Keberhasilan transisi menuju ekonomi hijau sangat bergantung pada kebijakan publik yang mendukung. Negara-negara maju, seperti Swedia dan Denmark, telah berhasil mengintegrasikan kebijakan hijau dalam sistem ekonomi mereka, melalui pajak karbon, insentif bagi perusahaan yang mengadopsi teknologi ramah lingkungan, dan pembiayaan untuk riset dan pengembangan energi terbarukan. Namun, banyak negara berkembang belum memiliki kebijakan yang mendukung dengan cukup kuat untuk memfasilitasi transisi ini. Menurut laporan World Bank, meskipun potensi untuk adopsi teknologi hijau di negara berkembang sangat besar, kebijakan yang tidak tepat dapat menyebabkan ketidakseimbangan yang semakin memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi
Ekonomi hijau menawarkan harapan besar dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan keberlanjutan, tetapi proses transisinya tidaklah mudah dan penuh dengan kontroversi. Meskipun banyak manfaat yang dapat diperoleh, baik dari segi lingkungan maupun sosial, tantangan besar tetap ada dalam hal akses, keadilan, dan implementasi kebijakan yang efektif. Dengan semua potensi dan hambatan yang ada, apakah ekonomi hijau benar-benar dapat mencapai tujuan SDGs tanpa menciptakan ketimpangan yang lebih besar, atau adakah pendekatan yang lebih adil dan inklusif yang harus diterapkan dalam transisi menuju masa depan yang berkelanjutan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI