Masih ingatkah dengan kasus penerlantaran 5 anak di Cibubur? Setelah saya membaca berita online di detik.com, ternyata sang ayah dari 5 anak ini yang mengaku berprofesi sebagai dosen ini memiliki perilaku yang tidak sepatutnya dicontoh oleh seorang pendidik. Mengonsumsi miras, narkoba, menggangu ketenangan tetangga dengan mendengarkan musik, hingga berujung pada penerlantaran anak. Parahnya, pelaku bersama istrinya sering keluar malam, kemudian pulang pada pukul 3 dini hari. Padahal, di mata mahasiswa dan rekan dosen, pelaku adalah seorang dosen yang supel yang bisa menghibur mahasiswanya. Sungguh, ini berbanding terbalik dengan apa yang diajarkan di rumah. Di rumah dia kerap memarahi anaknya, bahkan salah satu anaknya dilarang masuk rumah selama sebulan dan selama itu pula, anaknya memperoleh makan hanya bergantung pada belas kasihan tetangga.
Sebelumnya, pada bulan November 2014 lalu, ada kasus guru besar di sebuah perguruan tinggi di Makassar terjerat narkoba ketika berpesta beserta salah para mahasiswi. Hal tersebut tentunya membuat para mahasiswa kaget karena pelaku adalah sosok yang taat beribadah. Dan, masih banyak perilaku para pendidik lainnya seperti guru melakukan kekerasan terhadap siswa, dan sebagainya. Ya, apa yang dialami oleh pasangan suami istri ini patut dijadikan pelajaran oleh pendidik, baik guru maupun dosen. Terlebih untuk para dosen, karena dosen adalah seorang pendidik yang diberi tugas maha berat untuk mencerdaskan bangsa: mendidik para mahasiswa yang merupakan calon-calon intelektual di negeri ini. Tentu saja dengan panggilan hati untuk memajukan pendidikan di negeri ini, bukan sekedar cari untung dengan gaji yang besar.
Memang, banyak diantara mahasiswa yang melanjutkan kuliah S2 karena ingin mengejar cita-cita yang lebih tinggi, yaitu sebagai dosen sebagai bentuk baktinya kepada bangsa, dan ada pula yang ingin meningkatkan kompetensi pendidik agar lebih berkualitas. Tidak salah memang, itu suatu langkah yang bagus untuk memajukan Indonesia. Bahkan, kualitas suatu pendidikan di negeri ini, tergantung pada kualitas dari pendidik. Namun, seiring perkembangan zaman, pendidikan moral dan agama perlu digalakkan kembali. Karena, penguasaan ilmu yang luas dan sepintar apapun dia, tidak akan cukup dan hidup tidak akan bermakna jika tidak dibekali dengan pendidikan moral yang baik.
Kembali pada kasus penerlantaran anak di atas. Dalam berita yang saya jelaskan diatas, ada beberapa hal yang harus dicamkan oleh seorang pendidik sebagai orang tua di sekolah maupun dirumah, terutama yang telah berkeluarga, dan terhadap sesama manusia, antara lain:
Pertama, seorang pendidik tidak boleh bermuka dua, maksudnya bersikap baik terhadap peserta didik namun di rumah malah bertindak kasar terhadap anak-anaknya. Itulah yang seharusnya diterapkan oleh para seluruh pendidik. Hal tersebut sesuai dengan konsep pendidikan dimana para pendidik, baik guru maupun dosen, ditempatkan sebagai sosok yang patut dicontoh oleh generasi bangsa, baik para peserta didik maupun anak-anaknya di rumah.
Kedua, hendaknya para pendidik memiliki dan menjaga semua kesehatan lahir batin (jasmani dan rohani). Karena, pada kasus di atas, pasangan suami istri yang menerlantarkan anak, berperilaku 'ganjil' dan hendaknya kondisi kejiwaan segera diperiksa. Oleh karena itu, penguatan batin melalui motivasi, moral dan agama tetap diperlukan, agar tidak merasakan kegersangan hidup di kemudian hari.
Ketiga, setiap pendidik tentu ada agenda kerja tersendiri di luar kota. Namun, hendaknya  dia tidak melupakan anak-anaknya di rumah (jika telah berkeluarga dan memiliki anak). Ajak untuk berkomunikasi agar anak-anak tidak kehilangan kasih sayang dari orang tuanya.
Keempat, para pendidik tentunya harus memberikan citra yang baik bagi tetangganya dan terhadap sesama manusia pada umumnya. Kasus pasutri yang menyalakan musik keras-keras dan menganggu tetangganya, tentunya tidak ditiru oleh orang yang mengaku sebagai pendidik. Pada dasarnya, seorang pendidik tidak hanya sebagai orang yang mentransfer ilmu pada peserta didik, melainkan harus memiliki budi yang baik agar generasi bangsa, anak-anak dari pendidik, dan orang di lingkungan sekitar dan sesama manusia, terutama tetangga dan rekan kerja, hanya mengikuti jejak yang baik dari seorang pendidik dan bukan mewarisi hal-hal yang buruk yang menyebabkan kehancuran bangsa.
Demikianlah, semoga bermanfaat. Salam Kompasiana!
Sumber berita: kompas.com, detik.com, okezone.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H