Mohon tunggu...
Dew
Dew Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa.

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

4 Peran Ibu dan Pelajaran Kulewatkan

20 November 2020   16:20 Diperbarui: 20 November 2020   16:22 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau dihadapkan pada pertanyaan 'apa peran ibu dalam keluarga?' Jawabannya bisa bermacam-macam.

Sebagai manager dalam rumah tangga, sebagai pendidik sekaligus sekolah pertama bagi anak-anak, sebagai kepala dapur, sebagai pengayom, sebagai pengasuh, sebagai bendahara, sebagai pendengar yang setia, sebagai support system yang tak ada tandingannya, dan masih banyak lagi, tergantung pada siapa pertanyaan tersebut diajukan.

Beberapa hal yang teringat jelas tentang ibu adalah ketika ia mengajarkan Bahasa Inggris. Ketika itu aku duduk di bahu sofa, menerawang ke luar jendela memerhatikan teman-teman yang sedang asik bermain, sementara aku sibuk berhitung one, two, three, four, five...

Teringat juga ketika ibu mewanti-wantiku yang lebih nyaman menulis dengan tangan kiri untuk mulai belajar menulis dengan tangan kanan. "Sebab, tangan kanan adalah tangan bagus." begitu ajarnya.

Hal lain yang membekas adalah, "Habisin makanannya, nanti nasinya nangis." Hingga saat ini, tidak menyia-nyiakan makanan sudah menjadi kebiasaan.

Kata orang, kasih ibu sepanjang masa. Benar saja, dalam kehadiran dan ketidakhadirannya ia tak henti mengajarkan nilai-nilai kehidupan.

Dalam ketidakhadirannya, aku lebih banyak menyadari ketidakmampuanku melakukan sesuatu sekaligus menyadari ada banyak hal yang kulewatkan ketika ia masih berada di antara kami. Setidaknya ada 4 hal yang membuatku takjub dengan peran yang dilakukannya dalam keluarga yang seharusnya bisa kupelajari sejak dulu.

1. Ibu sebagai Sumber Kegembiraan

Ada satu hari dalam satu tahun yang selalu ingin kuhindari, hari raya. Selain kehilangan teman yang biasa mendengar ceritaku sepulang berkegiatan, aku juga kehilangan antusiasme dalam menyambut hari raya.

Dulu perannya dalam menghidupkan rumah tampak biasa saja, "ya memang hidup seperti ini. Ibu memasak, ayah bekerja, anak-anak belajar, kita tertawa ketika bahagia dan menangis ketika berduka." begitu pikirku, rumus umum.

Lima hari raya terakhir menyadarkanku bahwa ibu tidak hanya hidup mendampingi kami apa adanya. Buktinya, aku kesulitan menciptakan tawa yang sama, terlebih ketika hari raya tiba.

2. Ibu sebagai Filter

Perannya yang satu ini benar-benar tak pernah kusadari sebelumnya. Beberapa hal yang tak mampu kuatasi di awal tahun adalah rasa percaya diri yang menurun, tidak fokus, suara orang yang terdengar semakin nyaring dan menjadi beban, entah itu berupa saran, kritik, atau sekedar pendapat.

Baru kusadari di kemudian hari, setelah masa-masa itu terlewati, ternyata penyebabnya adalah ketidakhadiran ibu dalam perjalananku.

Ibu adalah filter yang membuat perjalananku mulus dengan minimal hambatan. Sebelum orang bicara padaku memberikan saran, kritik, atau pendapat dengan intensi judging, ada ibu yang menjawab mereka terlebih dahulu, kemudian menyaring dan menyampaikan hal-hal yang perlu kuketahui dengan bahasa yang menenangkan.

3. Ibu sebagai Mediator

Hal lain yang tak berjalan dengan baik belakangan adalah komunikasi dalam keluarga. Kesepakatan sulit untuk tercapai karena masing-masing dari kami sama-sama merasa benar dan tak ada yang bersedia mengalah.

Permasalahan mengenai komunikasi ini membuatku sadar bahwa ternyata selain piawai menyikapi masalah dengan tenang, ibu juga merupakan sosok mediator ulung dalam keluarga, bisa menyatukan dan membuat kami sepaham pada keputusan-keputusan anggota keluarga yang dirasa tidak cocok untuk anggota keluarga yang lain. 

Berbekal pemahaman terhadap karakter dari setiap anggota keluarga, ibu seringkali memecahkan masalah yang tampak buntu bagi kami dengan tetap mempertimbangkan baik buruknya bagi seluruh anggota keluarga.

4. Ibu sebagai Pengerat

Menjalankan tanggung jawab masing-masing adalah salah satu cara untuk melindungi anggota keluarga yang lain. Karena dengan menjalankan tanggung jawab kita sendiri, artinya kita tidak membiarkan anggota keluarga yang lain khawatir terhadap kita, yang mana bisa menurunkan fokus terhadap tanggung jawab mereka sendiri.

Peran anggota keluarga secara umum seperti ini, ayah mencari nafkah, ibu mengurus rumah tangga, dan anak-anak menimba ilmu. Ketika salah satunya tidak ditunaikan bisa jadi menimbulkan konflik yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan.

Beberapa minggu lalu, ada momen yang membuatku tercengang dalam hati. Dalam kondisi sedang bersitegang dengan adikku, aku menyadari bahwa ternyata selama ini yang berjuang mengeratkan hubungan di antara kami adalah ibu. Ibu membuat kami saling memahami satu sama lain.

Ibu tidak hanya memberikan makanan bergizi, pakaian yang rapi, dan rumah yang nyaman, tapi juga menciptakan kekompakan, dan sinergi dalam keluarga.

Menumbuhkan motivasi untuk terus semangat menimba ilmu, menjaga mood seluruh anggota keluarga tetap baik, objektif dalam menilai permasalahan, sadar akan keperluan putra-putrinya lalu menyampaikannya dengan efektif kepada kepala keluarga, bukanlah peran yang sederhana.

Pada akhirnya, setiap permasalahan yang terjadi membuatku bertanya, 'bagaimana ia akan menyikapi masalah ini?'

Aku rasa, ibu akan menjadi pembelajaranku sampai akhir hayat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun