Mohon tunggu...
Dhamar Abdussalam
Dhamar Abdussalam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN khas jember

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan islam sebagai upaya menanggulangi kemiskinan dan pengangguran

16 Desember 2024   19:17 Diperbarui: 16 Desember 2024   19:16 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pengangguran dan Kemiskinan
Pengangguran
Definisi Pengangguran
Menurut Skillno (1994), pengangguran mengacu pada situasi di mana seseorang  dalam angkatan kerja (15-64 tahun) ingin mencari pekerjaan tetapi tidak dapat menemukannya. Pengangguran adalah keadaan di mana Anda ingin bekerja tetapi tidak dapat mendapatkan pekerjaan.
Pengangguran adalah seseorang yang sudah bekerja dan ingin mencari pekerjaan, namun belum mendapatkan pekerjaan (Mahdar, 2015). Selain itu, Mahdan (2015) mendefinisikan pengangguran sebagai sebagian angkatan kerja  yang  secara aktif mencari pekerjaan pada  tingkat upah tertentu tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang mereka inginkan.
Pengangguran merupakan suatu tindakan yang dilakukan ketika seseorang tidak mempunyai pekerjaan namun aktif mencari pekerjaan dalam empat minggu terakhir  (Kaufman dan Hotchkiss, 1999). Dengan kata lain, pengangguran adalah situasi di mana seseorang yang bekerja ingin mencari pekerjaan tetapi tidak mampu melakukannya.
Dalam ilmu kependudukan (demografi), pengangguran adalah orang yang sedang mencari pekerjaan, termasuk kelompok penduduk yang disebut angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari penduduk berumur 15 sampai 64 tahun yang  sedang mencari pekerjaan berdasarkan dua kategori umur, sedangkan  yang tidak mencari pekerjaan adalah tidak bekerja. Oleh karena itu, tingkat pengangguran adalah proporsi pekerja yang belum mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan pendapat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pengangguran adalah:
Situasi dimana seorang pekerja (15 sampai 64 tahun) ingin mendapatkan pekerjaan namun tidak mampu.
Seseorang yang bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan dengan tingkat upah tertentu, tetapi tidak mempunyai pekerjaan yang diinginkan.
Tindakan yang dilakukan apabila tidak mempunyai pekerjaan namun sedang  aktif mencari pekerjaan selama empat minggu terakhir.
Orang yang sedang mencari pekerjaan  dan termasuk dalam kelompok penduduk  disebut Akankatn Kerja. Orang yang berusia antara 15 dan 64 tahun  sedang mencari pekerjaan.
Jenis-Jenis Pengangguran
Pengangguran sering dipahami sebagai pekerja yang tidak bekerja atau tidak memberikan kinerja yang optimal. Berdasarkan definisi tersebut, pengangguran dapat dibagi menjadi tiga jenis:
Pertama, pengangguran terselubung, yang mencakup pekerja yang tidak bekerja secara maksimal karena alasan tertentu, seperti sakit, hamil, atau kondisi lain yang bukan disebabkan oleh kesalahan atau cacat.
Kedua, pengangguran setengah menganggur, merujuk pada pekerja yang tidak bekerja secara optimal karena kekurangan pekerjaan. Pekerja dalam kategori ini biasanya bekerja kurang dari 35 jam per minggu.
Ketiga, pengangguran terbuka, mencakup individu yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan. Jenis pengangguran ini lebih umum terjadi karena banyak orang yang kesulitan mencari pekerjaan meskipun telah berusaha keras.
Pengangguran terdiri dari 3 macam:
Pengangguran terselubung adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara maksimal karena suatu alasan tertentu.
Setengah menganggur adalah tenaga kerja yang kurang dari 35 jam perminggu.
Pengangguran terbuka adalah tenagakerja yang sungguh-sungguh tidak memiliki pekerjaan (Franita, 2016).
Pengangguran terbuka adalah pengangguran, baik yang bersifat sukarela (orang yang menginginkan pekerjaan yang lebih baik namun tidak mau bekerja) maupun  terpaksa (orang yang ingin bekerja tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan). Ada orang yang menganggur karena tidak dapat memperoleh pekerjaan meskipun sudah berusaha sekuat tenaga, dan ada pula yang malas karena merasa kesulitan mencari pekerjaan atau pekerjaan. Dapat kita simpulkan bahwa pengangguran terbuka adalah mereka yang termasuk dalam kelompok penduduk usia kerja, sudah tidak bekerja dalam jangka waktu tertentu, siap bekerja, dan  sedang mencari pekerjaan. (Dongoran, dkk. 2016).
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pengangguran
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran menurut Mahdar (2015) adalah sebagai berikut:
Pertama, ketidakseimbangan antara angkatan kerja dan kesempatan kerja. Ketidakseimbangan ini terjadi ketika jumlah angkatan kerja lebih besar daripada jumlah kesempatan kerja yang tersedia, sementara kondisi sebaliknya jarang terjadi.
Kedua, ketidakseimbangan struktur lapangan kerja.
Ketiga, ketidakseimbangan antara jumlah dan jenis tenaga terdidik dengan penyediaan tenaga terdidik. Meskipun jumlah kesempatan kerja lebih besar atau sama dengan jumlah angkatan kerja, pengangguran tetap bisa terjadi. Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan ini menyebabkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi posisi yang tersedia.
Keempat, peningkatan peran dan aspirasi angkatan kerja perempuan dalam struktur angkatan kerja Indonesia secara keseluruhan.
Kelima, ketidakseimbangan penyediaan dan pemanfaatan tenaga kerja antar wilayah. Beberapa daerah mungkin memiliki lebih banyak tenaga kerja dibandingkan kesempatan kerja, sementara di daerah lain kondisi sebaliknya. Situasi ini dapat menyebabkan perpindahan tenaga kerja dari satu daerah ke daerah lain, bahkan antar negara.
Pengangguran dapat terjadi akibat ketidakseimbangan di pasar tenaga kerja, yang menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang tersedia melebihi jumlah yang dibutuhkan.
Kemiskinan
Definisi kemiskinan
Kemiskinan adalah kondisi ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi standar kehidupan dasar yang sama di suatu daerah. Ketidakmampuan ini terlihat dari rendahnya pendapatan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan utama, seperti pangan, sandang, dan papan. Pendapatan yang rendah ini juga berdampak pada berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar kehidupan lainnya, seperti standar kesehatan dan pendidikan masyarakat. Kondisi masyarakat yang dianggap miskin dapat diukur berdasarkan kemampuan pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup.
Pada dasarnya, standar kehidupan bagi suatu masyarakat tidak hanya mencakup terpenuhinya kebutuhan pangan, tetapi juga kebutuhan akan kesehatan dan pendidikan. Tempat tinggal yang layak merupakan salah satu indikator dari standar kehidupan atau kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Berdasarkan kriteria ini, seseorang dianggap miskin jika pendapatannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan rata-rata, sehingga sulit untuk memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya.
Pengertian kemiskinan yang saat ini banyak digunakan dalam studi pembangunan adalah kemiskinan yang sering dijumpai di negara-negara berkembang. Secara umum, kemiskinan merupakan kondisi di mana individu atau kelompok tidak mampu memenuhi hak-hak dasar mereka untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang layak. Angka kemiskinan yang dirilis oleh BPS merupakan data makro yang berasal dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), yang menggambarkan persentase penduduk miskin terhadap jumlah penduduk di suatu wilayah. Di negara-negara berkembang, masalah kemiskinan tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan pendapatan, tetapi juga meluas pada ketidakberdayaan secara sosial dan politik.
Kemiskinan juga dianggap sebagai salah satu bentuk masalah dalam pembangunan yang disebabkan oleh dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, sehingga memperbesar kesenjangan pendapatan antar individu dan antar daerah (kesenjangan pendapatan antar wilayah) (Harahap, 2006). Studi pembangunan saat ini tidak hanya fokus pada faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi juga mulai mengidentifikasi berbagai aspek lain yang dapat menyebabkan kemiskinan.
Jenis-Jenis Kemiskinan
Melihat kemiskinan sebagai masalah yang bersifat multidimensional, kemiskinan dapat dibagi menjadi empat bentuk. Keempat bentuk kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004):
Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah kondisi di mana pendapatan individu atau kelompok berada di bawah garis kemiskinan, sehingga tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Garis kemiskinan diartikan sebagai pengeluaran atau konsumsi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan utama yang berhubungan dengan standar kesejahteraan. Bentuk kemiskinan absolut ini sering digunakan sebagai konsep untuk menentukan atau mendefinisikan kriteria seseorang atau kelompok yang dianggap miskin.
Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merujuk pada bentuk kemiskinan yang muncul akibat kebijakan pembangunan yang belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan atau kesenjangan standar kesejahteraan. Daerah-daerah yang belum tersentuh oleh program-program pembangunan semacam ini biasanya disebut sebagai daerah tertinggal.
Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang muncul akibat perilaku dan norma-norma yang dianut oleh individu atau masyarakat, yang biasanya berasal dari budaya atau adat-istiadat yang cenderung enggan untuk memperbaiki kualitas hidup dengan cara-cara modern. Kebiasaan semacam ini dapat mencakup perilaku malas, boros atau tidak hemat, kurangnya kreativitas, serta ketergantungan pada pihak lain.
Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap sumber daya, yang sering terjadi dalam sistem sosial budaya atau politik yang tidak mendukung pengentasan kemiskinan. Bentuk kemiskinan ini juga sering kali mengandung unsur diskriminasi. Kemiskinan struktural adalah jenis kemiskinan yang paling banyak mendapatkan perhatian dalam bidang ilmu sosial, terutama di kalangan negara-negara pemberi bantuan atau pinjaman seperti Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia. Kemiskinan struktural juga dianggap sebagai faktor utama yang menyebabkan ketiga bentuk kemiskinan yang telah disebutkan sebelumnya (Jarnasy, 2004: 8-9).
Peran Pendidikan Islam Dalam Menanggulangi Kemiskinan
Pendidikan adalah hal yg sangat mendasar pada menaikkan kualitas kehidupan & adalah faktor penentu perkembangan sosial & ekonomi sosial yg lebih baik. Tidak hanya itu, pendidikan adalah wahana yg paling strategis buat mengangkat harkat & prestise suatu bangsa.Saat ini pemerintah sangat memperhatikan segala aspek pendidikan yg terdapat buat dikembangkan pulang supaya pendidikan pada Indonesia sebagai yg terdepan pada pengentasan kemiskinan.Kemiskinan menjadi suatu penyakit sosial ekonomi yg wajib  diberantas melalui pendidikan supaya rakyat bisa mengatasi perkara kemiskinan menggunakan menyebarkan potensi yg dimilikinya. Melalui pendidikan yg tinggi dibutuhkan akan bisa melepaskan diri berdasarkan belenggu kemiskinan, bisa membentuk ciptaan & meproduksi output karya yg bisa ditawarkan ke global luar.
Pengertian Pendidikan Islam
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang disengaja dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran, sehingga siswa secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut Ahmad Tafsir yang dikutip oleh Jalaluddin (2001: 70), istilah tarbiyat mencakup makna memelihara, membesarkan, dan mendidik, yang juga mencakup pengertian mengajar atau 'allama. Secara linguistik, menurut Al-Attas, kata ilmu dalam Islam mencakup keseluruhan kehidupan yang bersifat universal dan digunakan untuk membimbing kehidupan manusia menuju keselamatan, seperti yang tercantum dalam tulisannya:“From the point of view of linguistic usage, we must see that the fact that the term ilm has been applied in Islam to encompass the totality of life – the spiritual, intellectual, religious, cultural, individual and social – means that its character is universal, and that it is necessary to guide man to his salvation.” .” Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Achmadi (2005:27) pada dasarnya merupakan usaha untuk meningkatkan budi pekerti (kekuatan batin), intelek (pikiran), dan jasmani anak-anak, yang selaras dengan alam dan masyarakat tempat mereka berada. Sementara itu, menurut Muhammad Yunus dan Qosim Bakri (1998:37), pendidikan adalah segala pengaruh yang dipilih dengan tujuan untuk membantu siswa dalam meningkatkan aspek jasmani, rohani, serta akhlak (perilaku), sehingga mencapai tujuan yang sempurna.
Menurut Abdur Rahman an Nahlawi, konsep Tarbiyah (pendidikan) terdiri dari empat unsur berikut: a. Memelihara perkembangan fitrah manusia. b. Mengarahkan perkembangan fitrah manusia menuju kesempurnaan. c. Mengembangkan potensi manusia (sumber daya manusia) untuk mencapai kualitas tertentu. d. Melaksanakan usaha-usaha tersebut secara bertahap, sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Berdasarkan kajian antropologi dan sosiologi, secara umum terdapat tiga fungsi pendidikan, yaitu: a. Menambah wawasan peserta didik tentang diri mereka dan lingkungan sekitar, yang akan meningkatkan kemampuan analisis serta mengembangkan kreativitas dan produktivitas. b. Melestarikan nilai-nilai kemanusiaan yang akan membimbing perjalanan hidup mereka, sehingga keberadaan mereka, baik secara individu maupun sosial, menjadi lebih bermakna. c. Membuka akses ke ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat berguna untuk kelangsungan dan kemajuan hidup individu serta masyarakat. (Achmadi, 2005:33)
Menurut Achmadi (1992:20), pendidikan Islam adalah upaya melestarikan dan mengembangkan kemanusiaan seseorang serta sumber daya manusia yang dimilikinya agar menjadi manusia seutuhnya (Insan Kamil) sesuai  norma Islam, Marimba (1974 :23), pendidikan Islam adalah “pengajaran jasmani dan rohani berdasarkan syariat agama Islam untuk pembentukan kepribadian utama menurut standar Islam”
“Dalam kamus umum, kata “miskin” berarti tidak mempunyai harta (harta yang ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup) atau bangkrut. Kata 'fakir' diartikan sebagai orang yang sangat miskin (KBBI, 1987:891). Secara etimologis, kemiskinan berarti menyangkut permasalahan konsumsi. Hal ini dimulai pada era neoklasik, ketika kemiskinan hanya dikenali melalui interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperolehnya. Menurut Al-Fairz Abadi dari majalah Al-Qamas, yang dimaksud dengan “orang miskin” adalah mereka yang tidak mempunyai apa-apa, mereka yang dapat disebut miskin karena sangat membutuhkan pertolongan, dan mereka yang merasa terhina karena kemiskinan . Dengan kata lain, “miskin” mengacu pada orang-orang yang tercela karena miskin. Menurut bahasanya, “miskin” adalah orang yang diam karena kemiskinan.”
Menurut Yasin Ibrahim, seperti yang diungkapkan oleh M. Ridlwan Mas'ud (2005:55), kemiskinan memiliki makna yang lebih luas, yaitu kondisi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, berbeda dengan orang kaya yang mampu memenuhi semua kebutuhannya.
Dalam konsep Islam, kemiskinan dianggap sebagai salah satu masalah yang perlu diselesaikan, namun juga sebagai ancaman yang harus diberantas karena dapat membahayakan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mencari solusi agar kemiskinan dapat diminimalkan atau dikurangi. Dalam Al-Qur'an, lafadz al-masakin yang tercantum dalam Surat At-Taubah ayat 60 menjelaskan hal ini.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang- orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
“Menurut Abdul Hayy (1994:36), kata "miskin" dalam ayat tersebut merujuk pada orang yang memiliki sesuatu namun tidak mencapainya nisab, yaitu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, atau orang yang kaya namun tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan pihak lain.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu ada pengembangan makna kemiskinan yang lebih definitif. Kemiskinan sering disebabkan oleh terbatasnya kesempatan kerja di berbagai sektor, baik industri maupun pembangunan. Berdasarkan pendapat tersebut, kemiskinan dapat terjadi akibat ketimpangan dalam faktor-faktor produksi, atau kemiskinan dapat dipahami sebagai ketidakberdayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang diperkenalkan oleh pemerintah, yang menyebabkan mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Fenomena ini lebih dikenal dengan istilah kemiskinan struktural.
Kemiskinan dapat dibagi menjadi tiga kategori: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan budaya. Seseorang dianggap miskin absolut jika pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan. Sementara itu, kemiskinan relatif mengacu pada mereka yang hidup di atas garis kemiskinan, tetapi pendapatannya masih lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat sekitar. Sedangkan kemiskinan budaya terkait dengan sikap individu atau kelompok masyarakat yang tidak berusaha memperbaiki kehidupannya, meskipun ada pihak lain yang menawarkan bantuan.
Indikator Kemiskinan
“Kemiskinan merupakan masalah di hampir setiap negara. Di negara maju dan berkembang. Tingkat kerumitan penyelesaian kemiskinan juga bervariasi dari satu negara ke negara lain. Meskipun Indonesia merupakan negara berkembang, tingkat kemiskinan masih cukup tinggi. Pemerintah, melalui Badan Pusat Statistik (BPS), telah menetapkan kriteria untuk mendefinisikan kemiskinan secara menyeluruh. Hal ini bertujuan agar tingkat kemiskinan yang sebenarnya dapat diukur dan langkah-langkah penanggulangannya dapat dirancang dengan tepat. Kriteria yang ditetapkan oleh BPS mencakup lima kategori:
Tidak miskin: Penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan lebih dari Rp350.610.
Hampir miskin: Penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan antara Rp280.488 hingga Rp350.610, atau sekitar Rp9.350 per orang per hari, dengan jumlah mencapai 27,12 juta orang.
Hampir hidup di bawah garis kemiskinan: Penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan antara Rp233.740 hingga Rp280.488, atau sekitar Rp7.780 hingga Rp9.350 per orang per hari, dengan jumlah mencapai 30,02 juta orang.
Miskin: Penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan kurang dari Rp233.740, atau sekitar Rp7.780 per orang per hari, dengan jumlah mencapai 31 juta orang.
Sangat miskin (kronis): Tidak ada patokan pasti mengenai pengeluaran per kapita per hari. Jumlah pastinya tidak diketahui, tetapi diperkirakan sekitar 15 juta orang.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi permasalahan kemiskinan perlu dilakukan kajian yang komprehensif yang dapat menjadi acuan bagi rencana pembangunan kesejahteraan sosial yang lebih menekankan pada konsep pengentasan kemiskinan. sektor ekonomi. Konsep pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya membantu kelompok yang lemah dan tidak berdaya (powerless)  untuk mencapai kesejahteraan sosial secara jasmani, rohani, dan rohani. Dalam konteks ini, mereka dipandang sebagai aktor yang berperan penting dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Kebijakan Penuntasan Kemiskinan Melalui Pendidikan
Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa negara wajib memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Artinya, tanggung jawab atas masa depan anak-anak miskin dan terlantar berada di tangan negara. Orang miskin adalah individu yang tidak memiliki penghasilan maupun keluarga yang dapat membantu mereka. Mereka adalah kelompok yang penghasilannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu, masyarakat miskin membutuhkan perhatian khusus, terutama dari pemerintah. Tujuan utama pembangunan nasional, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kebudayaan nasional, dan mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata. Oleh karena itu, diperlukan upaya pembangunan yang menjadi proses transformasi budaya menuju peradaban bangsa yang maju, modern, dan demokratis.
Menurut Soedjiarto (2008:311), pendidikan nasional di Indonesia belum diselenggarakan secara maksimal, dan program wajib belajar pun belum sepenuhnya gratis. Padahal, hal ini sangat penting untuk meningkatkan produktivitas nasional, yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Secara mendasar, kemiskinan terjadi akibat terbatasnya kesempatan kerja. Peluang kerja yang sempit sering kali disebabkan oleh ketidakmampuan individu memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. Ketidakmampuan ini sering kali berasal dari kurangnya akses terhadap pendidikan berkualitas, yang memerlukan biaya yang sulit dijangkau oleh masyarakat miskin. Oleh karena itu, masalah kemiskinan dapat diatasi dengan menyediakan kesempatan bagi masyarakat untuk mengikuti program pendidikan dan pelatihan yang berkualitas, seperti pendidikan gratis, pemberian beasiswa kepada siswa, pembukaan lapangan kerja yang luas, serta penyediaan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Menurut Soedjiarto (2008:118), Indonesia dapat bertahan sebagai negara yang merdeka dan bermartabat jika masyarakatnya mampu mendukung beberapa aspek berikut: (a) Sistem politik demokrasi yang stabil berlandaskan Pancasila. (b) Sistem ekonomi nasional yang kuat, didukung oleh infrastruktur teknologi yang memadai. (c) Infrastruktur fisik dan sumber daya manusia yang berkembang, ditambah dengan kemajuan wirausaha dan pertumbuhan usaha kecil. (d) Sistem pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang kokoh. (e) Kemajuan kebudayaan dalam berbagai aspek, termasuk seni, sastra, serta dimensi kognitif dan normatif dari budaya nasional. (f) Kematangan etika sosial dalam masyarakat.
Menurut Gunarso (2006:88), salah satu tantangan besar kemiskinan di Indonesia adalah kesenjangan antara desa dan kota, di mana tingkat kemiskinan di pedesaan cenderung lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Abdin Nata (2008:154) menekankan pentingnya membangun sistem ekonomi yang berkeadilan, mengingat sistem ekonomi yang berlaku saat ini sering kali tidak adil dan penuh persaingan yang saling menghancurkan. Dalam sistem tersebut, pihak dengan modal besar, kemampuan, dan teknologi lebih unggul cenderung lebih kompetitif dibandingkan pedagang kecil yang kurang memiliki sumber daya. Akibatnya, pedagang kecil yang tergolong miskin mudah tersisihkan oleh pelaku ekonomi yang lebih kuat.
Menurut  Amin Rais (1998:111) karya Ibnu Hazm, asas keadilan adalah asas ekonomi yang menyatakan bahwa ketika terdapat kelompok kaya dan kelompok miskin dalam masyarakat, maka kelompok kaya wajib melakukan proses-proses sebagai berikut: melalui prinsip kesetaraan sosial. Kesetaraan sosial-ekonomi adalah kesetaraan di seluruh masyarakat dan hak-hak orang miskinlah yang merampas hak-hak orang kaya..”
Dalam Al-Qur'an prinsip tentang keadilan di sini ditegaskan didalam surat al-Hadid (57) ayat 25 yang artinya :
“Sungguh, kami telah mengutus rasul-rasul kami, dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan)agar manusia dapat berlaku adil.”
“Santoso (2007:89), tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah yang mempunyai peran sangat penting dalam mengentaskan atau mengangkat masyarakat dari kemiskinan, karena partisipasi pemerintah daerah lebih berperan dalam pengentasan kemiskinan lebih dekat dengan komunitas lokal. Namun, jika pemerintah daerah tidak terlalu memperhatikan kondisi lingkungan hidup, hal ini dapat mendorong masyarakat ke jurang kemiskinan dalam  waktu yang relatif singkat. Hal ini dapat menimbulkan potensi bahaya di tingkat nasional.
Menurut Santoso (2007: 91) ada beberapa langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:
Mengurangi kesenjangan antar wilayah dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: (1) penyediaan fasilitas irigasi, akses air bersih, dan sanitasi dasar, terutama di daerah yang mengalami kelangkaan air bersih, (2) pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan dermaga di wilayah-wilayah tertinggal; serta
(3) redistribusi sumber dana ke daerah berpendapatan rendah melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK).
Penambahan lapangan pekerjaan dan berusaha dilakukan melalui bantuan  dana untuk modal usaha, adanya pelatihan skils dan meningkatkan investasi.
Untuk memenuhi hak dasar masyarakat miskin, diberikan beberapa layanan, antara lain: (1) pendidikan gratis sebagai bagian dari penyelesaian program wajib belajar 9 tahun, termasuk pemberian tunjangan bagi siswa yang kurang mampu, dan
(2) jaminan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Pendidikan yang berkualitas dan merata dapat menghasilkan individu yang terdidik, cerdas, berkarakter, serta memiliki keterampilan atau keahlian profesional yang siap memasuki dunia kerja. Dalam upaya mengentaskan kemiskinan, menciptakan peluang kerja dan mendorong pembayaran pajak menjadi langkah penting. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memenuhi tanggung jawab konstitusionalnya, seperti menyediakan layanan publik di bidang pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial.
Pendidikan Islam Dalam Upaya Menanggulangi Pengangguran
Pendidikan Islam berperan penting dalam upaya mengatasi pengangguran melalui nilai-nilai etos kerja, penguatan  keterampilan hidup, dan pembinaan kewirausahaan berbasis syariah. Berikut  beberapa pendekatan yang digunakan dalam pendidikan Islam untuk mengatasi pengangguran:
Penanaman Nilai Etika Kerja Islami
Pendidikan Islam menekankan pentingnya kerja keras, kejujuran, dan tanggung jawab sebagai bagian dari ibadah. Dalam Al-Qur'an, Allah memerintahkan manusia untuk bekerja dan berusaha, seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT:
“Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu”.
Nilai-nilai ini memberikan motivasi kepada individu untuk tidak bermalas-malasan dan terus berupaya dalam bekerja, sesuai dengan tuntunan agama.
Pengembangan Keterampilan Hidup (Life Skills)
Kurikulum Berbasis Kompetensi: Pendidikan Islam mengintegrasikan pelatihan keterampilan teknis dan vokasional ke dalam kurikulum. Contohnya adalah pengajaran keterampilan seperti bercocok tanam, berdagang, atau teknologi.
Pemberdayaan Pesantren: Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam sering menjadi pusat pelatihan keterampilan kerja berbasis komunitas, seperti pelatihan pertanian, perikanan, atau kerajinan tangan.
Pendidikan Kewirausahaan Syariah
Pendidikan Islam juga mendukung pengembangan kewirausahaan berbasis syariah untuk menciptakan lapangan kerja baru:
Konsep Bekerja Mandiri, Islam mendorong umatnya untuk menjadi mandiri melalui usaha halal seperti berdagang, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pelatihan Kewirausahaan: Beberapa lembaga pendidikan Islam mengajarkan prinsip-prinsip ekonomi Islam, seperti mudharabah dan musyarakah, sebagai bagian dari solusi pengangguran.
Pemberdayaan Zakat dan Wakaf
Instrumen ekonomi Islam seperti zakat dan wakaf dapat digunakan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat yang menganggur:
Zakat Produktif: Penggunaan dana zakat untuk pelatihan dan pemberian modal usaha kepada masyarakat.
Wakaf Produktif: Pemanfaatan tanah atau dana wakaf untuk pengembangan proyek usaha yang memberikan manfaat langsung kepada Masyarakat.
Kerja Sama dengan Dunia Kerja
Pendidikan Islam dapat menjembatani dunia pendidikan dan dunia kerja dengan menjalin kemitraan bersama perusahaan, UMKM, atau pemerintah dalam program magang atau pelatihan kerja.
Contohnya, lembaga pendidikan Islam dapat memfasilitasi siswa untuk memiliki pengalaman langsung di lapangan sehingga siap bersaing di pasar kerja.

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Kreatif
Pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan kreatif adalah proses di mana pendidikan tidak hanya mentransfer pengetahuan tetapi juga menginspirasi inovasi, kreativitas, dan kemandirian masyarakat untuk mengatasi tantangan hidup. Pendidikan kreatif mendorong individu untuk berpikir kritis, menciptakan solusi inovatif, dan memberdayakan diri mereka sendiri secara sosial maupun ekonomi.
“Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mengatasi kemiskinan dan pengangguran, yang merupakan langkah esensial untuk mendukung pembangunan nasional yang berkualitas. Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Sementara itu, pengangguran merujuk pada keadaan di mana sebagian masyarakat tidak memiliki pekerjaan atau aktivitas produktif. Hal ini membuat masyarakat lebih berfokus pada upaya mencari pekerjaan atau mempersiapkan usaha. Namun, sering kali mereka belum sepenuhnya siap atau tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan tersebut.
“Sistem pendidikan di Indonesia masih belum mampu sepenuhnya mengatasi permasalahan kemiskinan dan pengangguran yang terus berlangsung. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah adanya pola budaya kemiskinan yang berkembang di masyarakat, seperti sikap malas. Selain itu, kelemahan dalam pengelolaan negara, terutama di sektor pendidikan, juga turut menjadi kendala. Pada masa kini, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang masih marak semakin merugikan masyarakat, terutama kalangan rakyat kecil yang paling terdampak.
“Salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran melalui pendidikan adalah dengan memberikan motivasi dan dukungan kepada peserta didik, disertai pembekalan ilmu serta keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan kreatif, seperti pendidikan kewirausahaan, menjadi salah satu pendekatan yang efektif. Tujuannya adalah mempersiapkan individu agar mampu menjadi wirausahawan. Kegiatan ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran dengan memberikan bekal praktis kepada peserta didik, seperti keterampilan membuat kerajinan tangan, memasak, dan aktivitas lainnya yang bermanfaat untuk masa depan mereka.
Berikut adalah cara pendidikan kreatif dapat melakukan pemberdayaan masyarakat:
Mengintegrasikan Keterampilan Kreatif dalam Kurikulum
Pendidikan kreatif menekankan pada pengembangan keterampilan praktis, seperti:
Keterampilan seni dan budaya: Pelatihan kerajinan tangan, seni pertunjukan, atau seni visual untuk menciptakan produk kreatif.
Desain dan teknologi: Memberikan pelatihan berbasis teknologi untuk memanfaatkan peluang di era digital.
Kewirausahaan kreatif: Mendorong masyarakat untuk mengubah ide-ide inovatif menjadi usaha yang menghasilkan pendapatan.
Menciptakan Pendidikan Berbasis Komunitas
Lokakarya dan Pelatihan Kreatif, Pendidikan dapat dilakukan melalui pelatihan berbasis komunitas yang melibatkan seni, kerajinan, atau inovasi lokal.
Penguatan Identitas Lokal, Pendidikan kreatif juga dapat memanfaatkan potensi budaya lokal untuk menciptakan produk khas, seperti makanan tradisional, pakaian adat, atau seni lokal.
memberdayakan satu sama lain.
3. Memanfaatkan Teknologi dan Digitalisasi
Pendidikan kreatif dapat menggunakan teknologi untuk memberdayakan masyarakat:
Platform Online, Membantu masyarakat belajar keterampilan baru melalui kursus daring, seperti desain grafis, pengeditan video, atau e-commerce.
Pemasaran Digital, Mendidik masyarakat untuk memasarkan produk kreatif mereka secara online melalui media sosial atau marketplace.
Gamifikasi dalam Pendidikan, Menggunakan aplikasi berbasis permainan untuk melatih keterampilan kreatif secara menyenangkan.
Mendorong Kewirausahaan Berbasis Kreativitas
Inkubator Usaha Kreatif: Pendidikan kreatif dapat mendorong masyarakat untuk membangun usaha kecil berbasis kreativitas, seperti bisnis kerajinan tangan, kuliner, atau desain.
Pendampingan Bisnis: Memberikan dukungan berupa modal, pelatihan pemasaran, dan pendampingan usaha.
Pemanfaatan Ekonomi Kreatif: Mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sektor ekonomi kreatif seperti film, musik, fesyen, dan kuliner.
Mengatasi Tantangan Sosial Melalui Kreativitas
Pendidikan kreatif membantu masyarakat mencari solusi inovatif terhadap masalah sosial seperti kemiskinan, lingkungan, atau pengangguran:
Pengelolaan Limbah Kreatif: Mengajarkan masyarakat untuk mendaur ulang barang bekas menjadi produk bernilai ekonomi.
Pertanian Urban: Memberikan pelatihan tentang urban farming atau hidroponik untuk menciptakan ketahanan pangan.
Proyek Sosial Kreatif: Mendorong masyarakat untuk menciptakan proyek-proyek berbasis seni atau kreativitas yang meningkatkan solidaritas sosial.
Contoh Program Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Kreatif
Rumah Kreatif BUMN (RKB): Program yang melatih masyarakat untuk mengembangkan UMKM berbasis kreativitas, seperti pengolahan hasil bumi dan kerajinan tangan.
Program Pelatihan Digital: Google dan beberapa platform lain memberikan pelatihan gratis bagi masyarakat untuk belajar keterampilan digital seperti coding, desain, dan pemasaran digital.
Sekolah Alam: Menggunakan pendekatan kreatif yang menggabungkan pendidikan akademis dengan keterampilan praktis berbasis alam dan lingkungan.
Dampak Positif Pendidikan Kreatif dalam Pemberdayaan Masyarakat
Peningkatan Pendapatan: Keterampilan kreatif dapat membantu masyarakat menciptakan produk bernilai ekonomi.
Peningkatan Kemandirian: Pendidikan kreatif mendorong masyarakat untuk tidak hanya mengandalkan bantuan, tetapi juga menciptakan peluang sendiri.
Penguatan Komunitas: Membantu masyarakat bekerja sama dalam proyek kreatif yang mendukung solidaritasPembelajaran Kolaboratif, Mengorganisir kelompok belajar

yang saling berbagi keterampilan kreatif untuk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun