Mohon tunggu...
Dhani Suganda
Dhani Suganda Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Kotor oleh Oknum Tersohor

5 September 2016   23:12 Diperbarui: 5 September 2016   23:33 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dinegara ini ada yang unik dari kata “Pesta”. Pesta bukan sembarang pesta,kali ini menyangkut hajat hidup orang  banyak,serta menentukan masa depan dan keberhasilan suatu daerah yang berkecimpung didalamnya. Kenapa? Karena pesta ini dimainkan langsung oleh rakyat yang kemudian hasilnya akan kembali pula kepada rakyat yang sering disebut Demokrasi. 

Demokrasi hanyalah sebatas sistem sekaligus kurikulum yang sangat mendasar untuk melaksanakan pesta yang telah disebut pada awal tadi. Jika disandingkan kata pesta dan demokrasi, barulah muncul makna tersirat yang mengandung unsur bahwa pesta demokrasi berarti segala sesuatu yang dilakukan rakyat yang bertujuan untuk memenuhi kehendak mereka. Kehendak disini diartikan sebagai hal yang mereka inginkan dan akan mereka julang setinggi-tingginya. Jelas saja, karena di dalam pesta demokrasi rakyat dibebaskan untuk memiliki keinginan yang tidak dibatasi (sesuai hati nurani).

     Pesta demokrasi adalah sebuah kalimat yang rumit yang pada buntutnya akan sama saja dengan kata Pemilu. Pemilu adalah sebuah singkatan dari Pemilihan umum yang menjadi sarana khalayak ramai untuk meluangkan sejenak waktu mereka untuk bersuara banyak dalam bilik kotak berisikan paku atau spidol yang bertujuan untuk memilih pujaan hati mereka yang mereka dambakan sejak pertama bertemu dipinggir jalan dalam sebuah baliho dan bertatap muka langsung pada saat orasi atau kampanye. 

Singkat cerita, orang yang mereka puja adalah orang yang bertarung memperebutkan kursi panas bak hampir meleleh didalam pemerintahan tertinggi yang menginginkan kekuasaan didalam sebuah genggaman.Pemilu ini tidak pernah sepi pengunjung, dikarenakan kedatangannya yang jarang sekali membuat orang-orang menyambutnya dengan antusias.

     Tetapi sayangnya momentum pemilu era ini menjadi terlihat kotor yang disebabkan oleh oknum yang menamai diri mereka sebagai tim pemenangan. Tim ini mempunyai tugas untuk memenangkan calon yang mereka pegang dengan segala cara yang tidak menutup kemungkinan termasuk cara yang dihalalkan oleh mereka sendiri (illegal to legal). “Money is everything” menjadi prinsip bagi calon dan tim pemenangan untuk mengubah paradigma masyarakat untuk bersuara diluar hati nurani mereka.

 Politik uang ini sudah menjadi strategi jitu dalam memikat jiwa para pemilih untuk mengikuti apa yang mereka kehendaki. “Jangan ada dusta diantara kita” mungkin cocok untuk mengungkapkan bahwa jika pemilih sudah diberi uang, mereka akan tau caranya membalas budi kepada calon yang telah memberinya uang, mereka tidak akan mendustai hati mereka sendiri, karena si calon berkata bahwa, jika uang sudah diberikan, maka hak suaramu menjadi milikku seutuhnya. 

Ditambah dengan fenomena “Serangan fajar” yang menjadi puncak dari politik uang tersebut, dimana oknum memanfaatkan keheningan untuk memecah kebuntuhan akal pemilih sehingga pada pagi harinya para pemilih akan terus kepikiran pesan yang disampaikan oleh oknum yang sekaligus memberikannya uang. Oleh karena itu, kegiatan ini menjadi sangat efektif dan diprediksi akan terus dilakukan pada setiap pemilu.

     Dilansir dari fenomena tersebut, jelaslah bahwa pemilu saat ini sudah sarat akan kecurangan dan kesimpangsiuran. Jati diri Indonesia sebagai negara dengan semangat pesta demokrasi sangat tercoreng serta yang lebih parah adalah fase dimana hak suara bisa dibeli dengan mudahnya. Hal ini tidak mencerminkan azas-azas pemilu indonesia yang bebas dimana sekarang kebebasan sudah menjadi kebutaan dimana orang tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta kerahasiaan dewasa ini hanyalah omong kosong, padahal sejatinya pemilu ini bertujuan untuk menentukan masa depan suatu wilayah. 

Menurut Ali Moertopo, Pemilu adalah sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya sesuai dengan azas-azas yang ada dalam UUD 1945. Paparan ahli tersebut tampaknya sangat bertolak belakang dengan keadaan pemilu diindonesia yang mana sistem demokrasi yang elite sudah jauh terlupakan, kedaulatan sudah mulai mengendur seiiring maraknya politik uang yang sangat tidak cocok diterapkan diIndonesia yang notabene memiliki peraturan yang sangat kuat.

     Dalam hal pemilu, baik itu pelaksanaan maupun sistemnya Indonesia mungkin terbaik didunia bahkan Indonesia mempunyai partisipasi terbaik pula dalam pemilu sendiri. “Money politik” hanyalah sebuah gangguan dari oknum yang tidak tau makna pemilu sebenarnya. Indonesia sebagai negara hukum hanya perlu membuat sebuah peraturan yang lebih ketat untuk membasmi segala bentuk kecurangan yang ada dalam pemilu, tidak perlu untuk mengubah sistem dari pemilu karena sekalipun sistemnya diubah kecurangan masih tidak bisa dihindarkan. Oleh karena itu, tindakan yang tegas sangat diperlukan untuk membuat pemilu menjadi tenteram dan adil demi untuk mewujudkan masyarakat madani serta pemerintahan yang bisa bermaktub pada Pancasila dan UUD 1945.

 Sumber                                                                                      

Nama    : Dhani Suganda

Nim       : 07031181621189

Kelas     : A

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Dosen   : Nur Aslamiah Supli, Biam. M.Sc

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun