Sesungguhnya pikiran berangkat dari potongan-potongan realitas yang telah lama mengendap. Jejak materinya menumpuk di selokan. Mudah dicari dan di buka, kadang tajam, seringnya tumpul sebab jarang diasah.
Percakapan diantara pikiran, materi, dan realitas membuat gelengan dan anggukan makin kencang. Tanpa basa-basi, gelengan dihapuskan, anggukan dibeberkan.
Gugurnya gelengan dan maraknya anggukan memberi celah kepada pengetahuan untuk mengasah otak, getih getahnya mengambil alih kesadaran dan keadaan. Tak khayal lagi, kebangkitannya sebagai ras unggul tak terbantahkan.
Menit merangsek ke detik, sunyi sejenak, kemudian berdetak lagi. Getih meneguk dahaganya terlebih dulu sebelum membawakan air kepada getah. Getih terbahak-bahak. Getah hanya bisa terperangah, tapi tidak membuat hatinya ciut, dia pun ikut terbahak.
Ambil Alih
Saat implan disuntikkan ke tubuh yang notabene jumlahnya lebih sedikit dari ketersediaan pangan, saat itu getih getah ambil alih kendali. Dulu hutan gelap liar, kini terang jinak.
Ambil alih dimaknai sebagai bangkitnya masa depan. Berkat implan, getih getah menjadi utuh mendekati sempurna. Berkat implan moral dan material seratus kali lebih kuat dalam menghadapi perkelahian berikutnya.
Ini tanda kemajuan. Terpana dengan masa lalu adalah bodoh. Semua anak panah yang pernah dilepaskan tidak bisa melukai angan masa depan. Setelah anak panahnya habis, baru sadar bahwa busur si pemburu di buat dan didatangkan dari negeri seberang.
Getih getah sangat gembira, dan berseru: "Benarkah masa depan mendapatkan berkahnya". Ternyata ambil alih tidak seburuk yang dituduhkan kepadanya. Bersama rombongannya, getih getah mengunjungi masa depan. Nampaknya, kebaikan dan kejahatan membuahkan hasil yang searah dalam hidup ini.
Getih yang baik dan bermoral, kini memerintah. Sementara getah yang jahat, kini berbudi luhur dengan pakaian emasnya. Agar masa depan tidak bersalah, keduanya mengabdi pada Biang Agung.