Saya pernah membaca opini dari Pak Komaruddin Hidayat, yang berjudul Pendidikan Miskin Imajinasi, pertama kalinya di sini*. Namun setelah itu, saya merenung dan memikir ulang, adakah hubungannya dengan minat baca? Setelah menemukan titik temu, kemudian saya baca ulang.Â
Di dalam artikel tersebut, beliau menjelaskan imajinasi yang dilakukan manusia untuk mencapai tempat baru dan menciptakan teknologi yang canggih, serta menyoroti permasalahan sistem pendidikan di Indonesia, antara lain masih lemah pada kegiatan riset dibanding negara-negara Barat.Â
Baiklah, izinkan saya untuk menanggapinya, bahkan melengkapi opininya, tentunya dalam satu bahasan yang lebih spesifik: minat baca. Bukankah membaca adalah jantung dari pendidikan, ya? Dengan "memperluas" opini orang lain dengan kemasan berbeda, diharapkan pendidikan di Indonesia akan semakin maju, oke?
***
Di zaman modern ini, adakah kalian menjumpai peralatan yang masih menggunakan teknologi yang bisa dibilang "kuno"? Ada, tapi jumlahnya sangat sedikit. Kemajuan teknologi yang semakin pesat menyebabkan peralatan yang digunakan manusia ikut berubah: menggunakan cara yang lebih cepat dan efesien. Terlebih lagi dalam bidang transportasi. Dulu, orang melakukan berpergian ke suatu tempat selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dengan berjalan kaki atau menunggangi hewan seperti unta, sekarang telah dipangkas perjalanannya dalam hitungan jam, paling lama seharian lebih! Kok bisa, ya?
Memang, kita dikaruniai organ di kepala kita, yaitu otak olehNya yang seharusnya kita syukuri. Salah satu kelebihan dari organ tersebut adalah bisa membayangkan citra mental di pikiran, yang disebut juga dengan imajinasi. Dengan kekuatan imajinasi yang tercipta di belahan otak kanan kita, kita bisa menciptakan banyak hal. Menciptakan berbagai alat transportasi, misalnya, memang terinspirasi dari hewan-hewan yang melaju kencang di atas muka bumi ini, yang kemudian manusia menirunya untuk diwujudkan dalam bentuk kendaraan.
Dan munculnya imajinasi tidak hanya terjadi ketika kita membaca fenomena di alam semesta. Masih ingat tidak, manfaat dari membaca buku? Bisa memunculkan imajinasi, juga kreativitas di benak kita, bukan? Dengan menelaah isi buku itulah, otak kita, terutama di belahan kanan, akan lebih aktif dan akhirnya bisa membayangkan gambaran mental, yang kemudian direalisasikan dengan penciptaan karya di dunia nyata yang bermanfaat bagi kehidupan.
Salah satu contohnya, ya komik Doraemon. Meskipun manga tersebut telah diciptakan jauh sebelum gawai canggih menyebar ke mana-mana, toh dengan kekuatan imajinasi yang tak terbatas itulah, sang pengarang bisa berani menggambar gadget-gadget yang paling canggih melampaui zamannya. Dan sekarang bisa dibuktikan sendiri, banyak perangkat-perangkat canggih yang memang terinspirasi, bahkan meniru apa yang digambarkan oleh komik Doraemon itu!
Namun sayangnya, seperti yang telah dijelaskan di awal, masyarakat kita masih lemah dalam riset, terlebih lagi riset ilmiah. Padahal, dalam kegiatan riset, membaca sebanyak-banyaknya literatur sangatlah diperlukan. Bayangkan, jika kita malas membaca buku, ide yang dihasilkan dari kegiatan riset, terutama gambaran penciptaan karya berteknologi, sangat mustahil terjadi.
Hal yang sama juga berlaku pada industri hiburan. Gara-gara kurangnya ide dan kreativitas cerita pada sinetron, akhirnya tidak ada jalan lain, kecuali merombak dan mengemas ulang sinetron yang sudah dibilang sukses pada masanya. Nah, di tahun ini saja banyak sinetron-sinetron di televisi yang aslinya merupakan remake dari sinetron lawas. Bahkan ada juga sinetron tersebut yang dirombak dari sinetron bertema sama, namun dikemas dengan suasana berbeda.
Bandingkan saja dengan film-film yang bermunculan di layar lebar; selalu ada yang baru. Hmmm, apa ya rahasianya? Film-film tersebut banyak diangkat dari bacaan, terutama buku novel, sehingga para penonton mempunyai banyak pilihan untuk bisa menikmati filmnya yang pada akhirnya bisa menghibur, dan menginspirasi.