Mohon tunggu...
Cerita Doktor Dharma
Cerita Doktor Dharma Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIE Satya Dharma Singaraja, Bali

Ada benci dan cinta, siapa menang? Yang sering engkau beri makan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ratunya Ilmu Sosial, Ekonomi

7 Februari 2025   06:30 Diperbarui: 6 Februari 2025   19:22 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi (Sumber: Pinterest)

Ekonomi berkisah tentang rekam jejak manusia mengarungi samudra ketidakpastian di tengah keterbatasan sumber daya. Disiplin ilmu ini ibarat perjalanan epik yang dahulu diimajinasikan sebagai taman indah penuh harapan, namun kini bayangannya berubah drastis bagai labirin tak berujung yang sarat dilema.

Pada fase awalnya, ekonomi kerap dipersepsikan sebagai ilmu yang mempelajari pilihan strategis antara meraih kemakmuran materi atau kebahagiaan spiritual. Namun paradigma tersebut perlahan bergeser seiring dinamika zaman. Dalam konteks kekinian, ekonomi lebih banyak dikaji sebagai usaha sistematis untuk memahami cara dan hubungan produksi dalam memenuhi kebutuhan dasar, mulai dari sandang-pangan yang esensial hingga kebutuhan akan hunian layak, serta hasrat tak terbatas yang terus bermekaran di tengah kelangkaan sumber daya.

Ekonomi adalah ruang kumuh bagi tenaga kerja, tetapi juga tempat suci bagi sistem pembagian kerja. Ia memikat layaknya perempuan yang anggun dan menggoda, tetapi di saat yang sama, bisa menjadi seperti pelacur yang terluka karena dikhianati. Ekonomi adalah rumah bagi keluarga, nabi bagi berbagai sistem kepercayaan, ibu kota bagi sebuah bangsa, sumber pencarian material sekaligus jalan menuju perbaikan moral yang terus bergulir hingga kini.

Ekonomi adalah arena distribusi yang menyimpan dualitas. Di satu sisi, ia adalah ruang suram, tempat diperasnya keringat buruh yang bergulat dengan realitas. Di sisi lain, ia menjadi kuil bagi hierarki kekuasaan yang melahirkan konflik abadi. Dinamika inheren ini muncul dari gesekan antara alat produksi dan relasi sosial, yang melahirkan sungai modal yang mengalir deras namun tak merata.

Ia ibarat kekuatan alam yang ambivalen, memesona bagai matahari terbit yang menjanjikan kehangatan, tapi sekaligus mampu berubah menjadi badai yang membekukan harapan. Dalam tarik-menarik antara idealisme dan realitas, ekonomi menjelma sebagai entitas multirupa: pelindung keluarga-keluarga yang rapuh, nubuat bagi ideologi yang berseteru, jantung berdetak sebuah peradaban, arena perburuan materi sekaligus jalan sunyi untuk penempaan moral.

Berkali-kali ia dipuja oleh para pendeta dan pedagang, dicerca oleh para kesatria, dan dihancurkan oleh klan buruh. Namun, ia tetap bertahan sebagai alat penilaian dan penghukum yang kompatibel dengan zaman. Keagungannya tak tertandingi, meski masih tak sebanding dengan kemegahan langit. Tak heran jika ia dijuluki sebagai ratu ilmu sosial, dengan mantra sakti yang senantiasa menyertainya: "Jauhi musibah, dekati rezeki."

Ekonomi bukanlah sesuatu yang sakral. Ia dinamis, terus berkembang, dan memberi kebebasan bagi siapa saja yang ingin mengejarnya. Satu hal yang ditentangnya dengan tegas adalah kepentingan individu yang berlebihan sebagai akar dari feodalisme, korupsi, dan ketimpangan sosial yang harus diperangi.

Dalam praktiknya, ekonomi terbelah menjadi dua kutub: sayap kanan dan sayap kiri. Sayap kanan menciptakan keteraturan dengan akumulasinya, sementara sayap kiri mengguncangnya dengan gerakan revolusioner yang menuntun distribusi pendapatan berkeadilan untuk dikedepankan. Dengan keseimbangan ini, ajaran ekonomi terus berkembang dan mengakar. Namun, keperkasaan kanan dan kebenaran kiri tidak selalu berjalan seiring. Sebaliknya, ketegangan di antara keduanya kerap menjadikan ekonomi sebagai medan pertempuran pemikiran dan kebijakan. Sejak saat itu, ekonomi menjadi narasi universal umat manusia, membangun fondasi bagi kejayaan yang sejati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun