Mohon tunggu...
Dharma Julianto
Dharma Julianto Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta

Seorang mahasiswa jurusan olahraga yang tertarik dengan hal-hal seputar sains, teknologi, sejarah dunia dan politik internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Sains, Lilin Kecil di Tengah "Kegelapan" Dunia

14 Mei 2021   23:25 Diperbarui: 15 Mei 2021   00:44 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Buku The Demon-Haunted World (Dokumentasi Pribadi)

Saat kita berbicara sains, apa yang terlintas di kepala? Rumus fisika? Stoikiometri kimia? Hukum Hardy-Weinberg biologi? Tidak salah memang, namun sains lebih dari itu. Sains adalah sebuah cara berpikir, berpikir dengan melihat alam semesta apa adanya. Sepanjang sejarah spesies kita, sains telah membantu menjawab banyak pertanyaan dengan akurasi tinggi. Hal itu lah yang dicoba untuk dijabarkan Carl Sagan dalam buku ini.

Peradaban berkembang, namun masih banyak hal-hal yang belum terjawab dan masih menjadi misteri. Seolah ada iblis jahat bersemayam di dunia ini. Namun, dalam "kegelapan" tersebut, sains hadir sebagai lilin yang memberi kita penerangan dan membuat semuanya menjadi jelas. Beberapa misteri tersingkap, hal yang semula dianggap mistis dan ada dalam kuasa "iblis" perlahan menjadi subjek yang diteliti para saintis.

Sikap skeptis, itu lah yang menjadi "bahan bakar" agar sains terus berkembang. Dengan bersikap skeptis, kita mencari jawaban atas setiap pertanyaan yang terlintas. Perlahan tapi pasti, pertanyaan yang kita ajukan akan terjawab oleh sains dengan senjatanya yang bernama metode ilmiah. Setiap percobaan didasari oleh metode ilmiah, agar hasilnya bisa menjadi pijakan yang kokoh.

Dalam buku ini, Carl Sagan memberitahu kita bahwa skeptisisme itu dapat kita terapkan, atau mungkin sudah kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya saat kita ingin membeli barang bekas, tentu kita akan mencari informasi terlebih dahulu soal barang tersebut. Misalnya harganya berapa jika kita membeli di tempat lain untuk barang yang memiliki kondisi kurang lebih sama. Kemudian, apakah barang tersebut dapat kita kategorikan masih layak pakai atau tidak. Hal ini membuktikan bahwa skeptisisme bukanlah "monopoli" ilmuwan semata.

Sagan menjabarkan beberapa kejadian yang dianggap sebagai campur tangan kekuatan supranatural, ternyata dapat diteliti secara saintifik. Misalnya "pengobatan alternatif" berbasis kepercayaan, dapat dibandingkan dengan pengobatan konvensional di rumah sakit dengan melibatkan statistik. Jika kita ingin mengerahkan tenaga ekstra untuk menghitung jumlah pasien penyakit tertentu di kedua jenis pengobatan tersebut, misalnya selama setahun, kemudian menghitung persentase kesembuhan di antara keduanya. Maka kita akan mendapatkan jawaban pengobatan mana yang benar-benar bekerja.

Buku ini menegaskan bahwa sains, bukan milik segelintir elit ilmuwan yang duduk di menara gading. Sagan membantu kita memahami sains sebagai alat untuk melihat realitas dunia. Sebagai alat, sains bukan alat yang sempurna, namun sains adalah alat terbaik yang kita miliki, untuk terus menjawab pertanyaan yang alam berikan kepada kita. Menurut saya pribadi, buku ini layak dibaca bagi para pecinta sains. Semoga kegemaran akan sains semakin tumbuh di masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun