Kisah Atlantis
Kisah Atlantis datang kepada kita dari Timaeus dan Critias, dialog Socrates, yang ditulis pada sekitar 360 SM oleh Plato. Ada empat orang di suatu pertemuan yang telah bertemu hari sebelumnya mendengarkan Socrates menggambarkan mengenai negara yang ideal. Socrates ingin Timaeus dari Locri, Hermocrates, dan Critias untuk menceritakan kisah-kisah tentang interaksi Athena dengan negara-negara lain. Yang pertama adalah Critias, yang berbicara tentang pertemuan kakek moyangnya dengan Solon, salah satu dari tujuh orang bijak, seorang penyair Athena dan penata hukum yang terkenal. Solon pernah ke Mesir dimana pendeta disana membandingkan Mesir dengan Athena, dan bercerita tentang dewa-dewa dan legenda masing-masing. Salah satu kisah pendeta Mesir tersebut adalah tentang Atlantis.
Atlantis, yang kemungkinan adalah sebuah legenda mengenai bangsa dan daratan dan disebutkan dalam dialog Plato Timaeus dan Critias, telah menjadi obyek daya tarik di kalangan filsuf Barat dan sejarawan selama hampir 2.400 tahun. Plato (ca 424 -Â ca 328 SM) menggambarkannya sebagai kerajaan yang kuat dan maju yang tenggelam, di malam hari, kedalam laut sekitar 9.600 SM.
Plato (melalui karakter Critias dalam dialog-dialognya) menggambarkan Atlantis sebagai daratan yang lebih besar dari gabungan Libya dan Asia Kecil, terletak tepat di sebelah Pilar Herkules. Atlantis memiliki budaya yang canggih dan diduga memiliki konstitusi mirip dengan yang diuraikan dalam "republik"-nya Plato. Mereka dilindungi oleh dewa Poseidon, yang mengangkat anaknya Atlas menjadi raja pertama dan memberi nama daratannya Atlantis. Setelah Atlantis tumbuh kuat, etika mereka menurun. Tentara mereka dapat menaklukkan Afrika sejauh Mesir dan Eropa sampai Tirenia (Lebanon sekarang) sebelum dihalau kembali oleh aliansi yang dipimpin oleh Athena. Kemudian, atas kutukan dewa, daratan itu dilanda gempa bumi dan banjir, dan tenggelam ke dalam laut yang berlumpur.
Menurut Critias, Solon dalam menuliskan puisinya perlu mengartikannama-namadalam bahasa dan pengetahuan masyarakat Athena pada masa itu; dan ketika menyalin nama-nama itu kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Yunani. Jadi, nama-nama termasuk Poseidon, Herkules, Atlas, Athena, Mesir, Libya, Tirenia dan Eropa adalah nama-nama terjemahan dari nama asli yang menurut Critias masih disimpannya.
The Republic, sebuah karya seminal Plato yang lain, menguraikan tentang ideologi sebuah negara yang sempurna, dimana penguasanya adalah para filsuf. Karya tersebut ditulis pada awal tahun dimana Plato mendirikan sebuah akademi pada ca 386 SM. Lembaga ini pada dasarnya adalah jawaban Plato atas situasi kebobrokan politik pada saat itu, untuk melatih para filsuf agar menjadi penguasa Athena di kemudian hari. Dialog Critias adalah respon langsung Plato terhadap ambisi Socrates mengenai sebuah negara yang ideal, yang tentu saja adalah "republik"-nya Plato. Intinya, kisah Atlantis menjadi sebuah ilustrasi tentang bagaimana sebuah negara yang ideal, dalam hal ini adalah Athena, untuk melawan negara tetangganya yaitu Atlantis. Dengan demikian, dialog Timaeus dan Critias yang mencakup kisah mengenai Atlantis, harus dibaca dengan latar belakang The Republic.
Kisah Atlantis yang diceritakan oleh pendeta Mesir mungkin pernah benar-benar ada tetapi Plato telah mendistorsi fakta-faktanya untuk mendukung ideologi sebuah negara yang ideal seperti dalam The Republic, atau menambahkan beberapa hiasan dari aspeknya sendiri ataupun diambil dari legenda lainnya. Plato mewujudkan Athena sebagai bagian dari cerita untuk menunjukkan tindakan Athena yang terbesar dan paling mulia, yang mungkin adalah negara lain dalam mitos yang diceritakan oleh pendeta Mesir, tersusun dari catatan dalam register suci yang tersimpan di kuil-kuil mereka. Orang Mesir dikatakan telah menyimpan catatan dan tradisi yang paling kuno.
Pra-sejarah Mesir mulai dikenal pada periode Neolitik, dimulai kira-kira 6.000 SM atau 8.000 tahun yang lalu. Namun, 9.000 tahun sebelum Solon atau 11.600 sebelum sekarang berada di luar rentang sejarah Mesir. Kita bisa berspekulasi bahwa Mesir kuno yang diceritakan oleh pendeta Mesir tersebut sebenarnya adalah kelompok etnis primordial yang merupakan nenek moyang mereka sebelum banjir besar dan bencana yang lainnya. Etnis Mesir kuno adalah diantara para pengungsi dan korban bencana; kemudian bermukim kembali di daratan yang sekarang disebut Mesir. Dalam penyelamatan, mereka membawa catatan dan register, dan selanjutnya disimpan dalam kuil-kuil mereka. Studi linguistik dan alfabet budaya Rejang di Sumatera barat daya yang dilakukan oleh antara lain Sir Thomas Stamford Raffles (1817), J Park Harrison (1896), EEEG Schroder (1927) dan MA Jaspen (1983) menunjukkan beberapa korelasi bahasa dan alfabet Rejang dengan bahasa dan alfabet Fenisia dan Mesir kuno. Indonesia kuno memiliki pengetahuan untuk membangun piramida seperti halnya Mesir kuno; piramida Gunung Padang di Jawa Barat yang diperkirakan mulai dibangun 23.000 SM atau sebelumnya diklaim lebih tua dari yang di Mesir.
Keberadaan Atlantis ini didukung oleh fakta bahwa kisah tersebut diuraikan dengan amat terinci, terutama dalam Critias. Selain itu, berbagai kondisi, peristiwa dan benda-benda seperti iklim dua musim, banjir [tsunami], orichalcum, fitur geografis, banteng [kerbau] dan hasil bumi yang tidak dikenal oleh Plato juga dijelaskan dalam kata-kata yang rinci dan panjang. Pengetahuan baru akhir-akhir ini mengenai kenaikan permukaan laut pada Zaman Es, Zaman Pasca Es dan penenggelaman daratan yang terjadi hampir tepat pada kurun waktu yang diceritakan oleh Plato juga menjadi bukti kuat untuk kebenaran dari kisah tersebut.
Atlantis di Laut Jawa