Mohon tunggu...
Cerita Doktor Dharma
Cerita Doktor Dharma Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIE Satya Dharma Singaraja, Bali

Ada benci dan cinta, siapa menang? Yang sering engkau beri makan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lingeri Pemimpin

22 Januari 2025   06:30 Diperbarui: 21 Januari 2025   07:36 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal (Sumber: Pinterest, International Nautical Day, Atmospheric Sailing Boat Blue Sky)

Seratus hari dihantam badai ketidakpastian, laju kapal terseok-seok menghampiri pagar bambu laut sepanjang 30-an km, pelan-pelan akhirnya kapal bersandar di dermaga kecemasan. Nahkoda berkata segera lipstik, bolong ditambal, dan dipoles kinclong.

Enam hari berselang, sekarang hari Minggu, jam empat subuh, nampak nahkoda terbirit ke pelabuhan, dengar isu, lambung kapal retak, bocor digigit tikus-tikus nakal. Aneh, pikir sang nahkoda.

Setibanya di geladak kapal, nahkoda merapat ke bagian gawat darurat bidang keuangan, dengan perasaan galau, gerak-geriknya dibatasi anggaran yang mepet. Asumsinya masuk akal, tatkala kapal mulai oleng diterpa badai, saat itu pula tikus-tikus mulai menggerogoti harapannya sebagai pemimpin yang dilirik dunia. Bersih-bersih menjadi prioritasnya, sembari melobi nahkoda di belahan dunia lainnya.

Ia menyadari, kadar anggaran sulit dipertahankan, berfluktuasi di antara dua karang, kapitalis dan sosialis, nuraninya bergejolak, namun laju kapal mesti tetap didayung. Strateginya, jangan sampai terseret arus, gumalnya dalam hati.

Ia paham, kelompok ekonomi kanan dengan akumulasi sebagai basisnya dan kelompok ekonomi kiri dengan distribusi sebagai fondasinya masih bersitegang. Keinginannya kuat, sediakan kompetisi di tingkat lokal dan tugas tingkat nasional untuk mendistribusikan modal. Dengan cara itu, nahkoda mendaftar ke BRICS, disambut hangat.

Ujian sebagai nahkoda lihai baru dimulai, lingerinya mesti kuat dan paten, agar tidak cepat sobek. Saya pikir ini baik, asal kebijakan ekonomi ditakar dengan pertimbangan ekologi, karena percakapan dunia kedepannya mengarah ke isu environmental ethic. Pendeknya, kedepankan konsep berkecukupan, dalam arti yang sebenarnya, apa yang dibutuhkan tubuh, telah disediakan alam. Jangan berlebih, nanti busuk dan sampahnya numpuk.

Nahkoda merancang arketipenya, ada empat, keperkasaan mesti disalehkan, kebenaran ditegakkan, keadilan didaraskan, dan kejujuran disematkan, niscaya penumpang kapal bersorak bahagia.  

Sebagai mekanik kemakmuran, keempat arketipe mengajak seluruh penumpang untuk jangan pernah membandingkan diri dengan orang lain, jangan abaikan alam, dan jangan ambil hak orang, niscaya laju kapal stabil, karena suara penumpang tidak mungkin dibatalkan oleh siapa pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun