Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Jangan Sampai Jiwa TVRI Berubah seperti TV Swasta

17 Januari 2020   18:50 Diperbarui: 24 Januari 2020   14:28 2005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Helmy Yahya saaat memperkenalkan logo baru TVRI (Sumber: lasak.id)

Ternyata ada yang nggak beres sama TVRI, nih....

Lha, sebabnya ada apa ini?

Begini, oleh Dewan Pengawas Televisi Republik Indonesia (TVRI), Helmy Yahya dinonaktifkan dari kursi Direktur Utama pada awal Desember 2019 lalu. Sejak saat itulah, hubungan antara Helmy dan Dewas TVRI semakin memanas, bahkan sampai-sampai Kemenkominfo turun tangan untuk mendinginkannya.

Tapi, panasnya akibat kisruh nggak turun-turun juga, malah meningkat pada puncaknya. Jadilah, kemarin, Helmy Yahya resmi diberhentikan sebagai Dirut TVRI!

Kecewa? Ya sudah pastilah. Para karyawan dan pemirsa yang tersentuh dengan energi perubahan yang digerakkan Mas Helmy, membuat mereka kembali lagi menatap layar kaca, membangkitkan kenangan yang ditorehkan pada Era Pak Harto pada saat itu.

Apa karena ini gara-gara hak siar Liga Inggris? Sepertinya iya, karena tercantum pada surat pemberitahuannya. Apalagi pembeliannya, dihargai dengan sangat besar!

Hmmh, mungkin kalau nggak salah, kabarnya karena tak sejalan sama statusnya saat ini; Lembaga Penyiaran Publik. Kalau seperti itu, bisa jadi langkahnya sudah tepat.

Asal tahu saja, sebelum kembali ke TVRI untuk membesarkannya (lagi), beliau lebih banyak berkiprah di kalangan swasta; dikenal sebagai Raja Kuis dan mendirikan rumah produksi Triwarsana, yang kini berganti nama menjadi Asia Media Production.

Acaranya banyak yang kreatif dan akrab dengan masa kecilku, bahkan sampai menuai kesuksesan---malah menyabet penghargaan sekelas Panasonic Gobel Awards. Sebut saja Bedah Rumah, Uang Kaget, hingga kuis yang menambah pengetahuan: Kuis Bintang Ultra!

Tapi, semuanya nggak cukup dan menjamin untuk membenahi TV negara itu, 'kan? 

Karena bisa jadi, orang swasta mengubah TV publik menjadi seperti swasta pada umumnya, dan itu yang tidak boleh terjadi.

Alangkah lebih baiknya kalau orang swasta harus paham karakter TV milik pemerintah, karena TV yang berstatus Lembaga Penyiaran Publik (LPP), beda, lho! Dia itu independen, netral, tidak komersil, dan berfungsi untuk jadi pelayan masyarakat dengan konten-konten yang mendidik dan bermanfaat.

Makanya, di samping Radio Republik Indonesia (RRI), TVRI juga mendapatkan statusnya sebagai LPP berdasarkan Undang-undang no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, tepatnya pada tanggal 24 Agustus 2006 atau ulang tahun TVRI yang ke-44. 

Namun, apakah setelah 13 tahun berlalu, apakah TVRI tetap komitmen dengan misinya?

Ahhh, sayangnya tuntutan industri nggak bisa dibendung.

Demi menarik pemirsa agar kembali melirik ke TVRI saja, TV pemerintah tersebut harus beli hak siar Liga Inggris segala. Naaah, ini yang jadi masalahnya, sampai-sampai ditanyakan sama Dewan Pengawas.

Menurutku juga, ya kurang pantas sih sebenarnya. TV pemerintah harusnya menjadi media pemersatu bangsa (seperti semboyannya), dengan menyiarkan acara-acara positif dan edukatif, yang mencerminkan kebangsaan. Ke-Indonesia-an!

Seperti NHK yang pernah kutonton di YouTube, malah kupuji. Layout siaran berwarna-warni (naah, ini yang saya suka!), tapi tidak ketinggalan memberitakan tentang keluarga Kekaisaran Jepang dan aktivitasnya. Ya iyalah, namanya aja TV pemerintah, wajib dong mendukung kepala negaranya.

Lha ini, Liga Inggris, yang nggak ada kaitannya sama sekali dengan sepak bola nasional (karena siaran luar negeri), malah tayang di TV pemerintah. Lebih baik kalau ditayangkan Liga 1 yang mempertemukan 18 klub sepak bola terbaik dalam negeri. Sayang seribu sayang, hak siarnya kalah cepat, sehingga dipegang sama TV swasta. Hiks.

Kalau pertandingan sepak bola yang melibatkan Timnas, Olimpiade, dan multievent di bawahnya, dan hak siar bulutangkis (BWF) sih saya kasih toleransi. Walaupun sama-sama siaran olahraga, ada kebanggaan bangsa di situ. 

Apalagi wakil Merah Putih yang bertanding di sana bisa juara dan meraih medali emas di partai final, waahh nasionalisme bisa meningkat dan jadi pembelajaran!

Memang gak bisa menutup mata, perusahaan TV (pada umumnya) masih butuh rating dan perhatian. Apalagi persaingannya semakin hebat, terutama setelah kehadiran Youtube. Perang untuk memperebutkan pemirsanya semakin sengit. 

Mungkin itu yang menjadi faktor mengapa TVRI harus memiliki hak siar olah raga terkenal semacam Liga Inggris.

Hanya saja, rating 'kan sudah menjadi ciri khas TV swasta. Iyalah, TV swasta harus menghidupi diri sendiri dari iklan, yang merupakan efek dari rating yang tinggi. Sedangkan TV publik sebenarnya tidak membutuhkan itu, karena dibiayai oleh negara.

Maka, kalau sudah memiliki hak siar terpopuler dan terjebak rating, apa bedanya TVRI dengan TV swasta?

Karena itu, ayolah, kembalikan jati diri TVRI sebagai TV publik. Anggaran yang ada harusnya dimaksimalkan untuk membuat berita yang netral dan tidak berpihak pada politik/capres tertentu, juga tayangan yang mempresentasikan nilai nasional Indonesia. Seperti kekayaan alam dan budaya Nusantara, terus ideologi Pancasila-nya, ayo digalakkan lebih keras lagi!

Kalau butuh siaran olahraga internasional untuk menarik perhatian pemirsanya? Boleh, asal ada wakil Indonesia yang bertanding. Karena, ya menyangkut nilai edukasi kebangsaan, 'kan?

Bisa juga kembali bekerja sama dengan TV Edukasi yang telah putus hubungan sejak 2014, untuk memberi pembelajaran kepada para siswa biar bisa terlayani dengan baik, apalagi di daerah yang susah sinyal seluler dan siswa yang hanya memiliki televisi, bukan smartphone! Duuh, sungguh diriku rindu masa-masa itu....

Dan, jangan sampai TVRI berubah "jiwanya" seperti TV Swasta, ya!

Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun