Mohon tunggu...
Dewi Suliana
Dewi Suliana Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Misi membuat setiap kalimat berbicara serta menyulap fakta menjadi inspirasi bagi pembaca

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Saat Dunia Maya Mengubah Cara Kita Saling Menyapa

27 Oktober 2024   19:07 Diperbarui: 27 Oktober 2024   19:55 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ingat masa kecil dulu? Ketika bertamu ke rumah teman atau saudara, kita akan mengobrol berjam-jam, bertukar cerita, atau sekadar bercanda. Kini, pemandangan itu semakin langka. Yang kita lihat justru sekelompok orang berkumpul dalam diam, masing-masing sibuk menunduk menatap ponsel.
Ironis memang. Di zaman yang katanya paling terhubung ini, kita malah semakin kesepian. Coba perhatikan sekeliling kita. Di kafe, restoran, bahkan di meja makan keluarga, obrolan hangat kini kalah bersaing dengan 'scroll-scroll' media sosial yang seolah tak ada habisnya.

Belum lama ini, saya melihat sekelompok remaja yang sedang merayakan ulang tahun temannya di sebuah kafe. Alih-alih berbincang dan tertawa bersama, mereka justru sibuk mengambil foto dan video untuk diunggah ke Instagram atau TikTok. Bahkan momen tiup lilin pun harus diulang beberapa kali demi mendapatkan 'angle' yang sempurna. Seakan-akan, kebahagiaan baru terasa nyata ketika sudah dibagikan ke dunia maya dan mendapat validasi berupa 'likes' dan komentar.

Tentu saja, media sosial bukan tanpa manfaat. Berkat platform digital, kita bisa tetap terhubung dengan keluarga di luar kota, berbagi informasi dengan lebih banyak orang, bahkan menemukan komunitas yang sesuai dengan minat kita. Banyak juga gerakan peduli sosial yang berhasil karena kekuatan media sosial.

Tapi mari jujur pada diri sendiri. Berapa kali kita mengucapkan "turut berduka" di kolom komentar, tanpa benar-benar merasakan dukanya? Berapa kali kita membagikan informasi penggalangan dana untuk korban bencana, tapi berhenti hanya sampai di tombol 'share'? Media sosial seolah membuat kita merasa sudah cukup peduli, padahal sebenarnya belum melakukan apa-apa.

Solusinya bukan dengan meninggalkan media sosial - itu tidak realistis. Yang kita butuhkan adalah keseimbangan yang lebih bijak. Misalnya, saat makan bersama keluarga, mari sepakati untuk menyimpan ponsel. Saat teman butuh curhat, lebih baik temui langsung daripada sekadar mengirim emoji pelukan.

Teknologi memang mengubah cara kita berkomunikasi, tapi tidak seharusnya mengubah esensi dari komunikasi itu sendiri. Duduk bersama, saling menatap, dan mendengarkan satu sama lain masih jauh lebih berarti dibanding ratusan komentar di media sosial. Teknologi seharusnya membantu kita lebih dekat, bukan malah membuat kita lupa cara berinteraksi secara nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun