Sambil menyeruput kopi, maka cerita berlanjut mengenai keberadaan candi ini. Prasasti Rukam (907 M) menceritakan tentang Nini Haji Rakryan Sanjiwana yang meresmikan Desa rusakan yang usai diperbaiki akibat letusan Gunung Merapi. Sebagai imbal jasanya, maka warga Rukam harus memelihara sebuah bangunan suci yang konon ditarik benang merah adalah candi Sojiwan. Nama Sojiwan/Sajiwan dari nama Sanjiwana yakni ratu Pramodhawardhani.
Usai kopi tinggal ampasnya dan teh meninggalkan gelas kosong, maka saya mencoba berjalan melihat detail candi. Relief-relief yang tak lazim saya temui, karena berbeda dengan kebanyakan candi Budha. Saya melihat relief dari bagian per bagian, seperti saya sedang berjalan di tepi dinding taman kanak-kanak yang penuh lukisan. Ada monyet naik buaya, ada burung angsa, begitu juga dengan reptil seperti kura-kura.
[caption id="attachment_399109" align="aligncenter" width="538" caption="Relief yang penuh dengan cerita fabel (dok.pri)."]
Dinding candi yang penuh dengan goresan fabel atau dongeng yang penokohannya adalah hewan. Cerita-cerita tentang kehidupan diceritakan lewat simbol-simbol binatang. Sepertinya butuh waktu lama untuk mengerti apa cerita yang disebut dengan Jataka. Yang pasti tak berselang lama teman sudah bersiap untuk bergegas melihat Sojiwan dari atas. Benar saja dari atas, saya melihat realita fabel dalam dunia nyata. Rakai Pikatan tidak salah membangun tempat-tempat suci ini yang sekarang diadopsi dalam dunia modern. Tak hanya Hindu, Budha, tetapi kubah-kubah masjid juga menjulang tinggi. Tidak salah daerah ini begitu sangat istimewa, sayang jika cita-cita tentang toleransi oleh pendahulu kita itu tercoreng, Yogya istimewa.