Alena sesungguhnya suka sama Rio. Tapi sebagai perempuan, Alena tidak mau 'memulai duluan'. Alena masih memegang teguh prinsip hidupnya. Terutama masalah percintaan, Alena berprinsip bahwa segala sesuatu harus laki-laki yang 'mulai duluan'. Walau itu hanya sebatas tegur sapa. Oleh karena itu, biarpun pagi ini dia satu lift dengan Rio, Alena tetap tidak banyak bicara. Sekedar mengucapkan sepatah kata, tanpa dialog basa basi. Apalagi sok akrab.
"Nanti sepulang kerja, ada acara?" Rio memecah kesunyian dalam lift.
"Nggak sih--." Alena menjawab singkat.
"Bagaimana kalau kita makan malam?" Kata Rio.
"Eum--boleh juga," kata Alena bersedia. Jantungnya langsung berdegub kencang. Alena tidak menyangka bahwa Rio mengajaknya makan malam. Alena semakin yakin bahwa 'jodoh itu nggak ke mana'.
"Oke--nanti kita bertemu di Zangrandi Panglima Polim, yang dekat kantor kamu aja, ya." Kata Rio kemudian.
Loh, kok aneh--Zangrandi Panglima Polim? Bukannya kita satu kantor. Satu gedung di daerah Thamrin. Mobil pun terparkir di basement yang sama, pikir Alena, masih kebingungan.
Kemudian Rio berjalan keluar lift, melewati Alena, yang masih berdiri terpaku dalam lift. Lalu dilihatnya--dari jarak 1 meter--ternyata Rio sedang berbicara dengan seseorang, melalui ponselnya. Mengajak seseorang itu makan malam, entah siapa ...
Wajah Alena langsung bersemu memerah. Saat itu Alena hanya berharap, Rio tidak mendengar semua perkataannya tadi. Tentang rencana makan malam, sewaktu mereka berada dalam lift.
              ___
Writen by CoretanEmbun, Februari 2023