Sudah lebih dari 20 tahun Carl Sagan, seorang astronom pembawa acara televisi berjudul Cosmos meninggal dunia. Namun seperti kata pepatah, "harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama". Jasa beliau terhadap ilmu pengetahuan tetaplah diingat baik oleh mereka yang menjadi ilmuwan maupun masyarakat awam.Â
Sebagai seorang ilmuwan, bisa dibilang beliau adalah ilmuwan yang merakyat. Kegigihannya dalam mempopulerkan sains, membuat hal-hal rumit menjadi lebih sederhana dan menarik minat banyak orang untuk mempelajarinya. Pada masanya, serial Cosmos : A Personal Voyage yang pertama kali diputar pada 1980 menjadi serial televisi yang paling banyak ditonton di Amerika Serikat sebelum disusul oleh The Civil War pada tahun 1990.
Kata "merakyat" memang identik dengan pejabat, untuk menunjukkan bahwa dirinya dekat dengan masyarakat umum dan menjadi bagian daripadanya. Namun, kata "merakyat" bukanlah monopoli pejabat semata. Ilmuwan, yang berada di garis depan ilmu pengetahuan, juga berhak merakyat untuk menegaskan bahwa ilmu pengetahuan bukanlah sekedar monopoli "mereka yang pintar, kutu buku dan ambisius." Lebih dari itu, sains adalah milik seluruh umat manusia, dan dibutuhkan sosok saintis yang merakyat untuk menjembatani antara pengetahuan di bidang sains dan masyarakat awam. Carl Sagan sudah membuktikannya lewat serial Cosmos.
Serial Cosmos melambungkan namanya menjadi seorang "selebritas sains", dan menginspirasi banyak orang untuk mempelajari sains. Dengan pembawaan dan narasi yang menarik, Cosmos membawa para penonton untuk menjelajahi sejarah panjang alam semesta dan pemahaman manusia terhadap posisinya di alam semesta sejak zaman para filsuf hingga masa modern.Â
Lewat Cosmos, Sagan memberikan renungan dan wejangan laksana para begawan, untuk kembali merenungi nasib manusia di masa depan. Dengan teknologi dan segala penemuannya, yang seperti mata pedang. Manusia dapat menjadikan masa depannya bermakna dengan saling mengasihi, atau menghancurkan masa depan seluruh spesies dengan kekejaman tiada akhir seperti saat perang berkecamuk.
Usaha mempopulerkan sains, tidak hanya dilakukannya lewat serial televisi. Carl Sagan juga menulis sejumlah buku sains populer dan beberapa bukunya mendapatkan penghargaan.Â
Buku Cosmos yang dirilis untuk menemani serial televisi berjudul sama, menjadi salah satu buku sains populer yang pernah ditulis. The Dragons of Eden yang dirilis pada 1977, mendapatkan penghargaan Pulitzer yang merupakan penghargaan tertinggi bagi jurnalisme di Amerika Serikat.
Di bidang akademik, Sagan juga menjadi seorang yang cemerlang. Tercatat sekitar 600 paper dan artikel ilmiah sudah ia publish. Menjadi pelopor disiplin ilmu astrobiologi dan penggagas Search for ExtraTerrestrial Intelligence/SETI, yang berupaya untuk mencari bukti-bukti kehidupan cerdas dari luar angkasa.Â
Sagan mendapatkan gelar sarjana hingga Ph.D dari Chicago University, dan penjadi pengajar di Harvard dan Cornell University. Kontribusi Sagan terhadap penelitian luar angkasa juga banyak. Ia menyusun "kapsul waktu" berupa plakat yang diletakan pada wahana antariksa Pioneer dan piringan emas yang berisi rekaman suara para penduduk bumi, di wahana antariksa Voyager. Kini wahana antariksa tersebut menjadi objek buatan manusia yang dalam berjalanan untuk keluar dari tata surya.
Sebagai ilmuwan, Sagan gigih menyebarkan pola pikir saintifik agar manusia terbebas dari prasangka dan takhayul. Sikap skeptis yang menjadi landasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dirasa perlu bagi umat manusia untuk menghindari kebodohan akibat hoax yang marak beredar. Layaknya dunia yang seolah dihantui kegelapan dari iblis jahat, sains menjadi lilin penerang kegelapan untuk mengeluarkan manusia dari "cengkeraman iblis" tersebut.Â