Lampu Merah
Dari atas kendaraan,
Aku menatap pada wajah keheningan,
Ditengah berisiknya alur jalan kota,
Wajah berkeringat dan menghitam,
Ibu itu tertunduk menahan panas,
Yang menusuk matanya
Dan terkantuk pilu.
Sebuah mobil mewah,
Membuka jendela dan,
Melemparkan selembar uang kertas,
Seribu rupiah.
Ibu itu tidak tersenyum dan,
Tidak berterimakasih.
Karena ini hanyalah satu dari,
Lemparan ikhlas dan tak rela,
Lembaran seribu atau,
Recehan lima ratusan.
Lampu merah telah berganti hijau.
Seorang anak tujuh tahunan,
Menyembunyikan sebelah kaki,
Yang tidak lumpuh,
Sama sekali.
Dan menyeret tubuhnya dengan duduk,
Untuk belas kasihan,
Dan selembar uang kertas seribu,
Atau recehan lima ratusan,
Atau bahkan seratusan.
Seorang gadis kecil menenteng,
Sebuah gitar kecil yang tidak bisa dimainkannya.
Bernyanyi dengan semangat seeokor kutilang..
Suara yang serak dihantam panasnya kota,
Wajah menghitam bernoda,
Tidak kurus dan mungkin agak gemuk.
Berjalan di sela-sela mobil dan ratusan kendaraan,
Mengepulkan asap buangan,
Yang mungkin menghancurkan parunya bertahun lagi.
Di atas sepeda motorku, kulihat.
Mobil mewah itu tidak membuka jendelanya.
Ketika gadis kecil itu mengetuk.
Dan seorang gadis manis bercelana sangat pendek,
Memberinya selembar seribuan,
Dan sebuah senyum yang manis.
Celana pendeknya yang sangat pendek,
Tetapi mungkin nuraninya masih cukup luas.
Dari atas sepeda motorku,
Kutatap lampu kembali merah.
Begitu sesaknya jalanan kota ini.
Dengan mobil mengkilat dan sepeda motor,
Seharga selembar seribuan dikalikan,
Dua puluh lima ribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H