Saya teringat akan sebuah hukum adat yang sangat familiar di tanah Maluku dan Papua. Sasi, demikian nama hukum adat tersebut. Sasi adalah sebuah kesepakatan bersama yang disyahkan secara adat untuk sebuat aturan. Sebagi contoh, kawasan laut ini disasi selama 6 bulan. Maka selama 6 bulan, tidak seorangpun yang boleh dan berani mengusik laut ini sampai pada hari sasi itu dibuka.
Sasi hingga saat ini masih berlalu di daerah Maluku dan Papua. Semula sasi ini adalah aturan adat saja, tetapi saat ini gereja juga melakukan sasi. Tujuan utama sasi adalah pembatasan ekploitasi yang efeknya akan memberikan kesempatan alam ini memulihkan diri. Sasi perairan akan memberikan kesempatan ikan untuk bertelur dan memijah hingga menjadi ikan yang siap tangkap. Sasi hutan, memberikan kesempatan tanaman untuk berkembang dan berbuah sehingga keadaanya tetap bisa lestari.
Tidak ada aturan tanpa sebuah pelanggaran. Konon bagi mereka yang melanggar sasi akan mendapat hukuman secara adat. Ada sisi supranatural dalam sasi dan bagi pelanggarnya maka akan mengalami hal-hal diluar kewajaran. Ada juga pelanggar yang diberi hukuman langsung seperti harus membayar denda adat, atau dipermalukan dihadapan umum dengan cara dipasung.
[caption id="attachment_354613" align="aligncenter" width="512" caption="Teluk mayalibit yang terus dijaga kelestarianya 9dok.pri)."]
Sasi secara tidak langsung adalah bentuk konservasi tradisional yang fungsinya untuk mengembalikan keseimbangan alam. Aturan yang sudah ada sejak nenek moyang dan kini masih berlaku. Tinggal kini bagaiman peran tua-tua ada mendelegasikan kepada generasi muda, pemerintah menjadi pengayom, LSM dengan aksi konservasi, dan peran pemuka agama dalam konteks religi.
[caption id="attachment_354614" align="aligncenter" width="512" caption="Sasai buka membatasi, tetapi memberi kesempatan alam untuk seimbang agar generasi mendatang bisa menikmati dan melestarikannya. Senyum anak-anak teluk mayalibit harapan agar alam tetap terjaga untuk masa depan mereka (dok.pri)."]
Saya tersadar apalah arti 0,5% hasil tangkapan dibanding rusaknya lingkungan dan timpangnya alam. Walau hanya libur sabtu dan minggu dalam menangkap ikan kembung, setidaknya warga teluk mayalibut sudah memberikan kesempatan alam untuk beristirahat selama 2 hari untuk mengembalikan kebugarannya. Investasi sumber daya alam oleh masyarakat lokal yang menjadi harmoni agar alam tetap menghidupi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H