Sumber gambar: http://essaywritershere.com
Ya, mengapa saya sengaja menulis judul ini. Karena, banyak penulis yang memiliki minat yang sama, dalam bidang yang sama pula. Saya melihat, para Kompasianer yang menekuni bidang politik, sudah lebih dari satu, apalagi, bola. Begitu pula dengan bidang lainnya.
Bagi saya, saya mengambil dan menekuni satu bidang, adalah apa yang dikuasai dan dipahami, sesuai pekerjaan dan pendidikan yang diambil, ditambah juga dengan pengalaman. Misalnya saja, televisi. Alhamdulillah, saya memiliki pengalaman panjang dalam menonton TV sampai sekarang, meskipun saya hanyalah lulusan SMA dan belum menekuni ilmu yang akan saya ambil. Ditambah lagi, saya rajin membaca informasi di Internet, yang sangat membantu dalam menulis saya.
Setelah saya membaca buku Inilah Saatnya untuk Action yang saya beli ketika talkshow di Palembang, saya mengambil keputusan untuk “berani beda”. Walaupun banyak penulis yang menekuni bidang yang sama dengan saya, setidaknya ada ciri khas yang membedakan antara saya dan Kompasianer lain. Misal, saya tidak hanya membahas acara televisi, juga merambah ke teknologi pertelevisian dan TV lokal, tentunya saya bahas. Bahkan, setiap ada urusan dengan KPI saya selalu mengingatkan lewat artikel yang saya tulis agar stasiun TV tidak mengulang lagi kesalahannya.
Sikap antimainstream membuat kita terlihat berbeda dengan orang lain, baik prestasi, pekerjaan, dan sebagainya. Berdasarkan apa yang saya baca di buku tersebut, kemudian mengaitkan dengan pengalaman saya, setidaknya, menulis yang antimainstream memiliki kriteria sebagai berikut:
Pertama, Kita tidak akan mengikuti apa yang dipilih orang lain, dan sebaliknya, kita akan cenderung menekuni apa yang jarang dilakukan orang lain, apapun pekerjaan dan hobi yang kita lakukan. Kencenderungan saya untuk bersikap antimainstream, sudah saya terapkan dalam menulis. Bagi saya, menulis hal-hal yang berbeda dengan orang kebanyakan memberikan ciri khas tersendiri dan bisa membangun personal branding.
Nah, karena Kompasiana sudah menjadi media warga yang mengalir opini, reportase, dan pengetahuan yang ditulis dari berbagai kalangan, maka pengetahuan yang terdapat pada jutaan artikel di Kompasiana, akan semakin kaya. Kekayaan pengetahuan yang terdapat pada “rumah blog kita” Kompasiana akan semakin bertambah bilamana para Kompasianer sudah mengambil keputusan berani beda dalam menulis opini, reportase, maupun pengetahuan sesuai apa yang kita minati dan ditekuni.
Maka, bagi para Kompasianer yang menekuni yang jarang dilakukan oleh kebanyakan Kompasianer seperti ilmu gizi, perkotaan, dan sebagainya, itu sudah termasuk memberikan sumbangsih pada Kompasiana dalam berbagi pengetahuan kepada orang lain, jadi artikel yang belum terdapat pada Kompasiana yang terkaitan dengan bidang yang jarang ditekuni, dengan kehadiran mereka dengan ciri khasnya, para netizen tidak perlu susah payah mencari infomasi di Internet, dengan membuka artikel di Kompasiana, jawaban didapat, selesai.
Kedua, abaikan saja penilaian yang buruk terhadap apa yang kita kerjakan, termasuk menulis, dan teruskanlah menekuni apa yang disukai dan keluarkanlah ciri khas kita dalam menulis. Ya, walaupun dalam satu artikel mendapatkan sedikit pembaca maupun miskin vote, dan para pembaca tidak menyukai artikel saya karena tidak satu minat dengan saya. saya tetap cuek saja. Anggaplah menjadi cambukan untuk menulis dan terus menulis sesuai minat kita, minimal bermanfaat bagi orang banyak. Satu lagi, hendaknya kita tampilkan ciri khas kita dalam menulis, agar terlihat berbeda dengan tulisan Kompasianer lain.
Ketiga, jadilah diri sendiri. Seringkali kita tergoda untuk melakukan hal ini dan hal itu, dan kita sering terjebak karena ingin ikut-ikutan apa yang ditekuni kebanyakan orang tanpa dilandasi dengan pengetahuan yang cukup. Misalnya, “Ah, saya mau menekuni bidang B karena tulisan saya ingin dibaca banyak orang”. Itu pemikiran yang sangat salah dan harus dihindari dalam melakukan kegiatan, termasuk menulis.
Pengalaman saya, saya pernah ikut-ikutan menulis artikel tentang politik, karena banyak berita politik bermunculan di Indonesia, dan setelah menulis salah satu artikel di bidang politik, saya memang mendapatkan hits yang banyak tapi malah kritikan pedas yang saya terima. Buktinya, telah saya alami ketika salah satu artikel saya di bidang politik dihujat habis-habisan oleh para netizen di Twitter.