Mempunyai orang tua yang protektif membuat diriku tidak bisa bebas berkelana ke mana-mana, sendiri tanpa ditemani orang tua. Kalaupun bisa, ya mentok di kota terdekat---kota yang mereka kenal suasananya. Ingin melihat ikon daerah sendiri merasa terhalangi, apalagi kopdaran macam Kompasianival di Jakarta? Ah, lupakan saja kegiatan-kegiatan itu!
Makanya, sewaktu saya belajar menulis di sini, dalam hati kecilku, ada rasa iri dengan mereka yang diberi kebebasan untuk jalan-jalan, mereportase ini-itu, dan sebagainya, bahkan diriku ingin melakukan hal yang sama. Sayangnya, saya tak kuasa untuk melakukan itu semua, karena faktor yang di atas tadi. Coba kalian tengok di profilku, berapa artikel yang "didapatkan" saat saya keluar rumah? Sedikit sekali!
Ya, itu dulu. Sekarang, tanpa jalan-jalan pun, saya---yang juga anak daerah---bisa menelurkan artikel-artikel yang berkualitas. Seratus(an) headline di blog Kompasianaku menjadi bukti, bahwa saya bisa mematahkan mitos "yang banyak jalan-jalan, artikelnya banyak yang terbaik". Anak rumahan aja bisa, kenapa kalian yang beruntung jadi anak nongkrong, tidak bisa mempersembahkan karya yang positif?
Bukan maksud pamer sih, tapi cuma menyemangati, agar bisa menulis yang lebih baik lagi!
Fitrah Manusia yang Suka Melintasi Batas
Makanya, manusia modern, terutama generasi milenial, memang tak berpuas diri hanya berdiam di rumah saja. Dalam waktu-waktu tertentu, mereka pasti akan keluar rumah, mengeksplorasi hal-hal baru di sekitarnya. Tak hanya di daerah-daerahnya, bahkan sampai ke luar daerah sampai ke luar negeri juga bisa ditaklukkan!
Karena itulah, benarlah apa yang digambarkan oleh Prof. Komaruddin Hidayat, bahwa fenomena ini disebut sebagai Passing Over. Kita, yang selama ini "terkungkung", melintasi batas untuk melihat dunia lain, agar kita bisa mendapatkan wawasan yang lebih luas dan kaya dari sebelumnya. Bahkan, lewat Passing Over ini, kita bisa mendapatkan pandangan, bahkan bisa jadi solusi baru soal fenomena-fenomena yang sedang kita hadapi, tentu dengan melihat, berkaca, dan merasakan di negara-negara berbeda.
Misalnya, pada tahun ini, Indonesia menghadapi persoalan sampah yang membuatnya harus berguru di negeri India. Di sana, ada seorang penemu yang bisa mengubah sampah plastik menjadi bahan pengeras jalan. Nah, setelah mempelajarinya, sepulangnya dari sana, pemerintah mendapatkan "pencerahan" yang bisa langsung diterapkan; beberapa daerah sudah melapisi jalan dengan campuran aspal dan sampah plastik!
Bahkan, tahun depan, nanti banyak daerah-daerah di Indonesia yang mengikuti jejak mereka. Waah, ilmu dari luar negeri memang benar-benar bermanfaat ya, bagi negara-negara yang menerapkannya!
Dan, tak hanya itu, lewat warga diaspora, mereka sering membagikan hal-hal baru yang dialami mereka di negeri orang, lewat fenomena-fenomena baru mereka. Bahkan, mereka suka membandingkan pengalaman mereka di sana dengan di negeri asalnya lho! Karena, fenomena yang mereka alami di sini, kalau dibandingkan dengan pengalaman di sana, pasti punya pandangan yang berbeda.