Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Ketika Lari Menjadi Kebutuhan Akan Eksistensi Diri

16 Februari 2015   19:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:05 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_397288" align="aligncenter" width="561" caption="Olah raga lari kini semakin luas maknanya, salah satu sudut saat magelang floerun (dok.pri)"][/caption]

Beberapa tahun ini, trend olah raga lari sedang naik daun. Bak cendawan dimusim hujan maka bermunculah komunitas-komunitas lari di berbagai daerah. Beragam even, lomba dibuat untuk menyemarakan olah raga yang sedang banyak digemari. Semua berlomba-lomba untuk ikut serta dalam kegiatan yang berkaitan dengan lari. Berbondong-bondong mereka mendaftarkan diri, yang penting datang pas acara, berfoto ria, keluar garis start entah DNF atau finish itu urusan belakang.

Lari merupakan olah raga yang murah meriah dan mudah dan menjadi monopoli para olahragawan profesional. Fenomena yang muncul saat ini lari tak lagi menjadi semata-mata olah raga, tetapi sudah gaya hidup. Salah satu sisi positif dari olah raga kaki ini adalah mampu meracuni banyak orang untuk berolah raga. Selain ingin sehat, ternyata ada berbagai alasan mengapa mereka ingin berlari, tentu saja tak hanya gaya hidup, tetapi eksistensi diri.

Lantas apa hubungannya eksistensi diri dengan lari..? Bagi mereka yang profesional dengan lari, baik sebagai atlet, pelatih, atau aktivis lari eksistensi mutlak diperlukan untuk mengangkat nama. Eksistensi ini berkaitan dengan peringkat, kejuaraan, bahkan sampai pada sponsorship. Eksistensi ini memang mutlak bagi mereka yang pro, tetapi bagaimana jika eksistensi ini hanya sebagai identitas sosial saja, tentu saja sah-sah saja.

[caption id="attachment_397292" align="aligncenter" width="467" caption="Demi sebuah motivasi, kenapa harus berlari dan merogoh dompet yang dalam, eksistensi diri salah satunya yang dicari (dok.pri)."]

14240625031379664177
14240625031379664177
[/caption]

Lihat saja beberap media sosial, sudah banyak yang bertaburan mereka yang menyebut dirinya pelari dan tampil bak artis. Sebelum berlari, sedang berlari, bahkan finish selalu menyempatkan menjadi pewarta bagi dirinya sendiri kepada khalayak ramai agar mendapat pengakuan. Fenomena ini sah-sah saja dan hampir terjadi pada banyak orang. Tidak ada yang mempermasalahkan tindakan mewartakan dirinya sendiri, toh itu juga di lamannya dan akunnya sendiri.

Berbeda dengan kisah dari Pheidippies, seorang tentara yang harus mewartakan kemenangan dari Marathon menuju Athena sejauh 42,195 Km. Sebagai pembawa pesan dia harus berlari secepat mungkin, dan akhirnya meninggal usai sampai di tujuan dan pesan tersampaikan. Lari saat itu bukan gaya hidup, tetapi tentang sebuah kisah kehidupan atau cara bertahan hidup. Waktu sudah berubah, sehingga kisah Pheidippies menjadi inspirasi untuk menggelar berlari sejauh yang dia lakukan dan kini menjadi trend.

[caption id="attachment_397289" align="aligncenter" width="515" caption="Magelang flower run, even mengajak ana muda untuk berolahraga (dok.pri)."]

1424062394754927851
1424062394754927851
[/caption]

Saya seolah tak percaya, manakala persiapa sudah matang layaknya pelari pro. Beberapa jam sebelumnya sudah mengisi asupan dengan karbohidrat yang siap untuk dibakar selama 10 km. Namun, ATP yang sudah siap ternyata dibakar sia-sia. Ternyata even yang saya datangi hanya fun running sejauh 2 km, itupun penuh dengan pelari dengan ponsel berkamera dan tongkatnya. Ingin rasanya berlari secepat mungkin keluar dari arena, tapi sayang juga jika pesta para pelari muda ini dilewatkan. Magelang FloweRun, demikian nama acara ini.

Banyaknya peserta, sehingga jalan utama harus ditutup sementara waktu. Hari ini jalan utama magelang penuh dengan taruna taruni turun dijalan dengan beragama bubuk warna di tangan. Tak hanya memenuhi jalan, tetapi merangsek juga di trotoar. Seorang kakek nampak tersenyum melihat tingkah laku cucu-cucunya ini, walau harus menjadi korban salah sasaran. Lari tak hanya mengajarkan untuk sehat dan kuat, tetapi juga berbicara tentang etika. Namun banyaknya masa, sepertinya harus ada yang mengalah demi suksesnya acara.

[caption id="attachment_397291" align="aligncenter" width="576" caption="lari tak sekedar melangkahkan kaki, tetapi ada sesuatu yang harus dihormati (dok.pri)."]

14240624511040159490
14240624511040159490
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun