(Virus) Korona itu udah jadi bencana nasional. Harusnya mikir ulang kalau mau mudik!
Hmmm, di saat Mama sedang merapikan pakaian, katanya buat ke kota kelahiranku, Palembang yang jadi rencana lama. Sudah jelas saya geram. Bukan benci sih, tapi karena peduli.
Musababnya, ya penyakit koronavirus (COVID-19) yang melonjaknya sudah keterlaluan, kasus positif-nya menyentuh lima ribuan. Ups, bukan apa-apanya sih, dibanding Amerika yang memuncaki klasemen (sementara) yang berjumlah enam ratus ribu?
Oh ya, ini bukan sekali ini saya memperingatkan hal serupa. Beberapa hari sebelum bibiku pulang, kami mendiskusikan pulang kampung yang sudah terjadwal. Mama sempat menawarkan agar naik mobil sewaan dan hanya bersilaturahmi di rumah keluarga besarnya.
Tapi, diriku malah jadi ragu.
Lha, kenapa?
Di luar sana gak bisa menjamin! Bisa jadi tempat-tempat umum, barang belanjaan di minimarket ada virusnya. Jadi aku enggak ikut!
Terus, ada alasan lain yang membuatku menolak mudik. Mama dan Papa saya punya penyakit darah tinggi yang tentunya rawan tertimpa COVID-19. Makanya itu, tahun ini kami berlebaran #dirumahaja, bukankah itu lebih baik?
Oh, iya ya.
Nah, penolakan yang disampaikan dariku selaku warga desa, ternyata gak sendirian. Sudah 89,75% kepala desa se-Indonesia menurut survei Kemendes DTT yang menyatakan tidak ingin pemudik dari kota, kembali ke asalnya. Iya, tahun ini saja!