Lumajang. Kabupaten yang berada di sebelah selatan pulau jawa ini merupakan wilayah yang dikelilingi oleh gunung maupun pegunungan.Â
Daerah dengan sejuta potensi sumber daya alam terutama pada sektor agrikultur merupakan definisi tepat untuk menggambarkan KabupatenJadi bukanlah hal yang mengherankan apabila jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Lumajang ini sangat suportif untuk pengembangan sektor agrikultur.Â
Wilayah dengan luas 179.090 ha ini menyimpan sumber daya pada sektor agrikultur yang sangat menjanjikan. Dengan padi masih menjadi komoditas utama sebagai penyokong ketahanan pangan dan pisang menjadi komoditas unggulan.
Menurut para ahli dalam sektor agrikultur, tanah di Kabupaten Lumajang sangat cocok untuk perkembangan tanaman pisang. Bahkan pisang menjadi salah satu identitas kota ini sendiri.Â
Varietas pisang yang menjadi unggulan di daerah ini adalah pisang mas kirana yang bahkan meskipun ditanam di daerah lain kualitas buahnya tidak akan sebaik apabila pisang tersebut ditanam di tanah Kabupaten Lumajang.
Julukan seribu ranu pun juga didapatkan oleh Kabupaten Lumajang mengingat banyaknya ranu di kaki gunung yang mendukung dalam sektor agrikultur daerah ini. Tetapi dari banyaknya kelebihan tersebut, terdapat permasalahan kompleks yang dihadapi masyarakat Kabupaten Lumajang. Masalah tersebut adalah penambangan pasir liar.
Dikarenakan daerah ini dikelilingi oleh gunung, sumber daya pasir yang melimpah dengan kualitas pasir besinya yang terkenal, menjadikan daerah ini bagaikan surga bagi para penambang pasir. Tetapi masih ada saja oknum oknum tertentu yang memanfaatkan keadaan ini untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan dampak kedepanya.Â
Eksploitasi pasir yang berlebihan bahkan tanpa mendapatkan izin resmi dari pemerintah setempat merupakan masalah yang serius. Pasalanya penambangan pasir yang tanpa pertimbangan ini mengganggu masyarakat setempat bahkan pada sektor agrikultur sendiri, dimana penambangan pasir yang tanpa pertimbangan ini merusak kualitas tanah dari ladang ladang dan sawah warga disekitarnya.
Bahkan, jalan yang telah disediakan oleh pemerintah untuk para penambang pasir ini tidak dimanfaatkan dengan optimal, mereka para penambang pasir lebih memilih melewati jalan umum masyarakat setempat yang kapasitasnya tidak memadai untuk lalu lintas truk pasir dengan beban yang besar.Â
Sehingga jalan lingkungan warga menjadi cepat rusak bahkan pernah terdapat kasus jembatan yang roboh. Kemudian para penambang pasir ini memperbaiki jembatan tersebut tetapi memberlakukan tarif kepada kmasyarakat setempat tanpa adanya kejelasan mengenai alokasi dana tersebut atau bisa disebut dengan pungli.