Malam itu aku berlari. Berlari sekencang mungkin, meninggalkan segala yang menyakitkan. Saat itu aku merasa, di depan sana akan baik-baik saja. Aku akan lebih bahagia jika mengejar sesuatu yang sebenernya aku pun tidak tahu, apa dari tujuanku berlari. Aku berpikir, segala konsekuensi terburuk pun akan aku hadapi dengan berani.
Jalanan saat itu memang begitu sepi dan temaram. Beruntung, cahaya bulan sedang terang begitu cantik dan sempurna.
Sejenak aku berpikir, apa lebih baik aku menyerah dan meninggalkan semuanya saja? Toh, jika di depan sana yang kutemui adalah kegagalan, setidaknya aku tidak akan merasakan pahitnya dunia untuk kesekian kalinya. Ya, memang kalau saat nanti yang kutemui adalah keberhasilan, di situ aku akan mengatakan dengan lantang bahwa aku ada orang paling beruntung di muka bumi ini.
Konyol, yah? Baiklah. Aku kembali pada titik di mana aku memilih untuk menepi dari perjalanan ini. Kutengok sejenak apa-apa yang telah aku tinggalkan, lalu kutatap kembali apa yang ada di depan. Hamparan semu berwarna abu-abu. Ah, baiklah. Akan aku cari warung terdekat, kusiapkan bekal sebanyak yang kubisa. Terserah dengan segala cerita, karena aku suka dengan tantangan.
Sampai pada akhirnya aku tersadar dari skenario yang mendadak kubuat. Ah, baiklah mari kita selesaikan cerita yang sedang kita buat kawan! Mengenai skenario yang tadi, lupakan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H