Mohon tunggu...
Dhani Irwanto
Dhani Irwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Peneliti

Dhani Irwanto adalah seorang insinyur sipil hidro dan lebih dikenal sebagai perencana dan ahli dalam hidrologi, struktur hidrolik, bendungan dan tenaga air, profesi yang melibatkan lintas disiplin yang telah hidup selama lebih dari tiga dekade. Selain kehidupan profesionalnya, ia juga seorang peneliti sejarah bangsa dan peradaban, didorong oleh lingkungan, kehidupan sosial, budaya dan tradisi di wilayah tempat ia dibesarkan. Kehadirannya yang kuat di internet telah membuatnya terkenal karena ide-idenya tentang prasejarah dan peradaban kuno. Dhani Irwanto adalah penulis buku "Atlantis: The Lost City is in Java Sea" (2015), "Atlantis: Kota yang Hilang Ada di Laut Jawa" (2016), "Sundaland: Tracing the Cradle of Civilizations" (2019) , "Land of Punt: In Search of the Divine Land of the Egyptians" (2019) dan "Taprobana: Classical Knowledge of an Island in the Opposite-Earth" (2019). Dhani Irwanto lahir di Yogyakarta, Indonesia pada tahun 1962. Saat ini ia adalah pemilik dan direktur sebuah perusahaan konsultan yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kopi dan Muasalnya yang Masih Tanda Tanya

11 Maret 2021   02:52 Diperbarui: 11 Maret 2021   03:03 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukti yang dapat dipercaya dan  paling awal tentang minuman kopi atau pengetahuan tentang pohon kopi muncul di pertengahan abad ke-15, di biara Sufi Yaman. Al-Jaziri (1587) menuliskan bahwa seorang Syekh Jamal-al-Din al-Dhabhani, mufti Aden, adalah orang pertama yang mengadopsi penggunaan kopi (sekitar 1454). Dia menelusuri penyebaran kopi dari Arabia Felix (sekarang Yaman) ke utara ke Mekah dan Madinah, dan kemudian ke kota-kota besar Kairo, Damaskus, Baghdad dan Konstantinopel.

Yaman diakui sebagai penghasil kopi komersial pertama di dunia dan tempat penemuan kopi, tetapi muasal kopi di bagian selatan Jazirah Arab ini hanyalah spekulasi belaka. Tidak ada yang benar-benar ditulis tentang asal muasal kopi sebelum abad ke-16, tetapi saat ini kebenaran tampaknya telah hilang. Ada banyak dongeng, yang sering dikutip oleh para penulis unggul, mengatakan bahwa kopi berasal dari Ethiopia, tetapi tanpa bukti faktual. Dongeng-dongeng tersebut baru ditulis mulai 1671, lebih dari dua abad setelah pemanfaatan kopi pertama kali diketahui.

Penggalian arkeologi pada tahun 1998 di Emirat Ras al-Khaimah, terletak di dekat Dubai di pantai Teluk Arab, telah mengungkapkan biji kopi pada lapisan-lapisan tanah yang berasal dari awal abad ke-12, yang berarti 250 tahun lebih tua dari waktu kapan yang selama ini diyakini telah menjadi bahan minuman dan diperdagangkan. Pecahan tembikar Cina dan Islam yang diimpor ditemukan dalam lapisan yang sama bersamaan dengan biji-bijian gandum, jelai, zaitun, semangka dan buncis. Biji kopinya dapat terawetkan karena biji tersebut telah terkarbonisasi melalui pemanggangan. Tampak jelas bahwa biji kopi telah menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan pada awal abad ke-12.

Sejauh ini belum ada studi genetik yang komprehensif dan global terkait muasal kopi. Penelitian yang ada belum dapat membuktikan dari bagian dunia mana kopi berasal.

Kopi di Indonesia

Indonesia adalah produsen kopi terbesar keempat di dunia saat ini, setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Budidaya kopi komersial di Indonesia dimulai pada akhir 1600-an dan awal 1700-an, pada awal masa penjajahan Belanda. Kendati demikian, Belanda bukanlah orang yang memperkenalkan kopi di Indonesia. Catatan sejarah mengungkapkan bahwa pemanfaatan kopi sudah ada di Indonesia sebelum Belanda menerapkan sistem budidaya kopi (“cultuurstelsel”).

Biji kopi merupakan salah satu isi ‘peripih’ (wadah batu yang terletak di dasar candi) di kompleks Candi Plaosan abad ke-9 di Jawa, bersama dengan biji padi, jagung dan jelai (Sumijati Atmosudiro et al 2008 dan BPCB Jawa Tengah). Hal ini mengungkapkan bahwa kopi merupakan tanaman penting di daerah itu pada abad ke-9.

Kopi telah disebutkan dalam sebuah prasasti yang tertulis dalam lempengan tembaga dalam bahasa Kawi, ditemukan di Surabaya dan bertarikh 856 Masehi, seperti yang ditulis oleh Norbert Pieter Berg dalam “Historical-statistical Notes on the Production and Consumption of Coffee” pada 1880. Disebutkan bahwa biji kopi dikenal dengan nama “wiji kawa” (berarti “biji kawa”).

Kopi merupakan salah satu jenis jamuan yang disajikan kepada para tamu pada masa Kekaisaran Majapahit (1293 sampai kira-kira 1527) seperti yang ditulis oleh Constantinus Alting Mees dalam “De Kroniek Van Koetai” pada 1935. Dikisahkan bahwa ketika Maharaja Kutai berkunjung ke istana Majapahit, sebuah minuman disebut “kahwa” disajikan dalam  suatu jamuan malam, yang kemudian diketahui sebagai kopi.

Kopi telah dibudidayakan secara luas di bagian barat Sumatera sebelum Belanda datang untuk menerapkan sistem budidaya kopi di daerah tersebut, sebagaimana ditulis oleh William Marsden dalam “The History of Sumatra” pada tahun 1784. Masyarakat tidak menggunakan biji kopi melainkan daunnya untuk diseduh dengan air dalam tradisi yang dikenal sebagai “minum kopi daun”, yang masih berlangsung hingga saat ini. Tradisi ini juga disebutkan oleh Eduard Douwes Dekker (Multatuli) dalam “Max Havelaar” pada tahun 1860.

Pohon kopi berumur 200 – 300 tahun telah dijumpai di bagian selatan Pulau Sulawesi pada tahun 1920, sebelum Belanda memperkenalkan kopi disana pada tahun 1030-an (Antony Wild 2019 dalam “Sunday Times” Srilanka).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun