Hello everyone, kini mari beropini untuk yang pertama kali.
"Karena nila setitik, rusak susu sebelanga" Mungkin ini peribahasa yang tepat bagi kisah Pak Iriyanto, seorang guru di SMAN 2 Kranji, Â Bekasi. Pak Iriyanto terancam dimutasi bahkan diberhentikan sebagai guru sebab perilakunya yang sempat viral melalui video beberapa pekan lalu. Pak Iriyanto terekam sedang memukuli beberapa siswa yang telat di lapangan sekolah dan disaksikan oleh beberapa siswa yang lain. Video ini cepat menyebar lewat maraknya sosial media. Banyak yang mengecam perbuatan Pak Iriyanto lewat komentar yang tercantum di beberapa postingan di sosial media seperti instagram, facebook, dan sebagainya.
Dalam sebuah wawancara siaran televisi, kepala sekolah tidak berkomentar banyak, ia menyatakan akan memberikan tindakan yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh Pak Iriyanto. Ia terancam akan dimutasi atau diberhentikan. Namun keputusan final yang diambil yaitu dengan memindahkannya ke sekolah lain. Hal ini memicu siswa SMAN 2 Kranji yang tidak terima jika guru mereka akan dipindahkan. Mereka beramai ramai melakukan unjuk rasa agar sang guru tidak dipindah ke sekolah lain.
.
.
Kini, mari beropini.
Nah
 JAdi begini, menurutku banyak sekali peristiwa yang mirip dengan kasus seperti ini. Gara-gara sebuah video yang diunggah secara amatir, nama seseorang menjadi buruk seketika. Jika dipikir secara logika, pasti Pak Iriyanto memiliki keistimewaan sendiri di mata siswa SMAN 2 Kranji hingga mereka secara sukarela melakukan unjuk rasa. Namun kembali lagi ke awal, "karena nila setitik, rusak susu sebelanga". Gara-gara sebuah video yang tersebar di media sosial, hidup seorang guru langsung berubah seketika.
Dengan hadirnya media sosial di era virtual  sekarang, sedikit tambahan kata bisa merubah makna sesungguhnya dan persepsi orang-orang. Memang kekerasan adalah hal yang tidak dapat dibenarkan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, menyatakan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan sekolah maupun antar sekolah, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik.
Sementara itu, Pasal 11 dan Pasal 12 Permendikbud 82/2015 menyebutkan bahwa sanksi terhadap oknum pelaku tindak kekerasan dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai tingkatan dan/atau akibat tindak kekerasan.
Media sosial memungkinkan seseorang yang bertindak kekerasan  dalam sebuah gambar atau video seolah-olah telah melakukan dosa besar.
Namun, aku berpendapat pasti ada alasan tersendiri bagi guru favorit seperti Pak Iriyanto yang melakukan tindakan pada siswanya.