendalian serangga, karena makananya adalah insekta.

[caption id="attachment_405250" align="aligncenter" width="600" caption="Keberadaab Kera ekor panjang (Macaca sp) juga berperan dalam penyebaran tumbuhan berbiji (dok.pri)."]

14272669701756596571
14272669701756596571
[/caption]

Di Batu Hijau juga ditemukan ratusan jenis burung baik pemakan bijian maupun predator. Penyebaran bebijian oleh burung yang disebut Ornitokori juga sangat efektif dalam mengambalikan keseimbangan alam. Belum lagi hewan mamalian seperti babi hutan, dan sapi liar juga berperan sebagai Mammokori. Hewan-hewan liar yang awalnya tergusur ternyata juga memiliki peran dalam mengembalikan keseimbangan batu hijau. Tidak salah jika di kawasan tersebut ada larangan perburuan hewan liar yang tak semata-mata menjaga kelestariannya tetapi ada peran ekologis yang dilakukan oleh hewan tersebut. Campur tangan manusia yang terbatas, tetapi tidak adan membatasi alam untuk menyembuhkan dirinya sendiri, salah satunya lewat penyebaran tumbuhan dengan bantuan hewan (Zookori).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun