Dalam hidup, setiap manusia pasti dihadapkan pada pilihan-pilihan, yang terkadang pilihan itu tidak selalu benar atau salah, namun bisa jadi pilihan itu adalah benar dan benar. Di sini lah kita sebagai seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu membuat keputusan yang tepat. Seperti yang dikatakan oleh Bob Talbert "Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best" yang berarti mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik. Dari kutipan tersebut kita belajar bahwa ada dua pilihan yang keduanya baik atau benar, namun memilih sesuatu yang terbaik adalah menjadi hal yang utama. Serta memastikan bahwa keputusan yang dibuat telah berpihak pada murid.
Sudah kita ketahui bersama bahwasannya seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menerapkan filosofi Ki Hajar Dewantara, yakni Pratap Triloka. Seorang pemimpin yang menerapkan filosofi ini akan lebih mudah dalam mengambil keputusan jika ada masalah. Hasilnya pun cenderung akan lebih diterima oleh pihak-pihak yang terlibat. Seorang pemimpin ada baiknya berlandaskan Pratap Triloka dalam pengambilan keputusan. Para pemimpin harus memiliki sikap ing ngarsa sung tuladha yang berarti di depan selalu memberi contoh atau teladan. Jadi, sebagai seorang pemimpin pembelajar diharapkan dapat memberi contoh dalam pengambilan keputusan yang baik, tentunya dengan menerapkan 4 paradigma pengambilan putusan, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Seorang pemimpin juga harus memiliki sikap ing madya mangun karsa yang berarti di tengah selalu memberi semangat. Artinya, keputusan seorang pemimpin haruslah dapat memberikan semangat untuk menghasilkan keputusan yang baik. Seorang pemimpin juga harus memiliki sikap tut wuri handayani yang berarti di belakang selalu memberi dorongan atau dukungan yaitu di belakang memberikan dorongan kepada orang-orang disekitarnya agar dapat melakukan pengambilan keputusan yang bijak.
Berkaitan dengan nilai dan peran guru penggerak, banyak nilai-nilai yang tertanam pada diri kita, utamanya nilai-nilai guru penggerak. Nilai-nilai guru penggerak yang sangat berperan dalam pengambilan keputusan adalah nilai reflektif, kolaboratif, serta berpihak pada murid. Sebagai seorang pemimpin, dalam membuat keputusan ia telah menerapkan nilai kolaboratif karena dalam mengambil keputusan, ia melibatkan pihak yang terkait dengan permasalahan yang dihadapi. Selain itu seorang pemimpin juga mengambil keputusan yang berpihak pada murid. Seorang pemimpun juga harus memiliki nilai reflektif. Selalu merefleksi dan mengevaluasi keputusan yang telah diambil. Apakah keputusan tersebut sudah berdampak bagi murid dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Selain itu terkait dengan peran guru penggerak dalam pengambilan keputusan bahwasannya sebagai guru penggerak harus mampu menjadi pemimpin pembelajaran sehingga dapat memberikan keputusan yang baik sesuai nilai kebajikan.
Dalam pengambilan keputusan diperlukan adanya kegiatan coaching. Kegiatan Coaching bisa dilaksanakan untuk memfasilitasi seseorang dalam mengambil suatu keputusan. Seorang coach bisa membantu coachee memaksimalkan potensi yang dimilikinya sehingga coachee bisa membuat solusi atau mengambil suatu keputusan yang tepat. Melalui kegiatan coaching ini juga coahee mampu melakukan hasil keputusan tanpa terpaksa karena solusi muncul dari dalam dirinya sendiri. Â
Penerapan coaching tentunya melibatkan sosial emosional kita. Ketika kita mempunyai sosial emosional yang terkontol denan baik tentu pola pikir kita akan baik. Hal ini terkait dengan dilema etika, seorang guru harus mampu menimbang, memilah, dan memilih keputusan yang baik. Sebagai seorang guru, aspek sosial emosional yang kita miliki akan sangat berpengaruh terhadap hasil keputusan, terutama yang menyangkut masalah dilema etika. Untuk itu, seorang guru harus memiliki kesadaran penuh dalam menyikapi suatu masalah dan saat harus mengambil suatu keputusan.
Sosial emosional tentunya akan menggiring kita pada suatu moral dan etika. Jika ada kasus yang berkaitan dengan masalah moral atau etika, seorang pendidik harus berlandaskan atau berpedoman pada nilai-nilai kebajikan yang diyakininya. Misalnya ada masalah yang di sana terdapat bujukan moral tentang kejujuran yang sebenarnya menguntungkan secara pribadi, seorang pendidik harus tetap mengutamakan nilai-nilai kejujuran sehingga hasil yang akan diputuskan bisa dipertanggungjawabkan secara moral.
Pengambilan keputusan yang tepat harus melalui paradigma, prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan agar hasil akhirnya berdampak kepada lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Selain itu, perlu juga dipikiran solusi lain yang mungkin menjadi alternatif dalam pengambilan suatu keputusan. Keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan dan mengakomodasi sebagian besar keinginan dari orang-orang di sekitar kita. Sebagai seorang pemimpin kita tidak boleh egois dengan memaksakan keputusan kita pada orang lain, tetapi dalam mengambil keputusan berdasarkan pada 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Dengan mengacu ketiga hal tersebut kita berharap bahwa keputusan yang diambil bermanfaat untuk orang-orang disekitar kita.
Berbicara tentang tantangan atau hambatan, kasus dilema etika tentunya memberikan tantangan kepada seorang pemimpin sebagai pengambil keputusan karena beberapa pilihan tentunya harus berhadapan dengan beberapa pihak. Hasil keputusan terkadang menimbulkan pro dan kontra karena banyak pemikiran dan banyak gagasan yang muncul. Hasil keputusan yang menimbulkan tantangan tentunya berkaitan dengan perubahan paradigma karena jika paradigma yang digunakan oleh beberapa orang yang terlibat kadang berbeda. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap sudut pandang seseorang dalam menilai suatu masalah. Kita juga harus siap menghadapi tantangan terutama jika ada yang tidak suka dengan keputusan yang sudah kita buat. Siap dicaci, bahkan dibicarakan di belakang.
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, seringkali kita mengalami dilema untuk membuat keputusan, dimana dia pilihan tersebut adalah benar, khususnya dalam pembelajaran. Oleh karena itu, keputusan yang kita ambil sangat berkontribusi pada proses pembelajaran. Jadi keputusan yang diambil untuk proses pembelajaran murid haruslah berpihak pada murid dan untuk kepentingan murid sebesar-besarnya. Pendidikan merupakan institusi moral tempat persemaian benih-benih. Jadi apapun keputusan yang kita ambil bertujuan untuk membuat benih-benih yang sudah ada dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya. Sebagai pemimpin pembelajaran dapat menjadi fasilitator, motivator, supaya anak-anak dapat menuju kebahagiaan, kemandirian dan kesejahteraan. Pemimpin pembelajaran dapat membawa anak Indonesia mencapai kemerdekaan belajar dan menjadikan mereka manusia-manusia merdeka yang sanggup berdiri di atas kaki sendiri.
Pengambilan keputusan tentunya diharapkan dapat mempengaruhi masa depan murid kita. Hal ini benar adanya, bahwasanya seorang pemimpin pembelajaran yang mengambil putusan sangat mempengaruhi kehidupan masa depan murid-muridnya. Keputusan yang diambil harus mempertimbangkan dampaknya bagi masa depan peserta didik. Jika guru mengambil keputusan untuk melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan potensi dan kebutuhan siswa, maka siswa bisa berkembang secara optimal. Di sini lah pembelajaran berdiferensiasi menjadi ujung tombak keberhasilan masa depan murid. Melalui pembelajaran berdiferensiasi ini lah potensi siswa dapat berkembang sesuai kodratnya, mereka mampu berpikir kritis dan kelak dapat menghadapi tantangan zaman.
Simpulan akhir yang dapat dari modul ini adalah saat harus mengambil suatu keputusan, seorang pemimpin harus menerapkan nilai-nilai dan peran guru penggerak, memperhatikan paradigma, prinsip pengambilan keputusan, serta keputusan diambil melalui sembilan tahap pengambilan keputusan. Dengan langkah tersebut, diharapkan seorang pemimpin mampu membuat keputusan yang berpusat pada murid, sehingga mereka mampu berkembang sesuai dengan kodratnya untuk menghadapi tantangan zaman.