Mohon tunggu...
Dewi Yuliantika
Dewi Yuliantika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Interest with politics

Selanjutnya

Tutup

Politik

'Kenikmatan' e-commerce dalam Masyarakat Revolusi Industri 4.0, Akankah Kita Tenggelam dalam Kapitalisme Teknologi?

20 April 2021   08:29 Diperbarui: 21 April 2021   14:04 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

            Dewasa ini, manusia cenderung menginginkan hal yang praktis dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, telah berkembang menjadi masyarakat yang kompleks akan permintaan dan modernitas. Tak bisa dipungkiri, semenjak terjadinya Revolusi Industri pada abad ke-18 yang mengalami transisi alat produksi menggunakan mesin-mesin maupun didukung hadirnya pabrik, yang menyebabkan sedikit banyak masyarakat mengalami perubahan pola kehidupan (Suryo, 2020, p.77). Dalam konteksnya, bersamaan menghadapi kapitalisme--lebih lanjut--menimbulkan perjuangan kelas, sebagaimana menurut Marx. Bahwasanya, menurut Marx hal ini menjadi sumber konflik sosial--determinisme ekonomi--kala itu yang harus dilawan dengan revolusi atau perubahan secara sadar akan kebutuhan hal tersebut. Bahwasanya, masyarakat borjuis secara modern muncul dari kebangkrutan masyarakat feodal yang tidak menyelesaikan konflik kelas, justru tetap menghasilkan kelas sosial baru, kondisi penindasan baru, ataupun bentuk dari perjuangan. Dalam hal perjuangan kelas antara buruh atau proletar dengan borjuis, sejatinya kaum buruh ini mengalami alieanasi sebagai dampak psikologis di bawah sistem kapitalisme dunia, yang cenderung mengalami kesadaran semu atas apa yang dialami dari ketertindasan oleh kapitalisme. 

           Revolusi ini terus berkembang secara bertahap dengan modernitas yang ada, sehingga dikenal dengan adanya Revolusi Industri 1.0--diperkirakan pada tahun 1800-1900--sebagai momentum pertama yang terjadi di Inggris dengan ditunjukkan munculnya mekanisasi dan industrialisasi yang beralih dari masyarakat agraris--dan menyebar ke berbagai sektor. Lalu, Revolusi Industri 2.0 (1900-1960) yang  berekspansi ke negara-negara kuat dan dominan, seperti Amerika, Jerman, Perancis, dan lainnya. Pada tahapan ini, menjadi lebih berkembang dengan adanya revolusi teknologi dalam kehidupan budaya masyarakat yang secara massif menimbulkan industri penerbangan, listrik, maupun transportasi. Dalam Revolusi Industri 3.0 (1960-2010), tak hanya teknologi, tetapi digital internet pun mulai dikembangkan dengan ditemuinya tenaga robot sebagai mekanisasi pengganti pekerja manusia yang lebih praktis, bahkan informasi dan komunikasi agaknya tak memiliki border waktu dan dengan lintas batas. Sementara, di era kontemporer ini, hidup dan beradaptasi dengan Revolusi Industri 4.0 yang integrasi dan konektivitas kegiatan kehidupan manusia sehari-hari didukung dengan kemajuan teknologi digital internet. Bahkan di fase ini, diperkenalkannya dengan istilah big data sebagai tren yang memuat kumpulan data masyarakat di seluruh dunia dengan sistem integrasi. Hal ini pun mendukung diterapkannya Artificial Intelligent dengan menghadirkan peranan robot sebagai tenaga kerja manusia. Yang mana, Revolusi Industri 4.0 ini menjadikan teknologi sebagai pilar dengan menggunakan Internet of Things (IoT)--begitupun ke dunia industri--virtual reality, Cloud, Big Data, dan sebagainya (Pasquale, 2020).

            Dalam kegiatan masyarakat di tengah berlangsungnya Revolusi Industri 4.0 pun mengakibatkan berubahnya cara berpikir masyarakat, pola hidup, serta interaksi, dengan mendisrupsikan aktivitas manusia ke dalam berbagai bidang, baik teknologi, keamanan, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Beragam fitur Revolusi Industri 4.0 yang sejatinya telah dirasakan jauh sebelumnya, salah satu yang marak ialah munculnya e-commerce atau sistem kegiatan ekonomi yang berevolusi dari tradisional menjadi digital. Kemunculannya menghadirkan banyak perusahaan multi nasional yang merambah ke dalam dunia internet digital, seperti Amazon, Shopee, Gojek, Grab, Tokopedia, dan lainnya. Electronic commerce atau disebut e-commerce sebagai perkembangan teknologi yang berorientasi pada kegiatan ekonomi jual-beli melalui jaringan teknologi internet, yang mengunggulkan cara berbelanja secara online dengan platform marketplace (Candra, 2017, p.110). Berdasarkan data dari Katadata mengemukakan bahwa pengunjung bulanan sistem e-commerce di kuartal IV tahun 2020, Shopee memiliki 129,3 juta pengunjung, Tokopedia dengan 114,7 juta pengunjung bulanan, serta Bukalapak yang menjadi urutan ketiga--dari 10 e-commerce yang ada dalam survey--dengan 38,6 juta pengunjung (Bayu, 2021).[4] Hal ini didukung dengan penggunaan marketplace digital untuk memberikan informasi produk dan layanan antara produsen dan konsumen yang terdapat sistem kustomisasi maupun feedback konsumen. E-commerce pun memudahkan konsumen dalam segi pembayaran yang berbasis online dengan terintegrasi oleh sistem perbankan, bahkan tak perlu berkunjung ke tempat hanya dengan menunggu di rumah. Dengan kemudahan atas fiturnya, membuat masyarakat menikmati hal tersebut dengan persepsi praktis dan efisien.

            Namun, hal ini memunculkan dilematika atas penyebaran teknologi yang tak kenal batas ruang dan waktu, tanpa sadar, masyarakat telah tenggelam dalam prosesnya yang berkaitan dengan kapitalisme yang menjalar dalam keberlangsungan sistem e-commerce. Menurut Marcuse, bahwa masyarakat industri maju telah menciptakan 'false needs' dengan mengintegrasikan individu ke dalam sistem produksi dan konsumsi yang ada. E-commerce pun dinilai memunculkan hedonisme bagi konsumen yang langgeng menjadi konsumtif. Ini mereproduksi sistem yang ada dan beriringan menghilangkan sikap manusia yang kritis dan menentang. Hal ini akan menimbulkan perilaku 'satu dimensi' yang membuat kemampuan masyarakat untuk berpikir rasional, kritis, dan penentang akan perlahan memudar. Ini tak jauh dari kungkungan kapitalisme, juga dalam hal teknologi. Teori kritis mazhab Frankfurt--yang ikut mengkritisi determinisme ekonomi Marx--berpendapat bahwa dalam masyarakat modern dominasi kapitalisme yang terjadi bukan hanya berdasarkan kepentingan ekonomi, tetapi juga dalam teknologi. Bahwa teknologi menjadi produk atas proses rasionalisasi manusia membuat secara tidak sadar teknologi telah menguasai manusia yang menjadi objek dari produk yang dihasilkan teknologi sendiri. Dalam modernitasnya, masih berlangsung kesadaran palsu dari manusia atas teknologi dengan bentuk kapitalisme modern.

           Marcuse merupakan salah satu pemikir teori kritis yang lantang menentang kapitalisme. Ia pun mengkritisi penerapan kapitalisme teknologi yang menurutnya akan mengarah pada totalitarianisme terhadap pembatasan--eksternal--individu modern. Sehingga, ia pun melihat bahwa teknologi mendominasi masyarakat sebagai instrumen yang mengekang dan menindas individu sehingga kehilangan kemampuan berpikir kritis tentang masyarakat, dengan menimbulkan 'one dimensional men' atau manusia satu dimensi. Dengan satu dimensi ini, dapat dimaknai dari kehidupan masyarakat industri yang didominasi teknologi dalam kaitannya sistem kapitalisme. Sebab, teknologi diartikan sebagai mode of production, instrumen totaliter, ataupun penemuan yang bericirikan mesin teknis. Dengan teknologi, masyarakat cenderung merasakan kenikmatan kemudahan yang ditimbulkan. Dalam konteks hadirnya e-commerce, masyarakat dengan praktis mengakses, berbelanja, dan melakukan pembayaran secara online, lebih lanjut, telah tenggelam di dalamnya kian hari dan di lain sisi juga bekerja untuk teknologi tersebut dalam memproduksi dan melanggengkan kapitalisme. Secara implisit, telah terpenjara atas cara berpikir modern atau berdasarkan teknologi, sehingga individu manusia bukan menjadi produktif, melainkan konsumtif atas capaian teknologi.

         Di bawah kapitalisme, menurut Marcuse manusia menjadi masyarakat yang hanya satu dimensi tidak ada opsi lain selain mengkonsumsi, dibalik modernitas tetapi tidak membebaskan manusia untuk mencari opsi lain dari satu dimensi itu atas represi modernitas. Dalam buku (Collected Papers of Herbert Marcuse) Marcuse yang berjudul Towards a Critical Theory of Society (2001), masyarakat teknologi adalah masyarakat yang beroperasi sesuai dengan penggunaan sumber daya yang tersedia secara paling efisien dan paling rasional. Kebutuhan individu agaknya dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga kebutuhan dan kepuasan ini pada saat yang sama memperkuat kohesi masyarakat yang represif di mana kebutuhannya terpenuhi. Marcuse memunculkan konsep rasionalitas teknologi adalah rasionalitas dominasi dan karakteristik kontrol sosial masyarakat industri maju yang didukung oleh rasionalitas formal dengan mengesampingkan bentuk-bentuk nalar yang lebih substantif, rasionalitas teknologi mengubah kehidupan sehari-hari yang melingkupi persepsi, pengalaman, dan pemikiran subjek dengan memproyeksikan objek dan alam dunia sebagai "instrumen". Dalam hal ini, e-commerce sebagai medium konsumen yang menawarkan kemudahan rasionalitas belanja online yang praktis dan efisien.

        Dalam tulisan William Leiss yang berjudul Technological Rationality: Marcuse and His Critis (1972), teknologi dan dominasi memiliki hubungan atas perjuangan untuk kepuasan kebutuhan, yang mana rasionalitas teknologi bagaikan organisasi yang bertujuan dan dikombinasikan dengan teknik--alat organisasi dan pelatihan tenaga kerja--produktif yang diarahkan oleh otoritas publik atau swasta, yang biasanya bergantung pada tingkat perkembangan budaya ataupun rasionalitas ilmiah. Marcuse mencoba untuk menyatukan proposisi, yaitu (1) untuk menunjukkan bahwa rasionalitas ilmiah modern pada dasarnya bersifat instrumentalis, (2) untuk menunjukkan bahwa rasionalitas instrumentalis ini sebagai pendorong di balik teknologi sebagai bentuk kontrol dan dominasi sosial. Menurut Leiss, Marcuse berhasil menunjukkan poin pertamanya. Sebab, poin ke dua memberikan kesan yang keliru bahwa yang dibutuhkan adalah teknologi baru yang berbeda dari teknologi dominasi. Dalam e-commerce, agaknya poin ke dua menunjukkan tabir di balik kemajuan teknologi atas hadirnya e-commerce yang menjadi dominasi teknologi atas tingkat konsumtif masyarakat.

        Dalam tulisan Marcelo Vieta (2006) yang berjudul Hebert Marcuse's Critique of Technological Rationality: An Exegetical Reading, yang mencoba mengartikulasikan bagaimana rasionalitas pasca-teknologi, Marcuse memiliki solusi keluar dari dominasi teknologi, dengan merebut kembali rasionalitas teknologi dan sarana yang dituangkannya ke seluruh masyarakat yang berakar pada nilai-nilai lain dengan bentuk penalaran yang memberi wajah baru melalui bentuk nalar baru. Marcuse untuk "technologos" yang dirasionalkan dalam memecah rasionalitas ilmiah dan praktik-praktik yang dimediasi secara teknologi dari dominasi. Menurutnya, Marcuse secara rasionalitas teknologis sebagai suatu sistem terpadu yang berorientasi pada pertimbangan efisiensi, produktivitas, ketepatan dan untung-rugi dengan membentuk pola pikir dan tingkah laku masyarakat.

        Sehingga, konteks e-commerce menampakkan rasionalitas pola konsumsi masyarakat dengan kemudahan yang ditawarkannya, membuat masyarakat menjadi konsumtif atas capaian teknologi. Dengan mengklik marketplace e-commerce, masyarakat seolah tidak berdaya dan secara berkelanjutan menjadi konsumtif atas produk yang ditawarkan dan terperangkap dalam 'kenikmatan' e-commerce sebagai hasil dari revolusi industri dengan kapitalisme yang mengglobal akibat perusahaan e-commerce yang mengekspansi masyarakat sebagai konsumsi dan memperkaya perusahaan tersebut, yang menutup rasionalitas masyarakat atas teknologi dengan meminimalisasi kebenaran manusia atas ketergantungannya pada teknologi yang secara bersamaan daya kritis sebagaimana Marcuse berpendapat, akan memudar bahkan hilang.

Referensi:
Adam Luthfi, dkk. 2020. Statistik e-commerce 2020. Jakarta, Badan Pusat Statistik
Achjari, D. (2000). Potensi manfaat dan problem di e-commerce. Journal of Indonesian Economy and Business, 15(3), 388-395.
Fajariah, M., & Suryo, D. (2020). Sejarah Revolusi Industri di Inggris Pada Tahun 1760-1830. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 8(1), 77-94.
Febriantoro, W. (2018). Kajian dan strategi pendukung perkembangan e-commerce bagi UMKM di Indonesia. Manajerial: Jurnal Manajemen dan Sistem Informasi, 17(2), 184-207.
Kasmi, K., & Candra, A. N. (2017). Penerapan E-Commerce Berbasis Business To Consumers Untuk Meningkatkan Penjualan Produk Makanan Ringan Khas Pringsewu. Jurnal AKTUAL, 15(2), 109-116.
Dimas Jarot Bayu, (2021), 10 e-commerce Dengan Pengunjung Terbesar Pada Kuartal IV 2020, Katadata, diperoleh 19 April 2021, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/11/10-e-commerce-dengan-pengunjung-terbesar-pada-kuartal-iv-2020
Fabio De Pasquale, (2020), Industry 4.0: The Future of The Industry is Today!, Atos, diperoleh 19 April 2021, https://atos.net/en/blog/industry-4-0-the-future-of-industry-is-today

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun