[caption caption="Seorang Mahasiswa sedang berorasi pada Aksi Peringatan Hari Kehakiman Nasional"][/caption]Selasa, 1 Maret 2016
SOLO – Mahasiswa memperingati Hari Kehakiman dengan melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Pengadilan Negeri Kota Surakarta. Aliansi aksi dari Mahasiswa Fakultas Hukum bersama dengan BEM se-UNS menuntut independensi dari hakim dalam menindak khasus peradilan. Hal ini dikarenakan sudah mulai hilangnya kenetralan di beberapa khasus peradilan. Hal ini dikemukakan oleh Rizki salah seorang masa aksi tersebut,
“Saat ini dunia kehakiman sedang kritis, dimana sudah hilangnya independensi hakim sehingga banyak hakim yang mengesampingkan sikap netralnya.”
Tidak hanya itu, mahasiswa juga menuntut agar kembalinya dasar kehakiman yang selama ini mulai pudar. Mahasiswa menuntut agar hakim-hakim sekarang merenungkan kembali 10 kode etik kehakiman, agar di dalam mengambil keputusan hakim tidak terintervensi dan menjunjung tinggi kebijaksanaan. Aksi yang diikuti sebanyak 60 mahasiswa ini menjadi peringatan bagi dunia kehakiman di usianya yang sudah mencapai 108 tahun tidak hanya melenggang tenang tetapi harus terus mempertahankan azaz-azaz kehakiman.
“Seperti contoh ucapan Parlas Nababan(PN Palembang), kata-kata tersebut(*) seharusnya tidak bisa dijadikan dasar keputusan. Ini sudah tidak sesuai dengan kode etik kehakiman!”, ujar Poldung dari BEM FH UNS
Berikut isi tuntutan Aksi Peringatan Hari Kehakiman Nasional 2016 kepada seluruh Hakim di Indonesia
1. Junjung tinggi 10 prinsip Kode Etik Kehakiman
2. Tegakkan sikap Independen Kehakiman
Harapannya dengan adanya aksi ini, menjadi evaluasi diri terhadap masing-masing individu seorang hakim. Karena seorang hakim memiliki peran yang penting dalam memegang hukum baik bagi rakyat, pejabat, bahkan hingga Presiden pun harus taat terhadap hukum. Kedepannya hakim-hakim Indonesia diharapkan dapat lebih jernih dan mawas diri dalam setiap peradilan.
(*) : “Membakar Hutan itu tidak merusak Lingkungan Hidup karena masih bisa ditanami lagi”