Mereka ini berpaku pada prosedur yang baku alias SOP, bukan pada pelanggan yang kebutuhannya berbeda beda, yang bisa jadi tidak sesuai dengan prosedur tersebut. Pantesan!
Lihatlah! Guru-guru yang mementingkan aspek fisik semata. Paling, mengerjakan prosedur, penilaian untuk dihitung yang kelak akan dimasukkan pada rapor siswa. Padahal, justru itulah yang membuat kehilangan makna dan esensi dari pekerjaannya itu!
Apa itu? Mencerdaskan para siswanya, dan membentuk budi pekerti yang baik, bukan?
Sekarang, coba kalian bayangkan saat mengajar, lepaskan dulu prosedurnya deh. Di dalam kelas, pasti ada anak-anak yang punya kecendrungan berbeda. Ada yang suka memerhatikan lewat papan tulisnya sembari menuliskannya, menyimak, bahkan ada juga anak yang tak bisa diam!
Itu, sudah menunjukkan bahwa mereka ini punya gaya belajar yang berbeda. Sudah jelas kebutuhannya tidak sama. Lalu, masihkah para guru ingin supaya mereka seragam saat menimba ilmu darinya? Kan mustahil!
Karena itulah, memang guru itu tugasnya melayani, dengan ilmu pengetahuan yang diberikannya, bukan semata mengugurkan kewajiban sebagai guru honorer maupun PNS! Mereka harusnya menjadikan para pelanggan (baca: siswa) sebagai hal yang nomor satu.
Lagipula, bukankah guru merupakan pekerjaan yang sejatinya melibatkan hati dan aspek spiritualnya? Itulah yang membuat robot tak bisa melakukannya, dan robot Sophia sudah mengakuinya, kok.
Nah, waktu saya menonton berita tentang guru yang rela mendatangi rumah siswa demi mengajar, bahkan sampai harus berjuang menyebrangi lautan untuk mencapainya gegara ketiadaan jaringan listrik dan telepon seperti yang diberitakan Harian Kompas (22/07/2020), jadi bukti bahwa siswa menjadi yang utama, menomorduakan prosedur yang ada. Atau, prosedurnya yang menyesuaikan diri di lapangan sesuai situasinya. Itu memang lebih baik, kan?
Ditambah, di balik pelayanan itu, tersimpan sebuah tanggung jawab besar. Mendidik anak bangsa dengan keteladanan, moral, dan ilmu pengetahuan yang mereka punya. Tentu kita bangga, kan, mereka bertumbuh jadi generasi yang berkualitas dan berakhlak baik, berkat pelayanan para guru di masa lalu?
Jadi, jangan abaikan hal-hal pokok yang harus dipenuhi anak dengan ilmu dan moral, dengan mengajarnya terlebih dahulu. Urusan tugas? Bukan gak penting, tapi nanti dulu, ya.
Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!