Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

12,7 Jam di Nglanggeran

7 April 2014   15:45 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:58 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_330464" align="alignnone" width="640" caption="Batu-batu raksasa di gunung purba Nglanggeran (dok.pri)."][/caption]


Saya teringat pada sebuah film 127 hours saat melewati celah batu sempit ini. Saya sadar saat itu saya membawa pisau lipat buatan Cina dan jaket warna oranye. Sebuah film dari kisah nyata Aron Ralston yang harus mengamputasi tangannya saat terjepit dan terjebak selama 127 jam di Blue John Canyon. Dia terjebak selama 127 jam dengan tangan tertindis batu, sedangkan saya terjebak pada langit kelabu di canyon Nglanggeran.


Siapa tak kenal dengan gunung purba Nglanggeran. Obyek wisata yang mulai marak sejak adanya erupsi Gunung Merapi pada tahun 2006 menjadikan Nglanggeran menjadi obyek wisata wajib saat mengunjungi Gunung Kidul, Yogyakarta. Saat saya mengunjungi lokasi ini, tak ubahnya dengan arus lalulintas ibu kota yang mengenakan sistem buka tutup. Mereka yang ingin mendaki harus bergantian dengan mereka yang turun. Jika ada yang memaksakan diri, apalagi yang memiliki badan lebar pasti akan tersangkut di tengah-tengah lorong.


[caption id="attachment_330466" align="alignnone" width="640" caption="Menikmati Yogya dikala malam lewat ketinggian Nglanggeran (dok.pri)."]

13968347261682441349
13968347261682441349
[/caption]


Malam, rinai hujan mulai turun dan sepertinya ingin mencobai kami yang ingin mendaki. Tak ada pilihan lain selain jalan, begitu melihat berpasang-pasang anak baru gede begitu lincah mendaki walau dengan nafas terengah-engah. Untuk mencapai puncak gunung tidak lebih dari 1 jam perjalan, namun sangat sayang jika 60 menit harus selesai malam ini juga.


Di sebuah bibir jurang kami memutuskan untuk mendirikan tenda sekaligus menikmati langit Yogya. 2 buah tenda berdiri walau tidak sempurna, kerena ada kerangka yang patah, namun memberikan kami perlindungan dari angin. Malam ituk kami menikmati hingar bingar Yogya dari ketinggian sambil berpegangan pada kaki tiga yang menyangga kamera.


[caption id="attachment_330469" align="alignnone" width="640" caption="Puncak gunung yang nyaris tak ada celah untuk berpijak (dok.pri)."]

13968347821962567086
13968347821962567086
[/caption]


Malam larut dan saatnya merebahkan bada sesaat. Pukul 4 pagi alarm sudah berbunyi dan segera bergegas menuju puncak gunung purba. Kami berangkat pagi-pagi untuk menjemput mentari dan mendapat tempat yang istimewa. Namun, kami kecewa sebab puncak gunung sudah penuh sesak dengan para pengunjung begitupun langit yang nampak kelabu.


[caption id="attachment_330471" align="alignnone" width="640" caption="60 menit hanya dalam beberapa detik saja (dok.pri)."]

13968348791033196556
13968348791033196556
[/caption]


Sebuah kamera saya letakan dengan mode "time lapse" untuk merekam pergerakan awan dan matahari yang terbit dengan durasi 60 menit. Puncak Nglangeran penuh riuh dengan pengunjung, dari yang muda hingga yang tua bahkan anak-anak juga tidak mau ketinggalan. Akhirnya 1 jam berlalu dan matahari yang ditunggu tak datang juga, karena bersembunyi dibalik awan tebal.


Mata saya terpaku pada beberapa pengunjung yang nampak susah payah untuk sampai dititik tertinggi. Inilah khas wisata yang merakyat, semua orang bisa mengunjungi dengan segala macam cara. Ada seorang ibu-ibu dengan pakaian berbentuk jubah dan sepatu hak tinggi berusaha keras untuk sampai pada tujuan, walau dengan wajah yang lelah. Ada juga seorang bapak yang nampak terseok-seok dengan sandal selopnya. Remaja putri tak kalah seru, dengan dandanan menor masih saja nekat dan tidak sadar bedaknya luntur oleh keringatnya. Remaja putra tetap saja jalan dengan gagahnya dengan rokok ditangan.


Potret pengunjung nglanggeran dengan segala tingkah polahnya. Ketidak tahuan akan medan dan persiapan acapkali membuat para pengunjung salah kostum. Saya kira mereka sangat tidak nyaman dengan kostum dan gaya mereka, namun apa boleh buat sebab "show must go on".


[caption id="attachment_330472" align="alignnone" width="640" caption="Pemandangan dari Nglanggeran (dok.pri)"]

1396834949132390012
1396834949132390012
[/caption]


Nglanggeran yang berisi bongkahan-bongkahan batu besar memang sangat mempesona dan memanjakan mata. Batu-batu utuh mirip beton campuran pasir dan kericak tersebar dimana-mana. Ingin rasananya berlarian disana mirip gaya Aron Ralston saat menuruni celah-celah canyon. Hutan heterogen di Nglanggeran begitu menyejukan mata saat bebatuan yang terlihat tandus begitu kontras dengan hijau dedaunan yang rimbun.


[caption id="attachment_330473" align="alignnone" width="640" caption="Batu-batu raksasa yang menghiasi Nglangeran (dok.pri)"]

13968350151886641562
13968350151886641562
[/caption]


Saatnya harus turun sebab pengunjung semakin banyak dan mengular. Tak salah jika anda sesaat saja mengunjungi gunung purba ini. Pastikan pakaian anda tidak salah agar perjalanan ini nyaman dan aman. Akhrinya 12,7 jam  berlalu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun