Mohon tunggu...
Dhaffa Maulana Afif
Dhaffa Maulana Afif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaturan Undang-Undang PKDRT dalam Perlindungan Korban KDRT

19 Maret 2022   20:12 Diperbarui: 19 Maret 2022   20:18 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernikahan adalah sunnahtullah yang umum bagi seluruh umat manusia di bumi untuk berkembang biak dan dijelaskan dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 1 yang memiliki arti "Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu."sedangkan dalam negara kita juga diatur dalam Pasal 28B ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi "setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

            Namun dalam realita kehidupan rumah tangga tak semulus dalam film maupun cerita novel beberapa rumah tangga mengalami KDRT,kehidupan yang setiap orang harapkan kerukunan dalam rumah tangganya yang bahagia, aman, tenteram dan damai dinodai dengan tindakan salah satu pihak yang dilarang oleh negara maupun agama,KDRT merupkan bentuk kekerasan baik secara fisik,psikologis,seksual meupun penelantaran rumah tangga yang sebagian besar korbannya adalah perempuan hal itu diatur dalam Undang-undang Khusus UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.

            Menurut Fakta Lapangan berdasarkan PPPA(Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) menyatakan bahwa kasus KDRT dari 2019 hingga 2021 terjadi peningkatan dari 11.057 pada 2019, 11.278 kasus pada 2020, dan menjadi 14.517 kasus pada 2021 begitupun dengan kekerasan anak . Dengan Adanya Undang-Undang PKDRT bertujuan untuk menghapuskan Kekerasan KDRT yang terjadi karena semua orang tidak pantas menerima perlakuan tersebut walaupun didalam agama disebutkan perempuan harus patuh pada suami bukan berarti suami dapat sewenang-wenang merendahkan istri dan sebaliknya.

            Untuk mengenal Tindak Pidana KDRT ini harus memahami apa itu KDRT dan jenis-jenisnya,Pengertian KDRT dijelaskan pada Pasal 1 UU No 23 Tahun 2004 sebagai berikut "setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,  yang  berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga."dijelaskan disini bahwa KDRT dibagi menjadi 4 yaitu fisik,psikologis,seksual maupun penelantaran rumah tangga.

  • Kekerasan Fisik diatur dalam Pasal 6 UU No 23 Tahun 2004 perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, jatuhsakit, menimbulkan luka berat
  • Kekerasan Psikis didefinisikan sebagi kekerasan yang membuat tak percaya diri dan ketakutan diatur dalam Pasal 7 UU No 23 Tahun 2004
  • Kekerasan Seksual kekerasan adalah kekerasan yang memeaksa berhubungan seksual dalam rumah tangga diatur dalam Pasal 8 UU No 23 Tahun 2004
  • Kekerasan Ekonomi adalah kekerasan yang dilakukan dengan menelantarkan ekonomi diatur dalam Pasal 9 UU No 23 Tahun 2004

Sedangkan Untuk Perlindungan Hukum yang diberikan Oleh Undang-Undang ini diatur dalam pasal 10 sebagai hak korban untuk mendapat perlindungan dari keluarga,kepolisian,kejaksaan,pengadilan,advokat maupun lembaga sosial.Peran Polisi dalam tindak Pidana KDRT ini adalah melindungi sementara korban maksimal 7 hari,melakukan penyidikan dan meminta surat perlindungan dari pengadilan diatur dalam pasal 16-20.

Peran Advokat untuk korban KDRT itu sendiri untuk memberikan konsultasi hak korban dan mendampingi ditingkat penyidikan diatur dalam pasal 25,Peran Pengadilan yaitu mengeluarkan surat penetapan perlindungan korban membatasi gerak pelaku diatur dalam pasal 28,31.Peran Tenaga Kesehatan adalah memeriksa korban dan memberikan surat visum et repertum diatur dalam pasal 21,dan Peran-peran seperti Peran pekerja sosial, Peran pembimbing rohani dan Peran Relawan pendamping yang berfungsi untuk mensupport korban KDRT dengan memberikan konseling dan mewujudkan hak-hak korban yang harusnya didapatkan.

            Dan selain itu sistem hukum kita yang mengatur KDRT dalam UU No 23 Tahun 2004 mengatur juga tentang hukuman dan sanksi yang cukup tegas dan berat bagi pelaku KDRT contohnya dalam Pasal 44 menjelaskan bahwa pelaku yang  menimbulkan matinya korban dengan kekerasan fisik sebagaimana diatur dalam pasal 2 dapat dipidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda paling banyak 45 juta dan hal ini juga bisa dijelaskan bahwasannya hukum kita memberi sanksi yang tegas tetapi bila dibandingkan dengan hukum negara tetangga malaysia saksi yang diberikan lebih berat  seperti hal diatas akan dipenjera selama 20 tahun dan mungkin ini bisa menjadi saran bagi penegak hukum kita agar mengkaji ulang hukuman serta sanksi yang pantas diterima pelaku KDRT guna mengurangi Angka KDRT.

Jika ditinjau dari perspektif hukum pemerintah telah memberi upaya guna melindungi korban KDRT selain itu Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga bukan ditujukan untuk istri saja melainkan untuk suami, anak, pembantu, keluarga yang menyangkup ruang lingkup rumah tangga.dan menghapus tindak KDRT dapat dimulai dengan menghilangkan sebab-sebab dan unsur-unsur pemicunya. Dalam kaitan ini, sekurang-kurang terdapat banyak cara dan usaha yang patut dilakukan agar KDRT terelakkan atau setidak-tidaknya dapat mengurangi tingkat tindak KDRT itu  hal itu bisa dilakukan dengan mengamalkan ajaran agama, memperkuat ekonomi dan komunikasi antar keluarga, memperkuat jaringan sosial dll,dan diharapkan dengan melakukan cara-cara tersebut dapat memperkuat hubungan keluraga dan terhindar dari KDRT.

Penulis :

Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung), dan
Dhaffa Maulana Afif (Mahasiswa S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun