Sebelumnya, ku mohon maaf karena sebenarnya diriku tidak menguasai satu pun bahasa daerah yang ada di seluruh Nusantara.
Maklum saja, diriku kan berdarah campuran. Dari berbagai suku. Lagi pula, kakek-nenekku sudah pindah ke kampung halaman, jadi gak kenal bahasa dari daerah asal mereka.
Terus, keluargaku, lagi-lagi harus pindah ke daerah yang sekarang kami tinggali. Waktu itu, usiaku menjelang 4 tahun, beberapa bulan sebelum era Reformasi. Praktis, saya hanya bisa ngomong Bahasa Indonesia. Itu saja.
Meskipun begitu, seiring perjalanan hidupku, baik di dunia nyata maupun nyata, lambat laun saya kenal kosakata-kosakata dari berbagai daerah.
Paling sederhananya, kata sapaan dan panggilan. Di dunia nyata, hanya 'Mas' dan 'Mbak' (Jawa) dan 'Uni '(panggilan kakak perempuan Minang) yang kukenal. Selebihnya? Di ranah online tentunya.
Misalnya, pendiri Kompasiana tempat kita semua berlabuh dalam tulisan; Pepih Nugraha. Saya sendiri memanggilnya 'Kang' karena beliau itu orang Sunda. Begitu pula dengan panggilan 'Uda' pada lelaki Minang dan 'Bli' pada pria bersuku Bali.
Namun, ada juga yang dipanggil dengan sebutan dalam bahasa daerah A, kepada orang bersuku B. Misalnya, memanggil 'Kang' pada laki-laki Jawa. Duuh, salah sasaran, ya?
Akan tetapi, kalau melakukan hal itu bisa jadi fatal akibatnya. Dianggap tak sopan. Makanya, menurut yang kubaca di situs tanya jawab terkenal sedunia, di Bali, pria harus dipanggil 'Bli' dan perempuan dengan sebutan 'Mbok'.
Lantas, kalau tak tahu sebutannya dalam bahasa lokal pada orang yang dituju? Lebih amannya, panggil saja 'Pak' atau 'Bu'. Hehe.
Tapi, yang lebih muda, saya jadi bingung. Apakah 'Mas' dan 'Mbak' bisa digunakan untuk yang berusia muda pada lintas suku? Silakan berkomentar, ya.