Setiap muncul virus baru, para peneliti virus mempunyai tugas yang berbeda-beda dalam menemukan obatnya. Ada yang bertugas menuliskan deret genomnya (genome sequencing). Ada yang menganotasi bagian dari deret genom apakah mirip dengan yang sudah pernah ada (protein annotation). Ada yang mencari tahu apa fungsi masing-masing anotasi, dan seterusnya. Sampai akhirnya peneliti kemoinformatika bisa mengusulkan obat yang misalnya membuat virus berhenti menyuruh membuat toksin.
Dari sini dimulailah proses drug design yang biasanya berlarut-larut. Pakar biostatistik berperan penting di sini untuk menilai efikasi dari obat. Misalnya sebagian penderita diberikan kandidat obat, sebagian lagi diberikan obat pura-pura (placebo) tanpa sepengetahuan pasien. Kalau yang diberi obat sembuh dan tidak diberi obat tidak sembuh, dan jumlah eksperimen cukup banyak, obat baru bisa dirilis.
Agar bisa memprediksi kandidat obat COVID-19, mari kita investigasi komponen COVID-19.
Komponen COVID-19
Covid-19 adalah virus berukuran 50-200 nanometer (1 nanometer = 1 meter dibagi 1 milyar). Tentunya masker kain ataupun masker bedah, apalagi slayer, tidak akan menjamin Anda pasti terbebas dari virus ini karena terlalu kecilnya. Virus bukanlah makhluk hidup. Virus mulai hidup kalau sudah masuk ke sel penderita.
Pada dasarnya virus itu sendiri berupa RNA yang panjangnya 30 ribu "huruf RNA". RNA virus diselimuti oleh protein-protein yang mempunyai tugas masing-masing. Ada protein yang bertugas melindungi RNA virus, ada yang bertugas menyerang sel manusia, ada yang masih misterius sampai sekarang. Mari kita bahas satu-satu per komponen.
1. Spike: Jangkarnya COVID-19
Spike berfungsi seperti jangkar kapal untuk mencantolkan amplop covid ke calon penderita. Bentuknya mirip mahkota, makanya namanya corona virus. Membran sel dari organ dalam manusia dikelilingi oleh yang namanya enzim ACE2. Dan ACE2 ini menjadi magnet sekaligus gerbang pintu masuk coronavirus ke sel paru-paru manusia sambil bilang "Monggo nyantol mas Spike, mau minum apa? Kopi? teh?"