Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Nature

Makan Sayur Sisa Ulat, Siapa Takut..?

17 Maret 2011   03:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:43 2525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat berjalan disebuah pasar swalayan atau tradisional dibagian divisi sayur akan dijajakan beraneka macam jenis sayuran. Saat bersantap makan disebuah rumah makan maka sayuran juga akan mudah ditemukan. Sayuran seolah tidak lepas dari menu makan sesehari. Kandungan vitamin, mineral dan serat banyak ditemukan dari sayuran yang dikonsumsi. Dibalik tampilan sayuran yang ranum, hijau dan segar yang begitu menggoda apakah yakin dengan keamanannya?. Dipasar atau rumah makan, tampilan tampak luar dari sebuah sayuran adalah pemikat daya beli konsumen. Tampilan dengan warna yang menarik dan nampak segar tentu saja menjadi pilihan dibanding dengan warna pucat dan tidak segar. Keutuhan fisik sayur juga ikut menentukan, sebab konsumen memilih dengan bentuk yang masih mulus dan utuh dibanding dengan yang habis dimakan ulat atau sobek. Memang tidak salah memilih sayuran yang berkualitas dengan hanya melihat tampak luarnya, tetapi apakah sudah dijamin kualitasnya?.

Jika mau sedikit berjalan-jalan didesa mungkin akan tahu dari mana sumber sayuran yang terpampang manis dikota. Sayuran ditanaman diperkebunan penduduk yang dibudidayakan secara tradisional. Beragam cara dilakukan untuk menghasilkan panen yang bagus. Pengolahan lahan, pemilihan bibit, perawatan tanaman hingga pengendalian penyakit. Salah satu aspek penting yang sering diabaikan adalah dalam pengendalian penyakit, baik hama maupun gulma. Penggunaan pestisida, fungisida dan herbisida menjadi solusi yang cepat, namun terkadang penggunaan diluar kendali akan menimbulkan masaslah. Petani kadang tidak memikirkan dampak penggunaan pestisida, herbisida dan fungisida terhadap ekologi. Bahan-bahan kimia sintesis yang menjadi andalan petani sebagai kunci sukses dalam panen bisa menimbulkan dampak buruk bagi ekologi dan kesehatan. Tidak terhitung seberapa banyak bahan-bahan yang bersifat racun tercuci dalam air tanah dan mencemari sungai dan air bawah tanah. Tidak dibayangkan ada mata rantai makanan yang terputus akibat salah satu spesies keracunan atau bahkan menimbulkan kekebalan bagi organisme itu sendiri. Efek palingg bahaya adalah keracunan pada manusia yang mengkonsumsi produk pertanian.

Dalih penggunaan pestisida organik dan ramah lingkungan, tetapi yang namanya racun tetaplah racun dan tidak baik buat manusia. Mungkin orang akan memilih sayuran yang sempurna dan tak bercacat dibanding yang berlobang sisa konsumsi ulat daun. Ada sebuah indikator alami yang terlewat begitu saja. Sayur yang dikikis oleh ulat bisa dikatakan aman dikonsumsi, sebab ulat saja mau memakan sebab tidak ada pestisida yang menempel. Sayur yang mulus ada dua kemungkinan, memang sudah bebas dari hama atau ada racun sehingga hama tidak bisa memakannya. Sebuah ide bijak jika bisa menyikapi indikator alam ini. Jika ulat saja bisa memakan sayur apalagi manusia. Memang tidak ada jaminan 100% bebas bahan kimia beracun, setidaknya bisa sedikit mengurangi resiko. Efek racun yang tidak secara langsung berpengaruh, tetapi akan bersifat permanen dan terakumulasi yang efeknya dalam jangka panjang. Penggunaan pertanian organik saat ini dikembangkan untuk mengatasi permasalah serangan hama dan gulma. Proteksi dan isolasi tanaman dari lingkungan luar digunakan untuk membatasi penyiaran hama dan gulma. Penerapan green house adalah salah satu caranya, sehingga menghasilkan produk yang diinginkan. Biaya investasi untuk sebuah green house mungkin teramat mahal dan sangat tidak terjangkau bagi petani, tetapi tetap ada alternatif lain. Penggunaan bahan kimia sintetis dengan bijak dan terkendali setidaknya bisa meminimalisir dampak toksit pada lingkungan dan manusia.

Belajar dari indikator alam tentunya bisa menjadi acuan bahwa sayuran yang bekas dimakan ulat itu buruk dan sayuran yang mulus itu aman untuk dikonsumsi. Pelajaran terbaik adalah dari alam untuk mengetahui setiap fenomena yang ada. Ada kalanya memakan sisa dari ulat, dan berhati-hati serta tetap bijak dalam memilah dan memilih sayuran. Saya kira setiap swalayan atau pasar sudah memiliki standarisasi sendiri dan semoga aman. Salam DhaVe GdG Lt3, 170311, 10:10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun