Pada September dan Oktober 2021 ini, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan menyelenggarakan Asesmen Nasional yang merupakan evaluasi sistem pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pertama kali disampaikan kepada publik pada 11 Desember 2019, Asesmen Nasional merupakan salah satu terobosan Mendikbudristek Nadiem Makarim yang berani menyudahi pelaksanaan Ujian Nasional dan menjadi bagian dari paket pertama kebijakan pembenahan pendidikan di Indonesia yang dikenal dengan Merdeka Belajar.
Sebelum Asesmen Nasional, Indonesia telah memiliki dan melaksanakan sejumlah sistem penilaian, termasuk mengikuti penilaian yang dilaksanakan oleh lembaga internasional. Penilaian yang diselenggarakan oleh Kemendikbudristek meliputi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), dan Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI).
Sementara itu, siswa-siswa Indonesia juga mengikuti penilaian yang dilaksanakan oleh lembaga internasional seperti survei The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), The Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), dan Programme for International Student Assessment (PISA).
Dengan keberadaan sejumlah sistem penilaian tersebut, kehadiran Asesmen Nasional diharapkan dapat menambal kebutuhan yang belum diperoleh dari sistem yang ada tersebut. Berbeda dengan Ujian Nasional yang menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu, Asesmen Nasional sebagai evaluasi sistem tidak memiliki konsekuensi pada siswa yang mengikuti asesmen. Asesmen Nasional tidak menghasilkan skor individu siswa, guru, maupun kepala sekolah.
Dalam Asesmen Nasional, evaluasi dilakukan terhadap hasil belajar siswa yang mendasar (literasi, numerasi, dan karakter) serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. Informasi tersebut diperoleh dengan tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
Sementara itu, belajar dari pengalaman Ujian Nasional yang berpengaruh pada citra sekolah dan pemerintah daerah sehingga berbagai cara dilakukan agar terlihat sukses dalam Ujian Nasional, maka pada Asesmen Nasional hasil asesmen akan ditampilkan dengan menghindari pemeringkatan dan pelabelan negatif terhadap sekolah dan daerah. Menurut Kemdikbudristek, hasil Asesmen Nasional hanya dapat dilihat oleh sekolah masing-masing serta Dinas Pendidikan (Kemdikbudristek, 2021).
Terdapat beberapa argumen mengapa Asesmen Nasional perlu dan penting untuk diselenggarakan. Pertama, dengan situasi pandemi Covid-19 yang memaksa proses belajar mengajar dilaksanakan dari rumah dalam kondisi darurat, telah memunculkan kekhawatiran tentang hilangnya kesempatan belajar (learning loss) bagi banyak siswa. Terdapat beberapa dampak negatif dari situasi pandemi Covid-19 terhadap siswa yang belajar dari rumah, misalnya menurunnya proses pembangunan karakter, munculnya tekanan psikososial, dan menurunnya motivasi siswa hingga siswa cepat bosan dan tidak mau belajar (Kusumastuti, 2021).
Sampai dengan saat ini belum tersedia data yang komprehensif tentang seberapa besar, pada siapa, di mana, dan mengapa learning loss terjadi. Asesmen Nasional perlu mengambil peran ini, dengan memetakan learning loss di seluruh Indonesia dan menjadi data awal (baseline) dalam rangka menentukan kebijakan atau intervensi pemerintah yang tepat sesuai permasalahan yang terjadi di lapangan.
Kedua, selama ini sistem evaluasi pendidikan pada sekolah-sekolah banyak dikeluhkan oleh guru dan kepala sekolah karena membuat fokus untuk melakukan tugas mengajar menjadi terganggu oleh urusan administratif yang ribet misalnya borang penilaian yang terpisah-pisah, tumpang tindih, dan berulang (tidak efisien). Bahkan sampai Presiden Joko Widodo pun pernah mengeluhkan para guru dan kepala sekolah lebih sibuk mengurus SPj (Surat Pertanggungjawaban) dibanding mengajar. Kehadiran Asesmen Nasional diharapkan membawa perubahan terhadap model evaluasi pendidikan yang cenderung administratif tersebut dan benar-benar diarahkan untuk mendorong perbaikan kualitas pembelajaran.
Ketiga, untuk melakukan pembenahan yang menyeluruh atas permasalahan pendidikan, diperlukan pemetaan atas permasalahan yang ada di lapangan secara spesifik. Selama ini kebijakan yang sering digunakan dalam pembenahan di daerah-daerah di Indonesia cenderung menggunakan pendekatan "one size fits all" secara top down. Padahal tidak semua daerah memiliki karakter permasalahan yang sama sehingga perlu pendekatan yang lebih sesuai dengan kondisi yang dihadapi masing-masing daerah atau sekolah.
Dari Survei Lingkungan Belajar sebagai bagian Asesmen Nasional yang mengukur kualitas pembelajaran, iklim keamanan dan inklusivitas sekolah, refleksi guru, praktik pengajaran, dan latar belakang keluarga siswa, diharapkan diperoleh informasi yang berguna untuk melakukan diagnosis masalah dan perencanaan perbaikan pembelajaran oleh guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan. Hal ini diharapkan membantu sekolah dalam menyusun kebijakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.