Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Gegap Gempita Pasar Remu Sorong

1 Oktober 2014   20:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:46 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_363018" align="aligncenter" width="553" caption="salah satu sudut di pasar Remu-Sorong. Nampak penjual ikan sedang mengembangkan sayap ikan terbang yang dijual Rp20.000,00 per Kilogram-nya (dok.pri)."][/caption]

Jalanan becek, udara yang pengap, aroma amis dan teriakan lantang penjaja ikan memenuhi los Ikan di pasar Remu, Sorong Papua Barat. Bagi saya tak ada tempat yang indah sosialitanya di sebuah kota kecuali di pasar tradisionalnya. Definisi pasar bisa di artikan tempat bertemunya penjual dan pembeli yang melakukan transaksi. Kamus saya menerjemahkan lain, selain sebagai pusat perdagangan maka pasar adalah tempat yang unik sekaligus menarik. Drama jual beli terjadi disisini, ada yang pura-pura jual malah ada pula yang bating harga murah meriah. Strategi pemasaran lengkap disini dari yang mulai jujur hingga "tipu-tipu" kata orang Papua. Dari mereka yang memiliki kedudukan hingga gelandangan juga mudah ditemui di pasar. Inilah randevous orang Sorong, pasar Remu.

Pasar yang terletak tak jauh dari landas pacu bandara Dominique Edward Osok adalah gudang makanan dan keuangan kota sorong. Semua kebutuhan bahan pokok di Sorong tertimbun di sini, begitu juga dengan perputaran uangnya. Namun saya cenderung melihat sisi unik di pasar ini selain daya pikat transaksi jual belinya. Dari mereka yang memiliki kios layaknya ruko, emperan, hingga yang harus menggelar dagangan di atas tanah semua tumpah ruah.

[caption id="attachment_363019" align="alignnone" width="640" caption="Toko ini menjual obat-obatan tradisional dari Papua. Nampak di depan berkarung-karung sarang semut yang didatangkan dari misool. Disayangkang, produk tersebut dikirim ke jawa untuk diolah lalu dikembalikan lagi di Sorong untuk di jual (dok.pri)."]

1412145878489058129
1412145878489058129
[/caption]

Saya tertarik pada sebuah barang dagangan yang konon katanya jarang ditemukan di tempat lain. Sarang semut, adalah salah satu produk yang menjadi ciri khas Papua. Konon sarang semut memiliki khasiat sebagai obat yang mujarap untuk beberapa jenis penyakit. Pandangan saya terjebak pada alur-laur berupa labirin yang rumit dari bongkahan kayu yang digergaji tipis. Inilah sosok sarang semut yang termasyur itu. Sarang semut adalah tanaman epifit yang menumpang pada tumbuhan inang. Beberapa jenis semut tinggal dan membuat sarang di dalam tumbuhan epifit tersebut. Semut memiliki peran dalam menghasilkan zat-zat tertentu yang tertinggal dalam batang epifit. Perpaduan zat dari semut dan batang benalu inilah yang diyakini bisa menyembuhkan penyakit.

Sarang semut ada yang berbentuk utuh, serbuk hingga dakam kantung mirip teh. Harga yang tawarkan beragam sesuai dengan jenis sarang semut dan kemasannya. Untuk sarang semut hitam harga mentahnya 50ribu per 500gr sedagkan yang putih 75ribu. Jika sudah menjadi serbuk atau serbuk dalam  kantung harganya akan sedikit lebih mahal. Toko yang saya kunjungi bisa dikatakan toko obat, karena menjual beragam jenis obat yang unik. Ada sirup buah merah yang terkenal dari papua, ada minyak lintah untuk keperkasaan pria dan masih banyak yang lainnya. Akhirnya saya urung membeli manakala melihat kardus kemasannya yang bertuliskan tempat produksi "klaten".

[caption id="attachment_363020" align="alignnone" width="640" caption="Menarik, labirin dari saran semut ini memiliki khasiat menyembuhkan beragam penyakit (dok.pri)."]

1412146009729559604
1412146009729559604
[/caption]

Berharap mendapatakan oleh-oleh yang khas ternyata, produknya di produksi di kota yang berjarak 1 jam berkendara dari tempat saya tinggal. Kaki ini melangkah masuk ke selasar-selasara pasar dan akhirnya saya berhenti pada sebuah toko yang menjajakan kopi. Saya tertarik dengan kopi-kopi yang dijajakannya. Walau bukan pecinta kopi dan penikmat olahan barista, tetapi ini oleh-oleh yang tepat buat mereka. Kopi makasar, kopi sorong, kopi serui sudah cukup sebagai buah tangan para pecinta kopi, namun bukan itu yang saya cari.

Jalanan yang becek saya lintasi dan akhirnya saya menemukan yang saya cari. Los penjual ikan segar. Sorong yang berjarak 2 jam dari raja ampat adalah salah satu penyedia ikan-ikan laut segar dengan kualitas yang bagus. Beragam jenis ikan ada di sini, dari yang sekecil nasi berupa teri hingga yang sebesar manusia layaknya tuna atau cakalang. Aroma amis khas ikan begitu menyeruak. Saat orang lain tak tahan dengan aroma ini, tetapi saya berusaha menikmati. Saya terkesima dengan ikan-ikan segar ini. Konon saat di Raha Ampat ikan sulit di dapat karena angin selatan, tetapi di pasar Remu mudah sekali di cari.

[caption id="attachment_363021" align="alignnone" width="640" caption="Ikan-ikan segar dengan mudah bisa diperoleh di pasar remu dibandingkan dengan Raja Ampat yang tergantung pada musim (dok.pri)."]

14121460741259352070
14121460741259352070
[/caption]

Ikan-ikan segar segera saya lewati karena bukan itu yang saya cari. Tepat di samping los ikan segar saya menemukan apa yang saya cari. Jajaran ikan asin dari beragam jenis ikan. Melihat ikan-ikan asin di sini saya bak kucing yang sedang mengendus-ngendus karena aroma ikan yang sangat khas. Namun yang paling tidak enak adalah asinan kering dari moluska seperti cumi dan gurita, yang tak sesedap dengan ikan. Tiba-tiba saya tertarik dengan daging yang berwarna hitam kusam dan beberapa nampak sudah memudar. Ternyata inilah daging rusa yang dibuat menjadi dendeng oleh pemburu. Masyarakat sorong yang multi etnis sangat menghargai keragaman. Konon papua ada beberapa masyarakatnya mengonsumsi daging babi dalam jumlah besar dan menjadi hal yang lumrah, tetapi di pasar remu jarang ditemukan daging yang dianggap haram ini. Para pedagang masih menjaga etika bagaimana harus menjajakan daging babi dan pembeli sudah tahu harus membeli dimana, sebuah toleransi pada beragamnya keyakinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun