Siapa yang suka kwetiau, ramen, udon, soba, sushi, makanan khas Korea,
atau.... cokelat dan keju khas Eropa?
Hidup di lingkungan pabrik semasa kecil di mana atasan orangtuaku adalah orang Tionghoa, membuat kami mengetahui, seperti apa tradisi-tradisi yang dilakukan oleh mereka. Bahkan, makanan khas dari negeri Tirai Bambu pun, perlahan-lahan akhirnya saya memahaminya.
Sudah jelas, masakan Tionghoa itu kental sekali dengan bumbu khasnya yang tak boleh ketinggalan; penggunaan bawang putih dan Ang Chiu! Dan, tentu saja ada daging babi yang disertakan dalam setiap menu mereka. Namun, mereka memasaknya untuk kalangan mereka sendiri, bukan untuk kami sekeluarga.
Suatu ketika, kalau tidak salah ingat, saya berada di rumah tetangga. Kala itu, saya menerima makanan kaleng impor dari Tiongkok, yang setelah saya cermati, di labelnya tertulis MENGANDUNG BABI. Ya sudah, apa boleh buat. Saya (terpaksa) tidak akan menerimanya, karena saya tahu, babi dan produk turunannya, diharamkan dalam Islam.
***
Bertahun-tahun kemudian, sebuah fenomena terjadi di negeri ini. Budaya Asia, memang sedang mewabah lewat karya-karya populernya. Lebih-lebih Korea, yang terkenal dengan Korean Wave-nya. Sudah jelas, lewat musik K-pop dan drama Korea, banyak penggila artis Korea, yang beramai-ramai membuat dan memasak makanan khas mereka. Ya apalagi, kalau bukan mie instan yang sering disuguhin dalam drama itu!
Begitu pula dengan penyuka anime dan hal-hal berbau Jepang, yang sudah pasti akan melewatkan hari dengan sajian khasnya. Udon, soba, sushi adalah daftar makanan yang wajib dicoba. Tentu saja, hal ini didukung dengan menjamurnya restoran-restoran Asia, juga makanan instan impor yang tersedia di pasaran.
Nah, belum lagi penyuka cokelat dan keju, yang kudu merasakan sensasi cokelat Belgia dan keju Perancis (kalau ke luar negeri). Berani?
Tapi, produk-produk impor yang selama ini kujumpai di minimarket (juga supermarket), tidak semuanya bersertifikasi halal. Bukan karena ada unsur babi atau alkohol-nya, tapi memang belum menyertakannya. Ironisnya, bar kedelai asal Jepang yang pernah diiklankan di TV dan sudah beredar di Indonesia selama lebih dari empat tahun, sampai saat ini BELUM juga dilabel HALAL!
Hmmm, kalaupun sudah resmi sertifikasi halal sedangkan produk di pasaran belum dilabel tersebut, mungkin distribusi produk yang kurang merata kali, ya.
Lalu, kalau enggak ada label halal, berarti tidak boleh dimakan, ya?