Wahai yang mulia, paduka yang sederhana
kutitipi surat jelata, yang apa adanya
Kami ingin menyampaikan suara
yang selama ini terlupa
Wahai pemimpin negeri yang merendah layaknya padi
dengarkanlah suara hati yang pedih ini
tentang pembantaian yang melukai hati
padahal telah berlalu, berhembus angin era berganti
Kuperlihatkan cerita kelam kami ini
tentang hak kami yang telah dicuri
karena tangan-tangan para pembantai
menghilang bersama raga yang telah membumi
Wahai diraja negeri, yang curhatan rakyatnya ada di wadah nurani
bukalah kotak rahasia, catatan hukum yang kelam ini
singkaplah topeng wajah-wajah pendosa, di bumi ruwai jurai
agar goresan di hati kami, pulih bersama damai
Kami ingin, curahan kami didengar oleh negara
membuka memori berdarah yang terpendam lama
agar membuka kenangan ketidakadilan sampai ke akarnya
demi sebuah senyuman, di tanah lada!
***
Puisi ini terinspirasi dari peristiwa Talangsari di Lampung, tahun 1989.
Sumber gambar ilustrasi: http://www.mediaprabowo.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H