Informasi dan komunikasi selalu berperan dalam bidang pertanian. Sejak orang mulai bisa bercocok tanam, memelihara ternak, dan menangkap ikan, orang saling mencari informasi satu sama lain. Misalnya; Apa strategi bertanam yang paling efektif di lereng curam? Di mana saya bisa membeli bibit atau pakan yang lebih baik pada musim ini? Bagaimana saya bisa mendapat sebidang tanah? Siapa yang mau membayar harga tertinggi di pasar? Bagaimana saya bisa mendapat kredit pemerintah?
Produsen/petani/peternak/nelayan lazimnya kesulitan untuk mendapat jawaban atas pertanyaan tersebut, walaupun pertanyaan-pertanyaan ini selalu muncul setiap musim. Petani di desa, walaupun telah menanam komoditas yang sama sejak dulu, namun seiring berjalannya waktu, pola cuaca dan kondisi tanah berubah, wabah, hama dan penyakit silih berganti.
Informasi yang terbarukan sebetulnya memungkinkan petani untuk mengatasi dan bahkan mendapat keuntungan dari perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya. Namun menyediakan informasi yang selalu terbarukan dan akurat semacam itu sering kali adalah tantangan, karena sifat pertanian yang sangat terlokalisasi, itu berarti informasi harus disesuaikan secara spesifik untuk setiap kondisi yang ada.
Terlepas dari TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), pertanian itu sendiri menghadapi tantangan baru dan berat. Kenaikan harga pangan telah memaksa lebih dari 40 juta orang masuk kategori miskin sejak 2010, intervensi yang lebih efektif sangat penting dalam pertanian (Bank Dunia 2011).
Populasi global yang terus tumbuh, yang diperkirakan mencapai 9 miliar pada tahun 2050, telah meningkatkan permintaan makanan dan menambah tuntutan dan tekanan pada sumber daya yang sebelumnya sudah rapuh. Memberi makan populasi sebanyak itu akan membutuhkan peningkatan produksi pangan sebesar 70 persen (FAO 2009).
Memenuhi kebutuhan pangan untuk populasi yang bertambah hanyalah satu alasan mengapa pertanian sangat penting bagi stabilitas dan perkembangan global. Hal ini juga penting karena salah satu cara paling efektif untuk mengurangi kemiskinan adalah berinvestasi dan melakukan perbaikan di sektor pertanian.
Bahkan setelah bertahun-tahun masa industrialisasi dan berkembangnya sektor jasa, pertanian masih menyumbang sepertiga dari produk domestik bruto (PDB) dan tiga perempat lapangan kerja di sub-Sahara Afrika. Lebih dari 40 persen angkatan kerja di negara-negara dengan pendapatan per kapita US $ 400 sampai 1.800 berada di bidang pertanian (Bank Dunia 2008).
Karena pertanian menyumbang sebagian besar kegiatan mata pencaharian bagi orang miskin, sektor pertanian juga merupakan sektor yang paling menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada masyarakat miskin. Faktanya, pertanian sekitar empat kali lebih efektif dalam meningkatkan pendapatan kaum miskin daripada sektor lainnya (Bank Dunia 2008). Tidak kalah pentingnya, pertanian yang lebih baik juga berdampak langsung pada mengatasi kelaparan dan kekurangan gizi, pertumbuhan anak yang terhambat, dan lemahnya kandungan ibu.
Dengan adanya tantangan tersebut, datanglah TIK pada waktu yang tepat. Revolusi hijau sangat meningkatkan produktivitas pertanian. Namun, ada kebutuhan akan sebuah revolusi baru yang dapat menurunkan harga pada tingkat konsumen (melalui pengurangan limbah dan manajemen rantai pasok yang lebih efisien), berkontribusi pada pertanian "cerdas", dan memberi insentif kepada petani (misalnya melalui pendapatan yang lebih tinggi) untuk meningkatkan produksinya.
Pemangku kepentingan di sektor publik dan swasta telah lama mencari solusi efektif untuk mengatasi tantangan jangka panjang dan jangka pendek di bidang pertanian, termasuk bagaimana menjawab kebutuhan informasi petani yang sangat banyak. TIK adalah salah satu solusinya, dan baru-baru ini menunjukkan potensi luar biasa untuk memperbaiki pertanian di negara-negara berkembang khususnya.
Teknologi telah mengalami lompatan besar, hasilnya adalah penurunan biaya pengadaan dan konsumsi energi untuk menyimpan dan menganalisis data pertanian dan data ilmiah. Dengan industri mobile, nirkabel, dan internet yang sedang booming, TIK menemukan pijakannya bahkan di lahan petani kecil dan dalam aktivitas sehari-hari mereka.