Ma-e-stro....
Inilah gelar yang disematkan kepada akun saya berkaitan dengan sistem poin di Kompasiana. Berapa poinnya, tentu saya tidak akan menyebutkannya di sini. Yang jelas, ini adalah salah satu dari kepangkatan para anggotanya, selain Penjelajah, Taruna, Senior, dan lain sebagainya.
Tapi, setelah saya mencari dan membaca referensinya, saya pun berpikir, apakah saya layak menerima gelar tersebut?
Ah, kurasa saya belum, bahkan diriku tidaklah apa-apanya.
Karya lukisan yang tak tertandingi aja dibuat oleh seorang maestro lukis, bagaimana dengan diriku? Sepertinya saya harus lebih belajar, dan belajar menulis lagi...
Bukan Popularitas, tetapi Keahliannya!
Jika dilihat dari rasa bahasa, kata "Maestro" seakar dengan kata "Master". Dalam KBBI sendiri, disebutkan bahwa maestro adalah orang yang ahli di bidang seni, empu. Dan, wajar saja jika kata tersebut biasa disematkan kepada orang-orang yang berkarya di bidang kesenian.
Tapi, kalau di bidang kepenulisan? Hmmm, kata tersebut berlaku juga. Terlebih lagi, menulis yang menonjolkan sisi keindahan seperti puisi, walaupun sebenarnya bisa diterapkan pada semua bidang, sih.
Namun, pada masa kini banyak penulis yang berlomba-lomba untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat lewat karya-karyanya. Bahkan, untuk meraih hits yang tinggi, mereka melakukannya dengan berbagai macam cara. Apa itu bisa menjadikannya sebagai penulis mahakarya?
Penulis yang populer di mata pembacanya, bukanlah maestro sesungguhnya meskipun satu tulisannya meraih hits ribuan pasang mata. Dalam hal ini, tidaklah cukup hanya dengan pageviews semata, karena bisa saja tulisan-tulisan hoaks meraih ribuan pembaca. Tentu, ada beberapa indikator yang menunjukkan seseorang bisa disebut maestro, antara lain:
- Keahlian dan keilmuan yang kuat;
- Sifat keguruan yang tercermin dari pengarahan kepada yang dibimbingnya;
- Karya-karyanya yang sangat dihormati.