Infrastruktur merupakan suatu kebutuhan pokok sebuah negara. Infrastruktur disini dapat berupa fasilitas-fasilitas fisik yang dibutuhkan masyarakat dan terus dikembangkan untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi (Stone, 1974 Dalam Kodoatie,R.J.,2005). Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa infrastruktur merupakan suatu sistem fisik untuk memenuhi kebutuhan tingkat dasar manusia dalam aspek sosial dan ekonomi. infrastruktur mempunyai suatu sistem yang didefinisikan sebagai struktur dasar atau fasilitas yang berfungsi sebagai pendukung utama sistem sosial dan ekonomi.
Oleh karena sangat krusialnya peran infrastruktur terhadap aspek sosial dan ekonomi suatu negara, maka negara negara di dunia saat ini sedang gencar gencarnya melakukan pembangunan terhadap infrastruktur dan aspek penunjangnya. Tidak terkecuali di kawasan ASEAN. Meskipun kawasan ASEAN mayoritas diduduki oleh negara berkembang tetapi saat ini negara negara di kawasan ASEAN juga tidak mau kalah dalam pembangunan infrastruktur untuk menunjang kesejahteraan masyarakatnya.
Tetapi dalam penerapanya, pembangunan infrastruktur tidak lepas dari berbagai permasalahan rumitnya. Permasalahan yang paling sering terjadi dalam pembangunan infrastruktur adalah masalah keterbatasan biaya. Karena infrastruktur dikelola dan diadakan oleh pemerintah. Maka sering kali pemerintah mengalami keterbatasan dana dalam operasionalnya. Untuk itu perlu adanya suatu penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
PPP atau public private partnership merupakan suatu solusi dari permasalahan tersebut. PPP atau lebih dikenal di Indonesia dengan sebutan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) adalah sebuah bentuk kerja sama antar pemerintah selaku penyedia sektor publik dan swasta. Kerja sama ini bersifat menguntungkan dua belah pihak dalam hal penyediaan sektor publik. Dengan adanya KPS ini maka berguna untuk mewujudkan ketersediaan, kecukupan, kesesuaian dan keberlanjutan infrastruktur pembangunan nasional, dan kesejahteraan masyarakat meskipun adanya keterbatasan dana dari pemerintah. Keuntungan yang didapatkan pemerintah adalah dapat menjamin kesejahteraan masyarakat dan tetap melanjutkan pembangunan dengan menggandeng pihak swasta. Sedangkan keuntungan yang akan didapatkan oleh pihak swasta adalah berupa kontrak dan juga rancangan kerja yang telah disepakati bersama sebelumnya.
PPP atau kps ini sendiri sebenarnya telah lama dikembangkan dan di implementasikan skemanya oleh negara-negara eropa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan mendongkrak kemajuan dinegaranya. Diperkiraan dimulai pada 1990 di negar negara maju dan selanjutnya diikuti oleh negara-negara berkembang.
Di indonesia sendiri PPP sudah mulai digalakkan dengan dikeluarkanya Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005. Kompleksitas dalam jenis dalam penyelenggaraan PPP pun juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Dimana terdapat berbagai resiko yang harus dihadapi yang sebenarnya sangat sebanding dengan benefit yang akan didapatkan apabila penerapan public private partnership terlaksana sesuai rencana.
Berbagai resiko yang dapat terjadi dalam penggunaan skema PPP dalam pembiayaan pembangunan yaitu pembiayaan desain dan juga konstruksi yang tidak dapat dibilang kecil, permintaan atau negosiasi dari pihak swasta atau kontraktor yang melenceng dari rencana awal, dapat terjadi suatu benturan dengan peraturan perundangan yang berlaku, juga rentan terjadi kesenjangan antara hak dan kewajiban antara pemerintah dan swasta.
Hal tersebut menjadi pertimbangan berat bagi pemerintah tentang bagaimana cara memaksimalkan manfaat yang didapatkan dan meminimalisir terjadinya resiko - resiko yang dapat terjadi dalam pembangunan pembiayaan melalui skema Public Private Partnership. Penerapan kebijakan mengenai ketentuan bagaimana berjalanya Public Private Partnership tidak akan berjalan dengan maksimal apabila dalam penyelenggaraanya terdapat penyelewengan ataupun penyalahgunaan kebijakan. Maka dari itu perlu adanya kesadaran tentang bagaimana Public Private Partnership tersebut sebenarnya dapat memperbaiki ekonomi negara dan bertujuan utama untuk kesejahteraan masyarakat.
Terlepas dari segala persoalan tentang bagaimana kompleksitas Public Private Partnership tersebut dijalankan, kita akan lebih jauh membahas tentang bagaimana tercapainya efektivitas penggunaan APBN dalam pembangunan infrastruktur melalui Public Private Partnership tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberlangsungan perekonomian negara melalui APBN seringkali mengalami defisit meskipun hal tersebut masih berada dalam tahap wajar jika dibandingkan dengan jumlah GDP negara. Dengan adanya skema Public Private Partnership tersebut diharapkan penggelontoran dana dalam pembangunan infrastruktur negara dapat dikurangi namun tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tetap tercapai karena adanya kontribusi sektor swasta yang mampu mendorong tercapainya tujuan tersebut. Sehingga alokasi dana APBN dapat lebih dimaksimalkan pada sektor yang lebih urgent.
Berbagai contoh penerapan PPP telah banyak dilakukan di Indonesia dalam menangguangi ketrerbatasan dana yang dialami oleh pemerintah. Salah satu contoh contohnya adalah penerapan skema Public Private Partnership di Kota Bandung untuk mewujudkan progam Bandung Juara. Sebagaimana dijelasakan tadi lagi lagi keterbatasan dana, sumber daya manusia, dan teknologi menjadi dorongan untuk menjalankan mekanisme Public Private Partnership demi mencapai tujuan pemerintah dalam memenuhi kewajiaban sebagai penjamin aspek sosial ekonomi masyarakat dan juga memastikan bahwa pelayanan publik dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
Berbagai kontribusi swasta dalam upaya tercapainya “Bandung Juara” dengan penerapan mekanisme PPP dengan baik tentunya bergantung kepada bagaimana pemerintah meyakinkan, saling percaya dan melakukan kerjasama yang strategis demi tercapainya keuntungan pada kedua belah pihak tanpa adanya penyudutan dan ketidakterbukaan antar kedua belah pihak dikarenakan seharusnya antara pemerintah sebagai penyedia sektor publik dan pihak swasta saling melengkapi dan bukan saling berkompetisi dalam mencapai tujuan bersama.