Mohon tunggu...
Dewips
Dewips Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary woman

Mau copy-paste artikel? Boleh saja, dengan tetap tampilkan asal sumber tulisan! Visit me @ ladiesbackpacker.wordpress.com, Email me : swap.commune@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menilik Budaya Anti "Mager" pada Anak

9 September 2020   16:19 Diperbarui: 9 September 2020   16:30 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak dari penyakit gaya hidup malas gerak atau 'mager' pada masyarakat kita menjadi salah satu ketakutan yang masih menghantui para orang dewasa. Termasuk orang tua yang belum paham akan pentingnya menanamkan budaya anti 'mager' sejak dini kepada anak.

Berdasarkan pengamatan saya melihat para orang tua di Indonesia mendidik anaknya, beberapa ada yang terlihat kurang aktif. Dengan membiarkan anaknya bermain game online seharian, tetapi ada juga yang kelewat aktif (baca : terlalu sibuk sendiri) sehingga anak pun dibiarkan bermain diluar seharian.

Setiap orang tua mungkin memiliki pendapat dan gaya mereka masing-masing didalam mendidik anak-anaknya. Menurut saya itu merupakan hal yang sah-sah saja selama tidak mengabaikan kewajiban orang tua sebagai figur penting di rumah. Agar anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang disiplin.

Di artikel kali ini saya ingin bercerita tentang pengalaman pribadi. Dimana berapa bulan lalu saya memiliki kesempatan untuk mengunjungi seorang sahabat yang berdomisili di Saxony-Anhalt, Jerman. Ia telah memiliki tiga orang anak, yang mana mereka dididik dengan sangat disiplin oleh ibunya.

Kedua anak perempuannya itu memiliki waktu bermain yang pasti setiap harinya. Sedangkan yang satu lagi laki-laki, karena masih bayi jadi jadwal keluar rumah juga mengikuti kakaknya.

Sahabat saya mengharuskan mereka bertiga keluar rumah minimal selama 1 jam setiap harinya mulai pukul 16.00 (pada musim panas/semi)) dan mulai pukul 15.00 (pada musim dingin/gugur).

Tidak terkecuali pada musim pandemi seperti sekarang. Mereka juga menjalani aktivitas diluar rumah sesuai dengan jadwalnya. Lalu apa sebenarnya yang mereka lakukan saat berada diluar rumah? Selain bermain di taman mereka juga diharuskan jalan-jalan sore menyusuri hutan atau ladang disekitar area komplek perumahan.

Kebetulan karena tempat tinggal mereka berada di kawasan pedesaan. Jadi alamnya masih asri untuk di eksplor. Mengapa kebiasaan bermain diluar rumah itu terkesan diwajibkan oleh orang tua mereka? Meski terkadang saya juga sering melihat anak mereka menolak bermain diluar karena sudah terlalu asik menonton TV dirumah.

Tetapi sahabat saya tidak pernah lupa mengingatkan anak-anaknya untuk melakukan rutinitas tersebut. Pendapat sahabat saya saat itu bahwa kebiasaan kecil itu merupakan salah satu solusi dini untuk menerapkan budaya anti 'mager' yang harus ditanamkan kepada anak. Agar mereka terbiasa melakukan aktivitas bergerak demi kesehatan tubuh mereka.

Selain itu aktivitas bermain diluar rumah juga bisa meningkatkan kualitas kehidupan sosial mereka baik dengan manusia dan juga dengan alam disekitarnya. Dengan menjadwalkan beraktivitas diluar tanpa disadari mereka juga sedang membangun budaya disiplin dan komitmen pada diri sendiri.

Hasilnya setelah mereka remaja atau dewasa tidak ada lagi kemalasan yang membuat mereka jarang gerak. Karena sudah dibiasakan sejak kecil untuk rutin melakukan aktivitas diluar rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun