Mohon tunggu...
Dipta Harizqi
Dipta Harizqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional UPN Veteran Jakarta

Mahasiswa yang ingin terus tumbuh kembang dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Terkebirinya Demokrasi dan Ruang Kebebasan Sipil di Era Jokowi

27 Juni 2021   14:00 Diperbarui: 29 Juni 2021   12:40 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrasi dan kebebasan sipil menjadi satu kaidah yang saling berkaitan, bagaimana keduanya menjadi komponen yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, meski demikian demokrasi di sebuah negara tidak akan lenyap secara tiba-tiba, namun hal ini perlu disadari bahwa indeks demokrasi menjadi tolak ukur bagaimana sebuah negara dapat menghargai warga negaranya. Lebih lanjut demokrasi disini bukan hanya tentang sebuah sistem yang dapat diambil dari sudut pandang pemerintahan saja melainkan banyak faktor yang mempengaruhi didalamnya, mulai dari terbentuknya kultur politik yang baik, masifnya partisipasi politik, hingga kebebasan berekspresi dan berkumpul.

Memburuknya indeks demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari banyaknya ragam kepentingan dan kebijakan pemerintah yang represif, Hal ini dipicu oleh banyaknya tekanan atas kebebasan sipil melalui kekerasan dan maraknya penangkapan aktivis serta masyarakat adat. Menghadirkan suara-suara kritis terhadap jalannya pemerintah sebenarnya menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan berdemokrasi, namun kerap kali pembatasan dan pengecualian kebebasan sipil menjadi batu sandungan sehingga hal ini memunculkan pandangan bahwa otoritarianisme akan semakin menguat. Menyempitnya ruang kebebasan sipil atau yang biasa kita kenal sebagai Shrinking Civic Space menjadi bukti bahwasannya pemerintahan saat ini lebih condong kepada anti kritik yang dapat mematikan proses deliberatif.

Pemerintah yang hadir ditengah masyarakat seharusnya dapat menjadi perpanjangan tangan bagi kepentingan umum warga negaranya, akan tetapi hal ini masih belum terwujud, sebab pemerintah sendiri terkadang masih salah kaprah dalam melakukan berbagai pendekatan. Tamparan keras kemunduran demokrasi dibuktikan dari adanya hasil laporan The Economist Intelligance Unit yang menjadikan demokrasi di Indonesia menjajaki peringkat ke-64 dunia dan capaian ini merupakan satu hal yang sukar untuk diterima, sebab menjadi yang terendah dalam 14 tahun terakhir dan turning point bagi pemerintah Indonesia dalam meniti perkembangan indeks demokrasi.

Menyempitnya ruang kebebasan berkespresi juga kian marak di rasakan oleh mahasiswa yang kerap kali melakukan serangkaian diskusi ilmiah guna menanggapi suatu permasalahan yang ada, esensi dari kebebasan berekspresi sejatinya merupakan suatu upaya dalam memahami kebebasan berpikir dan pendapat orang lain baik secara sadar maupun merdeka, kita tahu bahwa terdapat peran besar yang dapat di mainkan oleh mahasiswa dengan bertumpu pada konteks Agent of Change, Social Control dan Iron Stock menjadikan mahasiswa sebagai mitra kritis pemerintah serta lokomotif kemajuan.

Pola jaminan atas kebebasan berekspresi nyatanya masih belum terwujud secara maksimal, hal ini tercermin dari adanya pembatasan dalam kebebasan berekspresi yang turut hadir dalam lingkup media sosial melalui jeratan UU ITE hingga adanya Virtual Police yang membuat masyarakat semakin terkurung dalam ketakutan untuk menyatakan pendapat serta aspirasinya. Melihat dari aspek pemerintahan yang ada saat ini, semakin sedikitnya partai oposisi juga cenderung menjadi faktor penghambat laju demokrasi, sebab merekalah yang mempunnyai fungsi dominan sebagai suatu alat yang dapat mengontrol segala kebijakan yang ada.

Peran politik yang dimainkan oleh Presiden Jokowi terkesan pragmatis, berkaca dari banyaknya kebijakan yang represif dalam ruang sipil tanpa melihat lebih jauh bagaimana dampak dan akibat yang dihasilkan. Dengan demikian hal tersebut pun sangat kontradiksi dengan pernyataan presiden Jokowi beberapa waktu lalu yang menginginkan masyarakat luas aktif dalam mengkritik kinerja pemerintah. Tindakan represif juga hadir ditengah masyarakat melalui tindakan-tindakan aparat dalam penanganan aksi massa, hal ini di yakini bahwa penggunaan kekerasan juga merupakan pilihan yang tepat dan mudah guna menyelesaikan permasalahan sosial. Lebih lanjut pemerintah seharusnya sudah mulai untuk membuka diri dengan mengedepankan hak asasi manusia dengan cara seperti membiasakan diri untuk menerima kritik hingga masukan, terlebih karena konstitusi sendiri telah memberikan jaminan dan ruang bagi seluruh masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan serta kemajuan sebuah pemerintahan.

Mewujudkan pola dan sistem demokrasi yang baik nyatanya tidak semudah yang dipikirkan, demokrasi menjadi salah satu sistem yang dinamis, hal ini mengacu pada bagaimana peran dari aktor-aktor demokrasi itu sendiri, mulai dari lingkup pemerintahan hingga masyarakat sipil. Indeks demokrasi di Indonesia yang saat ini menurun menjadi sebuah tugas besar bagi pemerintah dalam memperbaikinya, sebab hal ini juga patut diikuti oleh kontrol politik yang baik dan terbuka agar masyarakat pun dapat menciptakan ruang yang aktif dan adaptif dalam melihat arah langkah serta kebijakan yang nantinya akan dibuat, dengan begitu dapat terciptanya hubungan yang harmonis dalam membangun demokrasi agar kedepannya menjadi lebih baik lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun