[caption id="attachment_344341" align="alignnone" width="640" caption="Sebuah gereja di Pulau Doom terlihat dari kapal yang menuju waisai. Dulu pulau ini adalah pusat pemerintahan pada masa hindia belanda.(dok.pri)."][/caption]
Burung besi yang saya tumpangi perlahan mengembangkan sayapanya. Cakarnya yang kokoh berlari di landas pacu dengan kecepatan ratusan kilometer per jam. Deru mesin jet sekuat tenaga mendorong untuk lepas landas. Sayup-sayup terdengar instrumen lagu-lagu nasional sambil mengarungi angkasa di gelapnya malam sambil menyaksikan lampu-lampu yang menghiasi daratan Yogyakarta. Saatnya melayang menuju timur Indonesia, Sorong di Papua barat.
Butuh waktu sekitar 5 jam penerbangan dari Yogyakarta, transit di Ujung Pandang lalu sampai di Sorong. Penerbangan yang melelahkan karena akan melawan perputaran waktu dengan 2 jam lebih cepat dari waktun normal. Dalam kabin pesawat nampak beberapa orang berbisik dan saya tidak mengerti apa yang mereka diskusikan. Saya hanya menikmati pemandangan di luar jendela pesawat sambil sesekali melihat peta untuk mengira-ira saya terbang di atas pulau apa.
[caption id="attachment_344343" align="alignnone" width="640" caption="Masyarakat sorong yang multi etnis. Para murid dengan pakaian daerahnya masing-masing sedang merayakan kelulusan sekaligus perpisahan (dok.pri)."]
Teman saya yang sedari tadi berisik mencari perhatian seolah tidak saya gubris. Saya baru tersadar seorang pramugari berfoto bersama dengan salah seorang penumpang perempuan. Batin saya "ah penumpang narsis pengen foto bersama pramugari yang cantik". Akhirnya burung besi mendarat juga di Bandar Udara Dominique Edward Osok, Sorong dan para penumpang semakin heboh.
"kamu terlalu banyak nonton national geographic..!" kata-kata yang meledek saya saat hendak turun dari tangga pesawat. Ternyata yang foto bersama pramugari tersebut adalah idola orang satu indonesia, Nowela Mikhelia. Putri dari papua yang memenangkan kontes menyasi sejagat Indonesia. Apa daya saya sudah menuju terminal kedatangan.
[caption id="attachment_344346" align="alignnone" width="640" caption="Pawai kemenangan belanda usai menundukan spanyol 5-1 pada perhelatan piala dunia. (dok.pri)."]
Suara kecil melengking meneriakan beberapa angka dalam label barang-barang di bagasi. Saya cukup lama menatap roda berjalan yang akan mengantarkan barang-barang bagasi ke penumpang, tapi tak kunjung berjalan, dan ternyata alatnya rusak. Benar saja suara tadi memanggil-manggil angka yang saya pegang. Petugas bandara cara mensiasati dengan menyebutkan nomor label dan penumpang yang mencocokan saja lalu di ambil.
Akhirnya barang bawaan hampir 1 troli penuh sudah ditangan dan saatnya meluncur menuju pusak kota Sorong. Mencarter mobil pilihan yang tepat agar bisa berkeliling kota sorong dengan mudah. Tiba-tiba saat hendak masuk pusat kota, kendaraan kami harus berhenti sebab di depan sana suara klakson, sirine dan teriakan masa terdengar. Sopir yang orang bugis berhenti dari pada kaca pica (pecah).
Bendera merah putih biru begitu mondminasi aksi masa tersebut. Saya serasa berada di amsterdam saat menyaksikan pawai tersebut. Saya teringat semalam waktu transit di ujung pandang ada pertandingan piala dunia antara Belanda Vs Spanyol dengan kemenangan 5-1 untuk tim oranye. Jika menilik sejarah masa lalu sangat wajar masyarakat Sorong begitu kental dengan Belanda.
[caption id="attachment_344349" align="alignnone" width="640" caption="Ikan asap menjadi pemadangan saat masuk di pasar boswesen (dok.pri)."]