Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ramadan Media Komunikasi Keluarga

5 Mei 2020   12:30 Diperbarui: 5 Mei 2020   18:55 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://wijartbee.blogspot.com

Masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diberlakukan untuk meredam penyebaran virus Corona, mendorong kita lebih banyak waktu bersama keluarga. Belajar dari rumah (study from home), bekerja dari rumah (work from home) dan beribadah di rumah.

PSBB yang berbarengan dengan bulan puasa ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hubungan antar anggota keluarga. Menyemai kebersamaan agar tumbuh sumbur semangat gotong royong di rumah. Membangun saling pengertian untuk meningkatkan kesadaran dan peduli dengan lingkungan sekitar.

Kelurga adalah satuan terkecil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keluarga yang kokoh dalam ketaatan dan keimanan akan menumbuhkan semangat solidaritas dan toleransi ditengah masyarakat.

Banyak permasalahan sosial yang muncul berasal dari problem di dalam keluarga. Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seorang suami membenci istrinya dengan kebencian yang besar karena di balik kebencian itu pasti ada sesuatu yang disukainya dari sosok istrinya itu.

Pesan ini memberikan penegasan kepada kita agar senantiasa menjaga rasa cinta antar suami istri terlepas dari kekurangan yang dimilikinya. Pasangan kita saat ini adalah takdir yang ditetapkan oleh Allah SWT agar kita mampu merawat, menjaga dan membinanya secara bersama-sama untuk menggapai ridho-Nya.

Yakinlah tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa masalah, sedangkan keluarga Rasulullah saja tak pernah luput dari ujian dan cobaan permasalahan. Dahulu istri bertanggung-jawab penuh atas seluruh peran domestik rumah tangga.

Suami tidak tahu menahu dengan urusan keluarganya. Suami hanya kenal satu: mencari nafkah. Sekalipun istri bekerja mencari rezeki, maka bebannya bertambah dua kali lipat sebab urusan domestik tetap dipikul ke pundaknya.

Sekarang kondisinya berimbang, suami-suami terlibat dalam urusan domestik; suami aktif di dapur, mengasuh anak, membersihkan rumah, rapat wali murid, dan sebagainya.

Mungkin pendidikan terhadap suami mulai berhasil, atau suami sudah tidak tega dengan beban berat istrinya. Padahal dulunya seorang istri bisa dihina karena suaminya kedapatan menyapu di halaman rumah.

Gejala lain juga muncul, seperti suami rumah tangga yang sepenuh hati mengurus rumah tangga dan urusan mencari nafkah berbalik tumpah kepada istrinya. Sudah mulai terbiasa kita mendengar suami berkata, "Maaf tak bisa ikut rapat masjid lagi mengasuh anak, maklum yang cari nafkah istri."

Sejatinya Rasulullah sudah mengamalkan keseimbangan ini, yaitu rumah tangga memang tanggung jawab berdua. Makanya Rasul ikut memasak, menjahit pakaian, menambal sandal dan sebagainya. Anggap saja sekarang ini para suami sedang semangat meneladani Rasulullah. Namun bersalin peran antara suami menjadi istri akan merusak keseimbangan itu. Disinilah dibutuhkan pengertian dan menjaga espek antar suami dan istri, meski dalam keadaan sulit. (https://www.farah.id/read/2019/01/04/269/12-problem-rumah-tangga-masa-kini-dan-solusinya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun