Kontroversi kunjungan Badan Kehormatan DPR ke Yunani untuk belajar etika, lalu gubernur Sumatra Barat yang melancong ke Jerman untuk promosi wisata semakin berkecamuk. Apakah seperti itu wujud pemimpin negeri ini? atau sudah tidak ada figur lain yang lebih baik. Sebelum itu ada kejadian yang cukup mengundang simpatik dunia tentang kecelakaan tambang di Chile dan membuat orang nomer satu turun dilapangan untuk prioritas evakuasi. Baru saja kita juga dapat pelajaran penting, bagaimana sesosok Surakso Hargo Maridjan harus pasang badan dari awan panas atas dasar dedikasi sebagai abdi dalem.
Indonesia saat ini memang terlena dan baru saja disadarkan akan pilihan mereka terhadap pemimpin. Bencana menjadi jalan untuk membedah hati nurani pemimpin dan membuka mata rakyat bahwa ''anda belum beruntung, contreng lagi''. Bagaimana sebenarnya mencari pemimpin yang benar-benar menjadi abdi untuk melayani rakyatnya dan setidaknya mau mengerti apa yang rakyat rasakan.
Berbicara abdi negara memang akan susah mencari definisi yang tepat, tetapi jika boleh turun sedikit maka abdi keraton bisa dijadikan contoh. katakanlah mBah Maridja menjadi abdi keraton Yogyakarta yang diangkat Sri Sultan HB IX menjadi pemangku adat atau juru kunci Gunung Merapi. Titah raja dan penganugerahan gelar Surakso Hargo disematkan, maka dengan sabda ''sendiko dawuh sabda pandita ratu'' atau siap laksanakan semua perintah raja. Bayangkan menjaga gunung angker dan aktif harus dijalani dengan imbalan 10.000 perak perbulan. Semua dijalani dengan dedikasi tinggi dan ketulusan sebagai wujud abdi dalem, walau nyawa menjadi taruhannya.
Sesosok prajurit dengan watak ksatria ditunjukan dibalik tubuh tua rentanya namun tetap kokoh dalam pendirian. Tak akan pergi sebelum semua pergi dan menyerahkan segala kepentingan teknis kepada ahlinya ''vulkanolog''. Ksatria harus gugur dalam menjalankan tugas sebagai konsekwensi dari abdi dalem yang menyerahkan sepenuhnya kepada keraton. Nah andai keraton itu NKRI dan Sultan adalah SBY Demokrasi, apakah ada sesosok yang benar-benar abdi dalem, tetapi tettap ada Maridjan-maridjan lain dinegri ini yang tidak terekspose media.
Pilkada, Pemilu atau seleksi CPNS mungkin salah satu jembatan untuk mencari calon abdi dalem NKRI. Tawaran menggiurkan dengan gaji, tunjangan plus kewenangan untuk kemplang sana kemplang sini uang rakyat menjadi daya tariknya. Andaikata anggota DPR, Gubernur dan abdi negara lainnya digaji 10.000 perak perbulan dan harus pasang badan disaat rakyat menderita, kira-kira ada tidak?. Mungkin saja ada, itu khusus untuk mereka yang memang terpanggil untuk menjadi pelayan atau mereka yang khilaff sesaat.
Imajinasi ini membawa pada sebuah reality show di televisi ''Indonesia Mencari mBah Maridjan'' atau ''Indonesia Got Maridjan''. Kontes tersebut untuk mencari sosok-sosok yang berdedikasi tinggi dan siap untuk menjadi pelayan dengan gaji minim dan jiwa raga jadi taruhannya. Berdasar pilihan juri dan poling sms bisa diaudisi, seleksi dan pemimpin abdi negara untuk menjadi juru kunci kemakmuran. Menjadi pertanyaan, apakah ada yang mendaftar dan mengajukan dirinya untuk kontes ini ''mungkin Tuhan yang akan jadi jurinya''.
Sepertinya mustahil acara reality show ini diwujudnyatakan, tetapi hanya Tangan Tuhan yang bisa mencari dan memilih para abdi dalem, dan kuncen kemakmuran umatnya. Namun, aneh sekali jika semua baik adanya dan musti ada penyeimbang, maka diciptakan juga abdi materi dan kekuasaan. Indonesia Mencari mBah Marijan atai Indonesia got mBah Maridjan mungkin akan sebatas wacana layaknya wedus gembel yang berlalu begitu saja. Salam Rosa....
Salam
DhaVe
Depan Gedung G PPSMB, 4 November 2010, 07:00
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H