Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi 95 Tahun Nahdlatul Ulama

31 Januari 2021   13:45 Diperbarui: 3 Februari 2021   07:50 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah mencatat lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) adalah untuk merespons kondisi rakyat yang sedang terjajah, mengalami problem keagamaan, dan problem sosial di tanah air. NU berkhidmat menegakkan warisan kebudayaan dan peradaban Islam yang telah diperjuangkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.

Pendirian NU digagas para kiai ternama dari Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, yang menggelar pertemuan di kediaman KH. Wahab Chasbullah di Surabaya. Pertemuan para kiai itu juga merupakan prakarsa dari K.H. Hasyim Asy’ari. Yang dibahas pada waktu itu adalah upaya agar Islam tradisional di Indonesia dapat dipertahankan sehingga perlu dibentuk sebuah wadah khusus.

Kini, setelah 95 tahun, Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam) telah menjadi sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah. (https://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama)

Kiprah NU tidak bisa dilepaskan dari pasang surut perjalanan bangsa Indonesia, sejak zaman perjuangan kemerdekaan, orde lama, orde baru hingga era reformasi saat ini. Begitu banyak tokoh-tokoh NU yang telah berjasa bagi bangsa Indonesia. Sebagai contoh diantaranya;  KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Wachid Hasyim, KH. Idham Chalid dan KH. Abdurrahman Wahid yang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia.

Penulis yang lahir pada tahun 1970-an di Pekalongan, Jawa Tengah, sejak kecil sudah terbiasa dengan tradisi ke-NU-an. Selain menempuh pendidikan di sekolah negeri, juga merasakan ngaji di pondok pesantren yang berbasis salafiyah. Pengalaman berorganisasi pernah menjalani masa kesetiaan anggota (makesta) hingga menjadi pengurus IPNU tingkat kecamatan. Proses pembelajaran dan tradisi keagamaan yang dialami sejak kecil menjadi pondasi yang kokoh untuk mencermati dinamika perkembangan zaman.

Tinggal di pedesaan dengan kultur nahdliyin yang kental dan sekarang berinteraksi di lingkungan perkotaan yang heterogen sejatinya menemui problem furu'iyah yang sama. Permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat sejak dulu sampai kini juga tidak jauh beda. Seperti yang dihadapi oleh ormas Islam lainnya, tantangan terbesar bagi NU saat ini adalah mengatasi persoalan kebodohan, kemiskinan dan kesenjangan sosial ditengah umat.

Sudah menjadi tanggungjawab dan kewajiban semua komponen bangsa, termasuk NU yang memiliki pengikut terbesar di negeri ini untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Krisis kesehatan dengan munculnya pandemi Covid-19 semakin menambah rumit persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia. Pandemi menimbulkan dampak ekonomi sosial bagi masyarakat serta mengancam eksistensi sistem pendidikan yang ada selama ini.

  • Keberadaan tokoh-tokoh NU di pemerintahan sekarang ini menjadi pertaruhan jam’iyah Nahdlatul Ulama dalam merawat kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketidakpuasan masyarakat terhadap upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi serta pengendalian harga kebutuhan pokok harus disikapi dengan bijak. Persoalan kesejahteraan sosial, penyediaan lapangan kerja, ketersediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan harus menjadi perhatian serius NU.

Terpilihnya KH Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden saat ini merupakan prestasi yang membanggakan bagi warga NU. Namun, prestasi tersebut menuntut adanya kontribusi yang nyata dalam setiap kebijakan negara dalam melayani dan mengayomi umat. Kinerja pemerintah dalam menegakan hukum dinilai masih jauh dari harapan publik. Perseteruan yang muncul ditengah masyarakat sebagai imbas dari kontestasi pemilihan presiden masih terasa dengan munculnya fenomena lovers and haters di media sosial.

Berbeda dengan masa sebelumnya, saat ini kita menyaksikan tampilnya figur-figur pemimpin di pusat dan daerah yang berasal dari kalangan nahdliyin, baik di eksekutif maupun legislatif. Mereka yang berasal dari kalangan santri, tumbuh di lingkungan pesantren, akrab dengan kultur tradisional mestinya lebih peka dengan kesulitan rakyat. Keberpihakan dan kehadiran negara dibutuhkan oleh masyarakat kecil dan lemah yang mengalami dampak paling buruk dari pandemi Covid-19.

Tradisi pengamalan agama yang sarat dengan semangat gotong royong merupakan kekuatan yang dimiliki oleh jamaah nahdliyin. Spirit ini yang harus dikembangkan oleh para pemimpin dalam merumuskan solusi atas berbagai persoalan yang ada. Nahdlatul Ulama harus mampu menjadi pelopor memperkuat persaudaraan umat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Harlah NU tahun ini mengambil tema "Menyebarkan Aswaja dan Meneguhkan Komitmen Kebangsaan”. NU sebagai organisasi sosial keagamaan, memiliki komitmen yang tinggi terhadap gerakan kebangsaan dan kemanusiaan. NU menampilkan Islam ahlussunah waljamaah ke dalam tiga pilar ukhuwah yaitu; ukhuwah Islamiyah; ukhuwah wathoniyah; dan ukhuwah insaniah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun